web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Diskusi Perempuan Ahmadi

Published

on

Diskusi Perempuan Ahmadi ft Sophia Mitra Wacana

Beberapa anggota tim Mitra Wacana menghadiri forum dikusi yang diselenggarakan oleh The Indonesian Consortium for Religious Studies (ICRS) dan Center for Religious and Cross-cultural Studies (CRCS) di Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, Indonesia pada Rabu (6/4) . Diskusi tersebut membicarakan “Strategi Perempuan Ahmadi Indonesia, Melawan Kekerasan dan Mencegah Konflik “. Sebagai narasumber tunggal, Dr Nina Mariani Noor mempresentasikan disertasi PhD-nya tentang narasi perempuan Ahmadi dalam menangani konflik dan kaitannya dengan iman mereka sejak tahun 1998, periode pasca-reformasi di Indonesia.

Ketika saya dan dua orang teman tiba (sedikit terlambat), Bu Nina sedang berbicara tentang altruisme (sifat mementingkan kepentingan orang lain, perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri) dan cara perempuan Ahmadiyah di Indonesia membangun hubungan yang baik dengan masyarakat setempat. Mengetahui bahwa bu Nina tertarik isu-isu gender, salah satu peserta dari CRCS bertanya bagaimana Ahmadi melihat perempuan. Bu Nina mengakui bahwa Ahmadi adalah masyarakat patriarki, posisi tertinggi dipegang oleh laki-laki. Namun, mereka percaya bahwa sangat penting bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan sehingga mereka memiliki kelompok untuk keduanya, laki-laki dan perempuan. Bu Nina menyoroti bagaimana perempuan Ahmadiyah di Indonesia aktif dalam bidang sosial dan kemanusiaan, dan memberi contoh program perempuan. Upaya mereka merupakan mekanisme pertahanan tanpa kekerasan untuk menyelesaikan dan mencegah konflik.

Bagi saya dan beberapa teman, tema Ahmadi merupakan hal baru. Untungnya, bu Nina memberi gambaran tentang keyakinan mereka. Dia menjelaskan bahwa perbedaan utama antara Ahmadi dan Muslim lainnya adalah interpretasi mereka tentang Khataman Nabiyyin (penutup para nabi). Untuk Ahmadi, Muhammad adalah nabi terakhir, bukan yang terakhir dari para nabi, seperti yang dipercaya umat Islam lainnya. Ini berarti bahwa, untuk Ahmadi, ada kemungkinan Nabi baru.  Bagaimanapun, dia menekankan seorang nabi baru tidak akan membawa hukum baru. Ahmadi juga percaya bahwa kedatangan Yesus Kristus telah terjadi dalam bentuk Ghulam Ahmad (yang mendirikan sekte pada tahun 1889).

Bu Nina juga menguraikan beberapa kesalah pahaman kunci tentang Ahmadi. Beberapa orang mengatakan bahwa Nabi untuk Ahmadi adalah Ghulam Ahmad, tetapi sebenarnya Muhammad. Beberapa mengatakan bahwa kitab suci mereka adalah Tazkirah, tetapi sebenarnya Al-Qur’an. Beberapa orang juga mengatakan bahwa Ahmadi diminta untuk melakukan ziarah ke Rabwah, padahal sebenarnya Mekkah. Bu Nina menekankan bahwa Ahmadi mengikuti lima pilar yang sama dengan Islam. Sebagai umat Islam, deklarasi iman, shalat wajib, pemberian wajib, puasa di bulan Ramadhan dan (jika finansial dan fisik mampu) haji ke Mekah.

Salah satu pertanyaan yang diajukan oleh peserta adalah perbedaan antara bagaimana Ahmadi diperlakukan di Indonesia dibandingkan dengan Pakistan. Bu Nina menjelaskan bahwa ada hukum di Indonesia, sehingga mereka dilindungi oleh hukum dan dapat memecahkan masalah secara konstitusional. Di Pakistan, Ahmadi diklasifikasikan sebagai minoritas non-Muslim dan banyak dari mereka telah melarikan diri ke Eropa, Amerika Serikat dan Australia. Secara global diperkirakan ada sekitar 200 juta orang Ahmadi, meskipun sulit untuk mengkonfirmasi karena banyak survei tidak secara spesifik menghitung Muslim Ahmadi. Diperkirakan bahwa sekitar satu atau dua persen dari umat Islam di Indonesia adalah Ahmadi.

Peserta lain mempertanyakan bagaimana tanggapan perempuan Ahmadi tentang demokrasi di Indonesia terutama kebebasan beragama di bawah pemerintahan otoriter. Fakta bahwa telah terjadi peningkatan yang signifikan dalam serangan terhadap Ahmadiyah di Indonesia sejak tahun 1998 menunjukkan bahwa demokrasi memberi kesempatan dan kebebasan kepada orang untuk melakukan tindakan diskriminatif terhadap minoritas, termasuk Ahmadi. Menurut bu Nina mengatakan bahwa Ahmadi masih memiliki kebebasan tetapi mereka harus sadar. Ahmadi menerima demokrasi yang sudah tiba di Indonesia dan Ahmadi adalah bagian dari Indonesia, di mana mereka ingin hidup.

Tema yang selalu di ulang dalam presentasi Bu Nina adalah bahwa Ahmadi merupakan bagian dari masyarakat Indonesia. Para perempuan yang di wawancarai untuk tesis PhD-nya, mereka semua berbagi harapan untuk kehidupan yang harmonis dan damai, di mana semua orang Indonesia menerima perlindungan dan perlakuan yang sama dari pemerintah. Dia menyatakan keinginan pribadinya sebagai Ahmadiah bisa  memiliki ruang negosiasi untuk diterima sebagai orang Indonesia dengan iman kita sendiri. Sophia

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending