web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Workshop Kurikulum Perempuan Sinau Desa

Published

on

workshop perempuan sinau desa ft Ngatiyar

Agar perempuan mampu melakukan pengorganisasian dan tampil dalam mengambil keputusan serta sadar akan kondisi hak-haknya menjadi latar belakang diselenggarakannya workshop tim ahli untuk menyusun panduan dan kurikulum “Omah Perempuan Sinau Desa” oleh Mitra Wacana Woman Resource Center (WRC) dengan peserta para staff lembaga dan para undangan di bale pandhoem Jl. Tamansiswa Gg Permadi N0.53 selama tiga hari berturut-turut (2 s/d 4 Mei 2016).

Dalam sambutannya, Rindang Farihah selaku direktur Mitra Wacana WRC menyampaikan bahwa workshop tersebut diharapkan mempu melahirkan panduan dan kurikulum yang sesuai dengan kondisi lapangan, terutama untuk bekal pendampingan di lokasi program lembaga, Kulon Progo, Yogyakarta. Rindang menambhakan, bahwa keberadaan para ahli yang terlibat dalam penyusunan kurikulum ini untuk memberikan perspektif yang adil dan setara khususnya bagi perjuangan perempuan di desa.

Dipandu oleh fasilitator workshop Sri Hidayati (ACCES), para ahli yang diundang Mitra Wacana menyumbangkan ide, pandangan-pandanganya terkait dengan penyusunan panduan dan kurikulum. Para ahli yang turut hadir diantaranya; Titik Istiyawatun Khasanah (aktivis/pegiat gender), Sunaji Zamroni (IRE), AS. Burhan (LASKAR), Nieke T. Jahya (CCES), Alimah Fauzan (INFEST), Wasingatu Zakiyah (IDEA), Tri Chandra Aprianto (SAINS Institute), Nadlroh As Sariroh (Koalisi Perempuan Indonesia) dan Isti Atun (Aktivis/Mitra Wacana).

Titik Istiyawatun dalam pemaparannya mengungkapkan bahwa salah satu persoalan buruh migran adalah trafficking, oleh karena itu Mitra Wacana memiliki visi besar mewujudkan masyarakat adil gender. Sunaji Zamroni menyatakan bahwa desa adalah entitas yang tidak berdiri sendiri, oleh karena itu perempuan haruslah terhubung dengan system sebagaimana amanat UU Desa. AS Burhan, menambahkan bahwa desa bukan lagi bagian dari supra desa (kabupaten). Menurutnya desa adalah ujung tombak pelayanan publik. Isti Atun, lebih banyak mengungkapkan persoalan ketidak adilan dan kekerasan terhadap perempuan yang selama ini masih dialami para perempuan. Menurut saya materi keadilan gender juga perlu menyisipkan hak azasi perempuan (HAP), ungkapnya.

Tim ahli lain, Nieke T. Jahya lebih banyak menyoroti persoalan system informasi desa berbasis aplikasi. Menurutnya, ada problem dalam system informasi desa (SID), yaitu data menjadi linier, hanya diketahui oleh pemerintah desa dan sifatnya top down. Oleh karena itu, kurikulum ini ada baiknya memasukkan SID untuk membuka akses bagi perempuan, ungkap Nieke. Menurut Wasingatu Zakiyah, permasalahan perempuan meskipun sudah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJMDes), namun bila tidak ada rupiah yang diberikan kepada kelompok perempuan maka tetap saja tidak berguna. Dalam pemaprannya, Alimah Fauzan mengungkapkan persoalan skala prioritas. Ada baiknya dalam penyususunan kurikulum nanti ada skala prioritas yang berkaitan dengan layanan dan pembuatan informasi serta melakukan identifikasi peran. (tnt)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending