Tsani Najiah Volunteer Mitra Wacana
Quarter Life Crisis, istilah yang akhir akhir ini marak diperbincangkan kaum muda, atau channel channel Youtube pengembangan diri. Mengapa marak diperbincangkan? Karena ‘Katanya’ saat ini, kebanyakan kaum muda berusia 20 sampai 30 tahun sedang berjuang untuk melalui fase ini. jadi, apa sih quarter life crisis itu?
Quarter Life Crisis adalah krisis yang dialami seseorang berusia 20-30 tahun, quarter life crisis merupakan sebuah periode ketika seseorang cemas, ragu, gelisah, dan bingung terhadap tujuan hidupnya. Tidak hanya tujuan, kondisi ini terjadi pula pada orang yang ragu pada masa depan dan kualitas hidup, seperti pekerjaan, asmara, hubungan dengan orang lain, hingga keuangan.
Lalu, apa efek samping yang kita rasakan pada fase ini? ketika berada di fase ini, kita sering merasa ‘insecure’ melihat pencapaian orang lain, merasa diri selalu kurang dalam apapun, serta bingung apa lagi yang akan ia lakukan untuk tujuannya, karena terkungkung dalam fase ini, akhirnya kita lupa terhadap komitmen kita pada diri kita sendiri.
Maka yang menjadi tuntutan untuk melewati fase ini adalah bagaimana memilih dan menghidupkan komitmen atas pilihan itu. Disinilah kita perlu mengadakan suatu pembatasan diri terhadap kebebasan kita. kita mengambil dan meletakkan pilihan kita pada suatu prioritas hidup yang pada akhirnya menghantar kita untuk mencapai pembentukan jati diri. Karena proses akan menjadi cara terbaik menikmati hidup yang penuh warna.
Berhentilah membandingkan kita dengan orang lain, karena setiap orang mempunyai kesempatan masing masing untuk bersinar pada masanya.
Namun, sekarang coba kita refleksikan fase ini dari sudut pandang yang sedikit berbeda.
Terkadang terbesit dalam diri pantaskah kita melalui fase quarter life crisis ini?
Pernahkah ada pernyataan itu dalam benak diri kita?
Pantaskah kita terkungkung, terjatuh, overthingking, insecure dengan alasan sedang berjuang di fase sulit QLC ini?
Dari hasil diskusi santai di Mitra Wacana, dan kebetulan tema nya ini quarter life krisis, makna yang ditawarkan pada saat itu sangat berbeda dengan yang biasa kita dapatkan dari motivator atau channel youtube pengembangan diri lainnya.
Quarter life crisis merupakan fase naik kelas, menuju kehidupan selanjutnya. Namun terkadang, orang-orang menjadikan alasan fase ini untuk overthingking, insecure, galau, cemas pada masa depan kita nanti. Dan akhirnya, apa yang terjadi? Hari-hari kita jadi lebih kurang produktif, karena berkutat dalam masalah ini.
Jangan pernah terjebak dalam fase QLC ini, jangan menyerah, justru lawan dan perjuangkanlah rasa itu. Jadikan fase ini sebagai tantangan agar kita maju ke fase selanjutnya yang tentunya lebih sulit untuk kita taklukan.
Karena pada usia 20 sampai 30 tahun merupakan usia produktif, kita bisa melakukan dan mencoba segala hal, apa jadinya hidup ini jika pada usia ini diisi dengan hari-hari yang galau, gelisah bahkan tidak memberikan perubahan apapun.
Coba kita beranjak ke belakang sejenak. Beberapa tokoh berpengaruh di dunia, apakah pada usia 20 mereka terkungkung dalam kegelisahan dan keputusasaan? Tidak, justru lebih muda dari usia itu mereka berjuang mati matian untuk Negara, bangsa dan agamanya. Melatih kemampuan diri, mengasah keilmuan apapun dan selalu mengisi hari hari nya dengan hal yang bermanfaat.
Sebelumnya, tentu sudah kita ketahui, bahwa masa depan merupakan hak preoregatif illahi, maka kita pun tidak bisa mencampuri, atau memikirkannya terlalu jauh. Kita hari ini, merupakan kita di masa depan.
Lalu, apa yang sebenarnya harus kita lakukan menghadapi fase ini?
Tanyakan kembali dalam diri, apa yang sebenarnya menjadi tujuan hidup ini? Untuk apa kita dicipta ke dunia ini. Sehingga ketika kita sudah paham dan tahu, dimana pun kita berada kita bisa mengambil peran dan memberikan manfaat.
Ubahlah cara pandang kita, jangan pernah membandingkan kemampuan diri dengan pencapaian orang lain. Karena semua orang mempunyai waktu paling baiknya sendiri dengan cara terbaiknya masing-masing, yang terpenting hari ini adalah melakukan yang terbaik untuk masa depan kita di dunia maupun di kehidupan kelak nanti.
- Puasa Media Sosial
Salah satu cara ampuh menghadapi ini adalah, puasa media social. Berikan waktu untuk diri sendiri melakukan hal yang disukai, namun tidak bermain di media social, seperti mengikuti seminar, berbaur dengan keluarga, sahabat dan tetangga, serta kegiatan positif lainnya yang menjauhkan kita dari dunia media social yang merupakan realitas semu. Rencanakan kembali tujuan awal hidup kita, sesekali ceritakan pada orang terdekat kita, agar selalu ada orang yang mengingatkan ketika kita lupa, dan menguatkan ketika kita terjatuh.
Jadi, sudah siapkah kita berjuang melawan fase ini?