web analytics
Connect with us

Rilis

Jadwal Pelatihan Legal Drafting Pencegahan Kekerasan Terhadap Perempuan Dan Anak Serta Trafficking Di Kulon Progo, DIY

Published

on

Pelatihan Penyusunan Naskah Hukum Pencegahan Trafficking Di Kokap, Kulon Progo. Foto: Astriani

A. Latar Belakang

Kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk trafficking merupakan persoalan lama dan hingga sekarang terkesan belum memperoleh perhatian yang serius. Meski telah muncul UU No 11 tahun 2012 tentangSistemPeradilanPidanaAnak, UU No. 23 Tahun 2004 tentangPengapusanKekerasanDalamRumahTangga (KDRT), UU No. 35 Tahun 2014 tentangPerubahan UU No. 23 tahun 2002 tentangPerlindunganAnak, UU nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, dan diikuti oleh perda DIY nomor 3 tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan, namun kekerasan itu masih saja berlangsung. Setidaknya ada tiga persoalan yang menyebabkan adanya ketimpangan antara perundangan dan kenyataan: pertama Kondisi ini tidak lepas dari berbagai masalah peraturan di Indonesia, antara lain: pertama, minimnya partisipasi masyarakat dalam pembuatan perundangan; kedua,peraturan bersifat pendisiplinan dari pada penyelesaian : ketiga, peraturan yang muncul justru menambah beban masyarakat. Kondisi yang demikian, sudah barang tentu tidak sejalan dengan semangat demokrasi dan prinsip kesetaraan yang mengandaikan adanya partisipasi dalam setiap pembuatan perundangan, termasuk di tingkat desa.

Partipasi masyarakat dibutuhkan bukan saja untuk membangun kesepahaman untuk adanya suatu aturan bagi mereka, tetapi juga memuat bagaimana aturan itu dilaksanakan dan bagaimana solusi atas persoalan mereka dapat diselesaikan dengan adanya peraturan tersebut. Implementasi partisipasi di tingkat desa bisa dilakukan melalui mekanisme rembug desa dengan melibatkan semua stake holder, termasuk perempuan dan anak. Sayangnya, mekanisme seperti ini masih berjalan secara formalistik, dan pelibatan perempuan masih minim dalam proses pembuatan perundangan di desa. Sehingga, kesan yang muncul adalah persoalan perempuan dan anak diselesaikan dengan perundangan yang dibuat dengan tanpa melibatkan perempuan dan anak itu sendiri. Akibatnya, peraturan yang demikian bisa jadi hanya menyentuh pada aspek pendisiplinan dan bukan jawaban, dan lebih jauh lagi dapat berakibat menambah beban bagi mereka.

Mitra Wacana WRC adalah lembaga yang memiliki komitmen penegakan demokrasi, kesetaraan gender, dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk trafficking. Upaya ini dilakukan dengan penguatan kelompok perempuan di sembilan desa di tiga kecamatan; Kokap, Sentolo, dan Galur. Untuk terciptanya iklim demokratis dan hadirnya kesetaraan gender, diperlukan adanya pelatihan ini. Pelatihan ini di desain untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap semua stakeholder di desa dalam proses penyusunan peraturan di lingkungan desa yang mampu menjawab persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk trafficking.

B. Tujuan

1. Mendorong terciptanya ruang partisipasi dalam proses pembuatan peraturan di desa.
2. Mendorong perempuan desa terlibat aktif dalam proses perumusan dan pengambilan kebijakan desa
3. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan aparat desa dan tokoh masyarakat dalam proses penyusunan peraturan di desa.
4. Membangun dukungan positif dari pemerintah desa dan tokoh masyarakat untuk pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk trafficking.
5. Merumuskan draft peraturan desa terkait pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk trafficking.

C. Pelaksanaan

Kegiatan ini akan dilaksanakan di 9 desa di tiga kecamatan pada bulan Juli 2017 dan lama pelaksanaan di masing-masing desa 2 hari.

1. Nomporejo (18-19 Juli)
2. Banaran (2-3 Agustus)
3. Tirto Rahayu, (Dalam konfirmasi)
4. Sentolo (25-26 Juli)
5. Salamrejo (19-20 Juli)
6. Demangrejo 8-9 Agustus
7. Hargorejo (17-18 Juli)
8. Hargotirto (3-4 Agustus)
9. Kalirejo (24-25 Juli)

D. Fasilitator
Fasilitator kegiatan ini adalah :

1. Tri Wahyu KH (Forum Lsm DIY)
2. Imam Munandar (Advocat, Lex Specialist)
3. Luthfi (Advocat)

E. Peserta

Di masing-masing desa, pelatihan ini akan diikuti25 orang peserta dari pemerintah desa, BPD, Tokoh Masyarakat, Tokoh Pemuda, Tokoh Perempuan, dan anggota P3A.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresi

Edukasi Pencegahan Kekerasan Anak di Jalan Bagi Pendidik di Kulon Progo

Published

on

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Kulon Progo mengadakan edukasi untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Sosialisasi ini diadakan di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rabu (6/3/2024). Kepala Dinsos-PPPA Kulon Progo, Bowo Pristiyanto, mengatakan bahwa 50 kepala SMA/SMK diundang dalam sosialisasi ini. Mereka diharapkan menjadi agen informasi dalam mencegah kekerasan anak di jalan.

Bowo menilai sekolah dapat menjadi tempat untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Guru dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua murid untuk memberikan edukasi tentang pencegahan kekerasan. Bowo juga melihat bahwa anak-anak di Kulon Progo sering berkumpul di berbagai lokasi hingga larut malam. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.Bowo berharap wali pelajar juga berperan dalam mencegah kekerasan anak di jalan. Menurutnya para guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan anak.

Kanit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Rifai Anas Fauzi, mengatakan bahwa terdapat 17 kasus kekerasan anak di jalan yang dilaporkan dari tahun 2023 hingga awal Maret 2024. Kasus ini terjadi di 8 kapanewon, dengan Pengasih dan Wates sebagai yang terbanyak dengan 8 kasus. Rifai menduga bahwa sebenarnya ada lebih banyak kasus kekerasan anak di jalan yang tidak dilaporkan.

Wahyu Tanoto dari Organisasi Kemasyarakatan Mitra Wacana mengatakan bahwa pandangan orang dewasa terhadap anak sering kali memperkuat stigma dan perlakuan tidak adil terhadap anak. Tanoto mengatakan bahwa orang dewasa, termasuk pendidik, perlu mengubah sudut pandangnya terhadap anak dengan cara melibatkan mereka dalam proses pencegahan kekerasan. Tanoto juga mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam mencegah kekerasan terhadap anak di jalan. “Yang terpenting sekarang adalah implementasi dan pengawasan yang serius.”. Ujarnya. (Tnt).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending