web analytics
Connect with us

Opini

Pangan dan Landasan Hakiki Kedaulatan Bangsa

Published

on

farmer-devacturno
Imelda Zuhaida

Imelda Zuhaida

oleh Imelda Zuhaida

Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi “hak asasi” setiap rakyat Indonesia, oleh karenanya persoalan pangan menjadi landasan yang paling mendasar dari kedaulatan suatu bangsa sehingga pemenuhannya diperlukan usaha yang menyeluruh dari segenap potensi dan komponen bangsa. Swasembada pangan merupakan dasar untuk mencapai kemandirian pangan tanpa tergantung dari negara lain dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia sehingga dapat tercipta kemandirian bangsa.

Persoalan dan kendala dalam pencapaian kemandirian ini adalah ketidak mampuan system pemerintah pusat maupun daerah otonom untuk menjamin terbentuknya system pangan yang mandiri dan berdaulat, baik konsumsi maupun produksi. Pemerintah juga sangat lemah dalam menghadapi kebijakan negara ekonomi maju yang menggunakan komoditas pangan sebagai alat politik., maka sistem kedaulatan pangan sebagai sub sistem dari kedaulatan negara harus diperkuat.

Kedaulatan pangan berarti sistem yang menjamin hak suatu bangsa dalam menentukan kebijakan pangan berbasis kemandirian  untuk memenuhi kebutuhan pangan yang diutamakan dari produksi sendiri melalui pengendalian system produksi, konsumsi dan distribusi yang berperikeadilan berdasarkan potensi sumber daya, ekologis, social, ekonomi dan budaya yang mencapai sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat. Dengan demikian pemerintah dituntut dapat menciptakan system pangan yang dapat menguntungkan bagi produsen bahan pangan dan industri pangan yang sekaligus memberikan kepuasan maksimal bagi konsumen. Untuk itu perlu upaya penguatan kelembagaan pertanian yang integratif dari tingkat pusat dan daerah hingga tingkat petani serta mengurangi kebijakan yang dis-insentif bagi pertanian pangan dan petani.

Perubahan Iklim

Isu perubahan iklim dewasa ini telah mengalami transformasi dimensi dari yang bersifat global menjadi isu strategis nasional. Salah satu kekawatiran terbesar perubahan iklim adalah dampaknya terhadap pertanian dan ketahanan pangan nasional. Hasil penelitian Food dan agriculture Organization (FAO) pada tahun 2010 menginformasikan bahwa mulai tahun 2030 mendatang akan terjadi bencana kelaparan global yang dialami oleh Negara berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Amerika Latin. Se

Secara ilmiah, perubahan iklim global dipicu oleh akumulasi gas-gas pencemar di atmosfer terutama karbondioksida (CO2), metana (CH4), dinitroksida (N2O0 dan klorofluorokarbon (CFC). Konsentrasi tinggi adri gas-gas pencemar tersebut akan memperangkap energy panas matahari yang dipantulakan oleh permukaan bumi di zone atmosfer. Fenomena ini sering disebut sebagai efek rumah kaca ( green house effect) yang diikuti oleh meningkatnya suhu permukaan bumi yang diistilahkan sebagai pemanasan global (global warming). Dampak utama dari perubahan iklim, pemanasan global membawa dampak ikutan, antara lain meningkatnya anomaly curah hujan yang berdampak resiko kekeringan (el nino) maupun kebanjiran (el nina). Hal ini mengindikasikan sector pertanian yang paling rentan terhadap fenomena anomaly curah hujan.

Langkah strategis yang bisa dilakukan adalah:

  1. Penggunaan varietas yang sesuai
  2. Pemanfaatan air hujan secara efisien melalui pemanenan air hujandan air banjir, missal dengan pembuatan embung dan dam parit.
  3. Pemanfaatan informasi iklim oleh petani dari sekolah lapang iklim (SLI)
  4. Penguarangan emisi gas rumah kaca dari praktek pertanian , missal pada padi sawah: tidak membenamkan jerami atau bahan organic mentah ke dalam tanah tergenang (emisi CH4), tidak menempatkan pupuk urea dalam keadaan teroksidasi dan memilih varietas padi yang mempunyai emisi CH4 rendah
  5. Pemanfaatan teknologi informasi oleh petani

Komoditas Pangan Rentan Inflasi

Kenaikan harga komoditas pangan dan emas hingga akhir tahun yang berdampak terhadap inflasi patut diwaspadai. Sejumlah langkah pengendalian harus ditempuh guna mengantisispasi tingkat imflasi tidak melampaui target pemerintah. Inflasi umum perlu ditekan dengan pengendalian harga komoditas pangan karena selama ini kenaikan harga pokok menjadi factor utama pendorong inflasi umum.

Berdasarkan data Badan pusat Statistik, laju inflasi Januari-Juli 2011 tercatat 1,74 persen. Inflasi umum Juli 2011 sebesar 0,67 persen dan inflasi tahunan terhadap Juli 2010 adalah 4,61 persen. Adapun target pemerintah dalam APBN 2011 5,3 persen dan target inflasi APBN-Perubahan 2011 5,65 persen.

Bulan puasa dan lebaran berdampak dominan inflasi pada bulan Agustus. Karena danya peningkatan harga pangan, pakaian dan jasa transportasi saat orang mudik. Transportasi barang yang tidak baik menyebabkan pangan tidak terdistribusi dengan baik, hal ini menyebabkan psikologi harga yang mendorong terjadinya spekulasi, fluktuasi harga pangan menjadi dominan.

Petani Sulit Memiliki Akses Modal

Hasil pertanian yang kian tidak menentu dan kegagalan panen membuat petani semakin sulit mendapatkan modal untuk berproduksi. Para petani terpaksa meminjam modal dari tetangga atau tengkulak yang mekanismenya lebih sederhana agar tetap bias berproduksi.  Meski ada sumber pembiayaan yang lain seperti kredit usaha rakyat, kredit ketahanan pangan dan energi serta program pengembangan usaha agribisnis pedesaan , mereka masih merasa asing. Mereka juga takut meminjam dengan tempo dan waktu pengembalian yang ketat karena penghasilan mereka tidak pasti.

Sebagian petani memilih langkah praktis, yaitu meminjam modal dari tengkulak yang biasanya membeli gabahnya, sehingga hasil panen bergantung sekali pada tengkulak. Akibatnya saat ini banyak lahan sawah dikuasai oleh pemodal, petani hanya sebagai penggarap, bukan pemilik sawah.

Konflik Pemilikan dan Penguasaan Tanah

Sensus pertanian tahun 2003 menunjukkan jumlah petani gurem yang menggarap tanah kurang dari 0,2 ha per keluarga dan buruh tani yang tidak memiliki lahan meningkat 25,68% (dari 10,9 juta menjadi 13,7 juta) dalam kurun waktu 10 tahun. Data perhitungan BPS maret 2011, jumlah petani dalam kategori tersebut telah mencapai 18,2 juta, artinya dalam kurun waktu 8 tahun terakhir, laju pertambahan petani miskin telah melampaui pertambahan satu dasa warsa sebelumnya, sebab dari tahun 2003 sampai 2011 pertambahan petani miskin menjadi 32,84%.

Semakin bertambahnya petani miskin serta menyempitnya lahan yang mereka kuasai, menimbulkan gejolak ketidak puasan, protes dan perlawanan petani. Konflik petani untuk mempertahankan tanah sebagai ajang hidup bagi keluarganya sering terjadi di seluruh wilayah Indonesia. Apabila  peristiwa serupa tidak cepat etratasi, akan memicu terjadinya pergolakan social seperti yang terjadi  di masa lalu, seperti peristiwa Tanjungmorawa di masa Orde Lama, Kedung Ombo dan Jenggawah di masa Orde Baru.

Sebenarnya UU No. 5 tahun 1966 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria secara tegas mengamanatkan pengaturan tata guna tanah. Tersurat dan tersirat secara kuat, UU tersebut menghendaki penataan pemanfaatan tanah secara adil bagi kepentingan dan kesejahteraan segenap lapisan masyarakat. Secara teknis UU tersebut belum memiliki perangkat aturan pelaksana sehingga belum dapat diterapkan. Disamping itu, UU tersebut lebih dari 30 tahun “terpetieskan” secara politis dan stigma UU yang berpaham komunis. Seiring dengan era baru saat ini, stigma itu perlu direhabilitasi.

Lonceng Kematian Petani

Petani di Indonesia tidak bisa berharap bisa hidup sejahtera. Apalagi petani pedesaan yang merupakan 80% profesi penduduk Indonesia dan 70% diantaranya dikategorikan sebagai petani miskin. Petani selalu identik dengan kemiskinan yang abadi. Tak heran jika profesi sebagai petani mulai ditinggalkan. Mereka biasanya beralih profesi, sebagai tukang batu, buruh pabrik berdagang dan sebagainya.

Anak-anak merekapun memilih urbanisasi ke kota daripada mengelola tanah pertanian yang tidak menjanjikan keuntungan, mereka mempunyai pengalaman traumatic bahwa menjadi petani hanya akan mewarisi kemiskinan orang tua. Tidak heran jika beberapa tahun terakhir impor bahan pokok seperti kedelai dan beras terus dilakukan, padahal dulu Indonesia ‘raja’ bagi kedua komoditas tersebut.

Angka urbanisasi anak petani ke kota-kota besar meningkat tajam tiap tahunnya. Kondisi ini tentu menjadi ancaman besar, sebab sector pertanian kita tidak mungkin ada regenerasi yang memadai, padahal kebutuhan pangan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Jika ini tidak dicegah, praktis dunia pertanian Indonesia sedang menunggu lonceng kematian.

Petani Indonesia dikepung oleh berbagai masaalah yang sulit dipecahkan. Kebijakan liberalism yang tidak dapat dibendung pemerintah. Pemerintah malah antusias mengikuti arus perdagangan bebas dengan menghapus tariff produk pertanian, menghapus biaya impor pangan dan menghapus segala bentuk protek terhadap petani. Akibatnya bahan pangan dari luar negeri bebas masuk ke Indonesia yang berakibat anjloknya martabat petani local.

Jika pemerintah tetap memakai mazhab neoliberalisme, satu-satunya jalan yang bias ditempuh guna lepas dari belenggu tersebut adalah dengan memakai mazhab ekonomikerakyatan yang anti imperalisme. Proteksi terhadap komodite pertanian dan martabat petani local, mutlak adanya, yang didasari atas solidaritas dan kerja sama yang baik antara petani dan pemerintah, sehingga kedaulatan pangan segera terwujud.

Continue Reading
1 Comment

1 Comment

  1. sparxpower

    1 April 2016 at 12:37 am

    Pemberdayaan masyarakat untuk melaksanakan program ketahanan pangan harus dilaksanakan dengan seksama. Pemerintah harus menjembatani dan menyediakan kebutuhan para petani. http://bibitonline.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

25 Juta Jiwa Jadi Korban Perdagangan manusia

Published

on

Pegiat Mitra Wacana

   Wahyu Tanoto

Oleh Wahyu Tanoto

Perdagangan manusia adalah bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang maha serius dan bersifat global. Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), perdagangan manusia adalah “perekrutan, pengangkutan, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang dengan cara seperti ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk lainnya. Pemaksaan, penculikan, penipuan atau penipuan untuk tujuan eksploitasi.” Eksploitasi tersebut dapat berupa kerja paksa, perbudakan, pelacuran, atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya.

Rumit dan Multidimensi

Perdagangan manusia adalah masalah yang terbilang rumit dan multidimensi. Pelakunya boleh jadi berasal dari berbagai latar belakang, termasuk individu, kelompok, atau bahkan organisasi. Korban perdagangan manusia juga berasal dari berbagai latar belakang, termasuk laki-laki, perempuan, dan anak-anak.

Merujuk United Office on Drugs and Crime (UNODC) dan International Labour Office (ILO), terdapat hampir 25 juta korban; perempuan, laki-laki dan anak-anak di seluruh dunia untuk tujuan eksploitasi seksual dan kerja paksa. Karenanya, perdagangan manusia merupakan pelanggaran berat terhadap martabat manusia dan menargetkan kelompok rentan seperti migran, serta pengungsi pada khususnya. Salah satu tren yang paling memprihatinkan adalah meningkatnya jumlah anak-anak yang menjadi korban, meningkat tiga kali lipat dalam 15 tahun. Kejahatan ini dilaporkan menghasilkan lebih dari $150 miliar per tahun di seluruh dunia. Hal ini semakin dianggap sebagai masalah keamanan global karena memicu korupsi, migrasi tidak teratur, dan terorisme.

Pada 2023, Indonesia masih dihadapkan dengan tantangan besar dalam mengatasi kasus Tindak Pidana Perdagangan manusia (TPPO). Menurut data yang dihimpun oleh Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), mencatat dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022, terdapat 1.418 kasus dan 1.581 korban TPPO yang dilaporkan. Dari data tersebut  menunjukkan sebanyak 96% korban perdagangan orang adalah perempuan dan anak

Bahkan, yang paling gres sebanyak 1.047 mahasiswa dari 33 universitas di Indonesia diduga menjadi korban eksploitasi kerja dengan modus magang di Jerman (ferienjob) pada Oktober sampai Desember 2023. Diadaptasi dari Tempo.co, perihal kronologi kejadiannya, para mahasiswa mendapat sosialisasi dari CVGEN dan PT. SHB. Mereka dibebankan biaya pendaftaran sebesar Rp 150.000, dan membayar 150 Euro untuk membuat LOA (Letter of Acceptance).

Dampak yang mengerikan

Perdagangan manusia memiliki dampak yang menghancurkan bagi korban. Mereka, para korban perdagangan manusia kerapkali mengalami kekerasan fisik, psikologis, seksual (termasuk di ranah luring). Mereka juga mengalami kerugian ekonomi dan sosial.

Meskipun perdagangan manusia merupakan masalah yang bersifat global, namun, hal ini sering kali terlupakan dan luput dari perhatian. Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap ketidaktahuan masyarakat tentang perdagangan manusia, termasuk: (1) Perdagangan manusia sering terjadi di belakang layar dan sulit dideteksi; (2) Korban perdagangan manusia kerap takut untuk bersuara dan melapor; (3) Masyarakat sering tidak menyadari bahwa perdagangan manusia sebagai masalah serius yang bisa menimpa siapa saja; (4) Peraturan perundangan-undangan dan kebijakan belum sepenuhnya dipahami oleh semua lapisan masyarakat, dan (5) Bentuk dan upaya pencegahan biasanya  dianggap seremonial.

Upaya Negara

Untuk mengatasi masalah perdagangan manusia, diperlukan upaya dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga internasional, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat umum. Upaya-upaya tersebut diantaranya mencakup: 1) Peningkatan kesadaran masyarakat tentang perdagangan manusia, 2) Peningkatan dukungan bagi korban perdagangan manusia.  3) Peningkatan upaya penegakan hukum untuk memerangi perdagangan manusia.

Sebagaimana diketahui, pemerintah Indonesia telah mengambil langkah-langkah untuk menangani masalah perdagangan manusia. Indonesia menetapkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan manusia. Undang-undang tersebut didukung oleh pembentukan Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan manusia melalui ditetapkannya Peraturan Presiden No. 69 Tahun 2008.

Meskipun begitu, masih banyak hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah perdagangan manusia di Indonesia. Pemerintah memiliki kewajiban mengoptimalkan pencegahan, pemantauan berkala, mengimplementasikan penegakan hukum, dan berkolaborasi dengan warga masyarakat demi meningkatnya kesadaran tentang kerentanan, bahaya dan dampak perdagangan manusia. Hadirnya organisasi masyarakat sipil yang konsen terhadap isu perdagangan manusia memang relatif belum massif, namun, pemerintah perlu memberikan apresiasi terhadap mereka yang telah berkontribusi-memiliki kepedulian-untuk memerangi perdagangan orang. ***

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending