web analytics
Connect with us

Ekspresi

Asal Usul Gunung Gentong Gunungkidul

Published

on

Cerita Mitos

Penyusun:
Chrisvian Destanti
Ika Sari Rahayu
Indah Setiyani

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia – UNY

Asal Usul Gunung Gentong

Gunungkidul

Gunung Gentong merupakan salah satu gunung yang menjadi kawasan wisata yang menarik di Gunungkidul, letaknya di Desa Ngalang, Dusun Manggung, kecamatan Gedangsari, Gunungkidul, DIY. Diceritakan Prabu Brawijaya V merupakan raja kerajaan Majapahit yang mempunyai seorang permaisuri dan beberapa selir salah satunya ialah Ratu Mayangsari. Ki Juru Sawah  saudara raja diberikan amanah untuk menjaga Ratu Mayangsari yang sedang mengandung anak dari Prabu Brawijaya itu. Setelah penantian beberapa bulan akhirnya Ratu Mayangsari melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Patah.

Saat Raden Patah beranjak dewasa ia mengikuti Ki Juru Sawah secara sembunyi-sembunyi untuk pergi ke kerajaan mempersembahkan upeti pada raja berupa hasil sawah. Sesampainya di istana ia mengelilingi kerajaan dan terkagum-kagum melihat barang yang indah ada disana. Dengan sembunyi-sembunyi ia masuk ke gedung pusaka dan memukul gong pusaka yang menimbulkan suara yang sangat keras. Raja Brawijaya terkejut mendengar suara itu dan memerintahkan Mahapatihnya untuk mencari orang yang sudah berani memukul benda pusaka itu tanpa sepengetahuannya.

Sang Mahapatih membawa Raden Patah yang masih memegang pemukul gong ke hadapan raja. Sang raja terkejut, karena hanya orang yang mempunyai kekuatan besar yang dapat memukul gong itu. Ki Juru Sawah terkejut melihat Raden Patah tertangkap dan ia menceritakan bahwa Raden Patah adalah anak dari Ratu Mayangsari. Setelah mengetahui jika Raden Patah adalah putranya maka semenjak itu Raden Patah tinggal di Kraton Majapahit. Raden Patah tumbuh menjadi pemuda yang pintar berbagai macam ilmu, tidak hanya ilmu olah kanuragan tetapi juga ilmu kenegaraan. Raden Patah diutus raja untuk mengepalai wilayah jajahan majapahit di Palembang.

Suatu malam Raden Patah bermimpi dan diislamkan Kanjeng Sunan Kalijaga, ia menyuruh Raden patah pulang dan menengok ayahnya. Ia pun kembali ke Jawa membawa pasukan sebanyak seratus empat puluh orang. Di perjalanan saat tiba di daerah Glagahwangi yang masih berupa hutan, Raden Patah mendirikan sebuah masjid. Dalam kondisi yang lain ternyata terjadi kesalahpahaman antara Prabu Brawijaya dan anaknya. sang prabu mengira akan diserang oleh anaknya sendiri sehingga ia beserta permaisuri dan pengiringnya melarikan diri ke arah barat yaitu wilayah Gunungkidul.

Setibanya Raden Patah di Majapahit  ia merasa kecewa karena kerajaan sudah kosong. Lalu Raden Patah pun memutuskkan untuk menyusul ayahnya ke Gunungkidul. Beberapa lama  Prabu tinggal di Gunungkidul ia mendapat kabar anaknya telah menyusulnya lagi, kemudian ia pindah ke sebuah bukit di kawasan Gunungkidul dan mendirikan padepokan yang kini merupakan Desa Manggung. Disana sang Prabu kesulitan mendapatkan sumber air, terpaksa pengawalnya harus mencari air yang terletak di kaki bukit. Mendengar dari penduduk jika ayahnya tinggal di puncak bukit itu dan mengalami kesusahan mencari air, dengan kemampuan luarbiasa yang dimiliki Raden Patah ia melempar sebuah gentong atau padasan yang penuh berisi air ke puncak bukit Manggung.

Ketika sang prabu mendapati sebuah padasan secara tiba- tiba ia yakin itu adalah ulah anaknya. Sejak saat itu bukit tersebut dinamakan Gunung Gentong. Sampai saat ini gentong yang diceritakan itu masih ada tetapi sudah retak dan tidak dapat digunakan untuk menampung air. Walaupun Prabu Brawijaya terus melarikan diri akhirnya ia dapat disusul oleh anaknya dan kesalahpahaman itu dapat diselesaikan oleh Raden Patah.

 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresi

Edukasi Pencegahan Kekerasan Anak di Jalan Bagi Pendidik di Kulon Progo

Published

on

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Kulon Progo mengadakan edukasi untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Sosialisasi ini diadakan di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rabu (6/3/2024). Kepala Dinsos-PPPA Kulon Progo, Bowo Pristiyanto, mengatakan bahwa 50 kepala SMA/SMK diundang dalam sosialisasi ini. Mereka diharapkan menjadi agen informasi dalam mencegah kekerasan anak di jalan.

Bowo menilai sekolah dapat menjadi tempat untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Guru dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua murid untuk memberikan edukasi tentang pencegahan kekerasan. Bowo juga melihat bahwa anak-anak di Kulon Progo sering berkumpul di berbagai lokasi hingga larut malam. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.Bowo berharap wali pelajar juga berperan dalam mencegah kekerasan anak di jalan. Menurutnya para guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan anak.

Kanit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Rifai Anas Fauzi, mengatakan bahwa terdapat 17 kasus kekerasan anak di jalan yang dilaporkan dari tahun 2023 hingga awal Maret 2024. Kasus ini terjadi di 8 kapanewon, dengan Pengasih dan Wates sebagai yang terbanyak dengan 8 kasus. Rifai menduga bahwa sebenarnya ada lebih banyak kasus kekerasan anak di jalan yang tidak dilaporkan.

Wahyu Tanoto dari Organisasi Kemasyarakatan Mitra Wacana mengatakan bahwa pandangan orang dewasa terhadap anak sering kali memperkuat stigma dan perlakuan tidak adil terhadap anak. Tanoto mengatakan bahwa orang dewasa, termasuk pendidik, perlu mengubah sudut pandangnya terhadap anak dengan cara melibatkan mereka dalam proses pencegahan kekerasan. Tanoto juga mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam mencegah kekerasan terhadap anak di jalan. “Yang terpenting sekarang adalah implementasi dan pengawasan yang serius.”. Ujarnya. (Tnt).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending