web analytics
Connect with us

Sekilas Mitra Wacana WRC

Yos Soetyoso

Yos Soetyoso

oleh Yos Soetyoso

Puji syukur ke hadapan Tuan YME, tanpa terasa sudah menginjak tahun ke duapuluh langkah perjalanan Mitra Wacana WRC di tengah problematika masyarakat Indonesia, khususnya dalam pergulatan problematika sosio-kultural perempuan. Memang keberadaannya di Yogyakarta – barangkali memang hanya bagaikan noktah kecil di tengah kompleksitas jaman yang terus berubah, namun yang kecil itu mudah-mudahan dapat memberikan andil yang cukup berarti dalam memajukan dan membebaskan perempuan dari ketertindasan dan belenggu sosio kultural masyarakatnya.

Retak sambung, pasang surut adalah keniscayaan yang lumrah dalam proses dialektik perjalanan sebuah organisasi. Dan, tak bisa dipungkiri Mitra Wacana WRC telah mampu mengarunginya. Kerja keras, ketekunan, semangat pantang menyerah dari para pengurus, pelaksana dan seluruh stafnya serta relawan/volunteers – adalah energi utama penghela rakit Mitra Wacana WRC hingga hari ini.

Dua puluh tahun yang lalu, ketika saya dan teman-teman mendirikan Mitra Wacana WRC, secara pribadi saya menaruh “mimpi besar” – bahwa suatu saat nanti Mitra Wacana WRC akan menjadi Milik Publik. Milik Publik dalam arti, Mitra Wacana WRC meng-Ada secara konkrit di tengah masyarakat. Mitra Wacana WRC menjadi faktor (khususnya dalam geraakan Perempuan di Indonesia) – yang ketika Mitra Wacana WRC tidak hadir keadaan menjadi gasal, dan keadaan menjadi genap ketika Mitra Wacana WRC hadir. Memang sebuah mimpi besar, yang hingga hari ini belum sepenuhnya terwujud.

Dari kerikil kecil hingga rintangan yang sangat mengganggu bagian dari pasang surut organisasi, turut menentukan cepat atau lambatnya perwujudan mimpi itu. Pun begitu pula kita tidak bisa sepenuhnya memikul natur untuk mewujudkan mimpi, melainkan juga terpikul oleh natur di sekitar kita. Maka bukan apologia ketika kita mengatakan bahwa mimpi itu tidak bisa sepenuh dan seutuhnya terwujud sebagaimana yang dibayangkan semula.

Secara jujur harus berani kita katakan bahwa Mitra Wacana WRC pernah retak dari dalam. Dan, itu hampir saja menenggelamkan Mitra Wacana WRC untuk selamanya. Mitra Wacana WRC, bahkan beberapa dari pendirinya mengundurkan diri. Hanya semangat dan keuletan kawan-kawan muda dalam Mitra Wacana WRC yang mengupayakan dengan keras hingga Mitra Wacana WRC tidak tenggelam. Seiring pasang surut itu, bersama para tenaga muda ini, Mitra Wacana WRC sampai terpaksa merubah bentuk organisasinya, yang secara legal mesti diikuti dengan perubahan Akta Notarisnya.

Sebagaimana keyakinan saya secara pribadi, mereka yang mudalah pewaris masa depan, sementara yang tua sekedar menunggu kuburan. Maka ketika Mitra Wacana WRC berlanjut dan berkembang hingga sekarang, para pendiri harus memberikan apresiasi dan terima kasih kepada saudara Damar Dwi Nugroho, Sri Mirmaningtyas, Sri Roviana, A. Novi E. Hariani dan Sony Marsono serta Titik Istyawatun Khasanah. Sudah barang tentu apresiasi dan ungkapan yang sama juga kepada para pemegang estafeta kepengurusan dan pengelola Mitra Wacana WRC selanjutnya hingga yang sekarang – Imelda Zuhaida  dan kawan-kawan.

Hari ini, pada awal tahun 2016 Mitra Wacana WRC menjalankan sebuah tradisi baru yakni penyampaian “Laporan Publik”. Bagaimanapun hal ini harus dimaknai sebagai sebuah upaya Mitra Wacana WRC untuk meng-Ada di tengah publik. Sebuah langkah awal mewujudkan mimpi Mitra Wacana WRC menjadi Milik Publik. Setidaknya, melalui Laporan Publik ini Mitra Wacana WRC berniat menampakkan “wajah dalam”nya ke hadapan publik. Bisa jadi ini masih jauh dari memuaskan, namun yang tidak memuaskan itu bukan berarti meniadakan. Karenanya pula masukan dari berbagai pihak masih sangat dibutuhkan bagi kelanjutan dan perkembangan Mitra Wacana WRC ke depan.

Akhirnya, tak lupa ungkapan terimakasih kami sampaikan kepada semua pihak yang selama ini telah mensupport dan membantu Mitra Wacana WRC sampai pada perwujudan, prestasi dan eksistensinya hingga saat ini.

Salam Yogyakarta, 8 Januari 2016

Advertisement
Advertisement

Twitter