web analytics
Connect with us

Opini

Media Desa Berbasis Komunitas

Published

on

Media Desa

Saktya Restu Baskara

Oleh : Restu Baskara

Dalam buku Community Media in The Information Age, Nicholas Jankowski (2002) menyatakan bahwa seiring dengan perkembangan jejaring teknologi elektronik dan digital, komunitas virtual terus terbentuk. Perkembangan revolusioner di bidang teknologi tersebut telah menambahkan arti sebuah komunitas, dibandingkan dengan pengertian konvensional yang selama ini berkembang. Ada tiga sifat penting yang melekat pada media rakyat / media komunitas, yaitu kedekatan  (proximity), berbagi rasa  (empathy), dan interaksi  (interaction). Apa penjelasan dari tiga sifat media rakyat tersebut?

  1. Kedekatan (Proximity ), penjelasannya adalah media rakyat menyebarluaskan peristiwa dan gagasan yang berkenaan dengan warga dalam lingkup wilayah tertentu di mana media tersebut berada. Hal itu menjamin tingkat relevansi yang tinggi antara isi media dengan kebutuhan akan informasi (dan hiburan) warga.
  2. Berbagi Rasa (Empathy),yang dimaksud adalahmedia rakyat cenderung menjadi ruang saling berbagi rasa dan perasaan  (empathy)   Hal itu terbentuk karena kesamaan kultur, tujuan, serta kepentingan dalam kehidupan bersama.  Empathy  antara media (pengelola media) dan warga tercipta karena pengelola dan warga pada dasarnya memiliki orientasi kultur serta tujuan yang sama.
  3. Interaksi (Interaction), maksudnya adalah ada respon yang bersifat segera (immediate feedback)  karena sifatnya yang lokal. Warga dengan mudah datang ke kantor media (atau mungkin menelpon) untuk mengemukakan saran, masukan, dan keluhan berkenaan dengan pemberitaan atau isi media. Para pengelola juga relatif lebih mudah mengakomodasi saran dan masukan karena ketiadaan hambatan  (constraint)  

Nicholas Jankowski juga menegaskan  bahwa media komunitas dapat diwujudkan ke dalam bermacam bentuk media, yaitu yang tradisional berupa media cetak (surat kabar dan majalah), media elektronik (radio, televisi), serta dalam bentuk penggabungan (konvergensi) antara media cetak dengan media elektronik, misalnya dalam bentuk situs internet atau website. Pengguna dalam bentuk konvergensi ini cukup tinggi di Indonesia yaitu mencapai 132,7 juta penduduk dari total penduduk Indonesia yaitu 256,2 juta penduduk. Lebih dari 50% dari jumlah total populasi di Indonesia adalah usia produktif. Pengguna internet mayoritas juga merupakan usia produktif.

Perwujudan media komunitas banyak ditemukan di dalam format inisiatif jaringan elektronik (electronic network initiatives). Ada beberapa sebutan untuk inisiatif jaringan ini diantaranya jaringan pendidikan publik (publik educational networks’), jaringan akses publik (publik access networks), jaringan sipil (civic networks), internet bebas (free-nets), kota digital (digital cities), atau jaringan komunitas (community networks). Jaringan tersebut  sering  dibangun atas dasar  kerja sama antar organisasi dan institusi  komunitas seperti  sekolah,  perpustakaan, dan pemerintah daerah.

 

Media Desa yang Berbasiskan Komunitas di Kulonprogo

Mitra Wacana sebagai sebuah lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang perempuan dan anak saat ini mendampingi 9 komunitas Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di Kulonprogo. P3A merupakan mitra kerja Mitra Wacana yang berada di 3 kecamatan (Sentolo, Kokap dan Galur). P3A merupakan wadah bagi perempuan dan mantan pekerja migran untuk belajar bersama. Komunitas ini lahir sebagai sebuah kebutuhan untuk mencegah perdagangan manusia. Dalam kegiatannya P3A berusaha untuk memperluas jaringan dengan bekerja sama dengan stakeholder ditingkat desa dengan membentuk media desa. Media desa ini nantinya akan digunakan sebagai jembatan informasi dan komunikasi dari, oleh dan untuk masyarakat desa. Adanya UU Desa telah mengamanatkan adanya Sistem Informasi Desa (SID) yang bisa dibentuk dan dikelola oleh desa. Namun seringkali pengelolaan SID ini susah dilaksanakan secara optimal karena berbagai keterbatasan yang ada di desa. Salah satu faktornya adalah tidak ada Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten untuk mengelolanya. Padahal SDM di desa sangat banyak tinggal bagaimana membuat SDM tersebut berkompeten di dalam pengelolaan SID. Maka dari itu dibutuhkanlah sebuah tim media desa yang nantinya akan dilatih dan diajarkan untuk membuat dan mengelola media desa.

Anggota tim media desa yang dibentuk ini merupakan perwakilan dari Karang Taruna yang merupakan unsur pemuda, PKK dan P3A yang mewakili unsur perempuan, dan Pemerintah Desa mewakili unsur pemerintah. Adanya keterlibatan perempuan dalam media desa ini diharapakan mereka bisa menyuarakan usulan atau gagasan mereka lewat media tersebut. Banyak SDM muda potensial dari perwakilan Karang Taruna terlibat karena rata-rata mereka melek teknologi informasi di jaman sekarang. Selain itu juga unsur pemerintah desa penting sebagai tim media desa,karena pemerintah desa mempunyai legitimasi formal dalam penerbitan media informasi  yang ada di desa.

Dari ketiga unsur komunitas warga yang ada di desa inilah yang nantinya akan mengelola informasi desa dan membantu kerja-kerja pemerintah desa khususnya di dalam Sistem Informasi Desa. Pertama kali yang harus dilakukan adalah membekali mereka dengan pengetahuan dan keahlian di bidang media seperti melakukan pendidikan bersama dengan mengadakan diskusi tentang media, analisa sosial, pelatihan media dan jurnalistik. Mereka diharapkan mampu mengelola media desa dengan pengetahuan dan keahlian yang sudah diberikan.

Tujuan yang akan dicapai dalam pengelolaan media desa ini tentu saja mengoptimalkan dampak positif dari teknologi media yang berkembang, salah satunya adalah memberikan informasi yang benar dan bukan berita bohong (hoax). Selain itu juga manfaat adanya media desa ini bisa dirasakan oleh masyarakat desa didalam mencari dan mendapatkan informasi yang benar,resmi dan akurat yang diterbitkan oleh tim media desa. Media desa ini juga menjadi sarana untuk pencegahan praktik perdagangan manusia (trafficking).

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Harmoni Kolaborasi Agama, Negara, dan Masyarakat dalam Mengatasi Krisis Lingkungan

Published

on

Sumber: freepik

Akbar Pelayati, Mahasiswa Aqidah dan Filsafat Islam, Uin Alauddin Makassar, Juga merupakan Aktivis HMI MPO Cabang Makassar.

Krisis lingkungan bukan hanya sekadar bencana yang akan melanda bumi kita; ini adalah sebuah panggilan yang mendesak kita untuk bertindak. Di tengah gemerlapnya pergulatan isu-isu global seperti perubahan iklim dan penurunan biodiversitas, dunia kini membutuhkan respons holistik. Itulah mengapa kolaborasi antara agama, negara, dan masyarakat menjadi semakin penting untuk memecahkan masalah dalam menangani tantangan lingkungan.

Dari sudut pandang agama, kita melihat bagaimana nilai-nilai moral dan spiritual memberikan landasan kuat untuk menjaga alam. Konsep ecotheology, misalnya, menggabungkan prinsip-prinsip agama dengan wawasan lingkungan, menawarkan perspektif baru tentang hubungan antara manusia dan alam. Ajaran Islam menekankan penghormatan terhadap lingkungan sebagai bagian integral dari iman, menjadikannya sumber inspirasi bagi individu dan komunitas untuk bertindak bertanggung jawab terhadap lingkungan.

Di sisi lain, peran negara tidak bisa diabaikan. Melalui kebijakan lingkungan yang ketat, negara dapat menciptakan kerangka kerja yang mendukung praktik bisnis berkelanjutan. Program seperti PROPER di Indonesia bukan hanya sekadar alat evaluasi, tetapi juga sebagai pendorong bagi industri untuk bergerak menuju praktik yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, negara juga memiliki peran dalam menggalang kerjasama internasional untuk menangani masalah lingkungan secara bersama-sama.

Namun, tanggung jawab tidak hanya terletak pada pundak agama dan negara. Setiap individu dalam masyarakat memiliki peran penting dalam menjaga lingkungan. Dari tindakan sederhana seperti pengelolaan sampah hingga dukungan terhadap inisiatif lingkungan, setiap langkah kecil memiliki dampak yang besar dalam menjaga keberlanjutan Bumi.

Kolaborasi yang erat antara agama, negara, dan masyarakat adalah kunci untuk mengatasi krisis lingkungan. Dengan bersatu, kita dapat menjaga harmoni antara manusia dan alam, menciptakan lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Tantangan ini bukan hanya panggilan untuk bertindak, tetapi juga kesempatan untuk mewujudkan masa depan yang lebih baik bagi Bumi kita dan semua makhluk yang menghuninya.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending