Uncategorized @id
Diskusi Publik Peringati Hari Perempuan Internasional

This post is also available in:
Indonesia
Hari perempuan internasional yang diperingati setiap 8 Maret menjadi momen empat lembaga swadaya masyarakat, Mitra Wacana WRC, PKBI DIY, Fatayat NU DIY dan PSKK UGM menggelar diskusi publik Problematika Pernikahan Anak di Indonesia dengan menghadirkan empat narasumber, Ahmad Muhsin Kamaludiningrat (MUI DIY), Khotimatul Husna (Fatayat NU DIY), Anita Triaswati (PKBI DIY) dan Muhadjir Darwin (PSKK UGM) pada Selasa (8/3) di Yogyakarta.
Pencegahan pernikahan anak dapat dimulai dari anak, keluarga dan intitusi pendidikan yang fokusnya adalah pembinaan akhlak dan moral. Kita tidak perlu merevisi UU Perkawinan 1974, karena sudah cukup baik dan proporsional serta religius dalam mengatur perkawinan. Ungkap Ahmad Muhsin. Menurutnya apabila ada anak yang mengalami kehamilan, secara hukum (fiqih) sebaiknya tidak perlu dinikahkan, dan pengadilan tidak perlu memberikan dispensasi meskipun ada pengajuan pernikahan dari keluarga, terangnya.
Menurut Muhadjir Darwin, pernikahan anak biasanya terjadi di Negara-negara miskin di dunia. Perkawinan tersebut terjadi di Sub-Sahara Afrika, Asia Tenggara dan Asia Tengah Selatan, Timur Tengah dan Afrika Utara, serta Amerika Latin. Kehamilan tidak dikehendaki (KTD) bukanlahlah penyumbang pertama pada pernikahan anak. Kata Muhadjir, data menunjukkan bahwa kemiskinan menjadi factor utama, KTD hanya sekitar 20 persen saja. Muhadjir menambahkan bahwa undang-undang perkawinan, perlu ditinjuau ulang bahkan di dorong direvisi untuk memuat pendewasaan usia pernikahan, karena UU yang ada saat ini seolah mentoleransi pernikahan anak.
Sementara itu narasumber dari Fatayat NU DIY, Khotimatul Husna menyoroti peran serta tokoh agama dalam pencegahan pernikahan anak. Menurutnya, tokoh agama perlu memproduksi kembali tafsir-tafsir yang lebih ramah terhadap perempuan anak. Karena budaya patriarkhi, adat yang dianggap kebenarannya serta perlakuan yang diskriminatif masih saja terjadi pada perempuan dan anak perempuan, sehingga hal ini menjadikan anak perempuan tidak memiliki hak untuk menentukan sendiri masa depan, pendidikan, dan kebebasan memilih calon suami, ungkapnya. Khotim menambahkan bahwa berbagai penelitian yang ada menunjukkan bahwa faktor penyebab utama perkawinan anak adalah kemiskinan dan akses buruk atas pendidikan.
Pembicara dari PKBI DIY, Anita Triaswati mengungkapkan dampak kesehatan pernikahan anak. Menurut Anita, selain gangguan kesehatan reproduksi, anak juga belum siap hamil, tetapi sudah dipaksakan. Anita menambahkan bahwa resiko kematian selalu menanti bagi pelaku nikah anak, terutama perempuan yang memiliki organ reproduksi lebih kompleks dibanding laki-laki. (tnt)
Uncategorized @id
E-Sertifikat Ngobras Bareng Mitra Wacana

This post is also available in:
Indonesia
1. Sertifikat 1 Shafa Rizki Salsabil
3. Sertifikat 3 EKA FAJAR SETIAWAN
4. Sertifikat 4 NIKEN AYUNINGTYAS
6. Sertifikat 6 MUFLIHATURROHMAH
7. Sertifikat 7 ARINA MANASIKANA
8. Sertifikat 8 ENJELIKA PALINOAN
10. Sertifikat 10 HAPPY PUTRI FITRIN ARIYANA
11. Sertifikat 11 KHOFIFATUN NISA
12. Sertifikat 12 FATHIA CINTYANING
13. Sertifikat 13 ANGGI CLARA NURITA
14. Sertifikat 14 RIZKI NUR MAWANTI
15. Sertifikat 15 ORYZHA WAHYU NUGRAHA
16. Sertifikat 16 WAHYU CHOIRUNNISA P
17. Sertifikat 17 ROHMAH FITRIYANA
18. Sertifikat 18 AZIZAH FEBRIAN RAHMAWATI
19. Sertifikat 19 ANGGI OKTAVIANDA
20. Sertifikat 20 LARASATI INDAH SWASTI
21. Sertifikat 21 USLUM MUFIDATUL LAILA
24. Sertifikat 24 WILLY KURNIAMAN LASE
25. Sertifikat 25 NDARU TEJO LAKSONO
26. Sertifikat 26 YHANU SURYO ASMORO
27. Sertifikat 27 RADITYA RASYADUL IHSAN
28. Sertifikat 28 DINI SITATUN NUR HIDAYATULLAH
29. Sertifikat 29 ROBITHOTUL HUSNA
30. Sertifikat 30 NOVARIA INTAN NABILLA