Opini
AKI dan Layanan Kesehatan Adil Gender
Published
6 years agoon
By
Mitra WacanaOleh: Nofiska Ade Lutfiah (internship student from UNS)
Sustainable Development Goals atau yang dikenal dengan sebutan SDG’s merupakan keberlanjutan dari program Millenium Development Goals (MDG’s) yang mulai diluncurkan pada tahun 2015 oleh United Nation Development Program (UNDP) sebagai badan di bawah PBB guna membantu negara-negara dunia ketiga menjadi negara mandiri dan sejahtera. Program SDG’s mempunyai beberapa tujuan yang disebut dengan (17) tujuan pembangunan berkelanjutan, salah satunya adalah kehidupan sehat dan sejahtera yang terletak pada tujuan nomor tiga atau Goal (3).
Dicapainya kehidupan sehat dan sejahtera memberikan harapan yang lebih besar lagi salah satunya dalam menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dari target MDG’s sebesar 102.000 per 100.000 kelahiran hidup (KH) menjadi 70 per 100.000 KHpada tahun 2030 sebagai target SDG’s. Namun sayang sekali, hasil evaluasi Millenium Development Goals pada tahun 2015 mengatakan bahwa AKI Indonesia melambung tinggi sebanyak 305 per 100.000 KH (Survei Penduduk Antar Sensus, 2015). Itulah mengapa tidak heran jika Indonesia diganjar rapor merah atas tertinggal jauhnya pencapaian dengan target yang telah ditetapkan. Untuk menurunkan AKI, UNDP juga telah memikirkan mengenai faktor budaya di masyarakat yang diduga akan turut mempengaruhinya sehingga dicetuskan pula tujuan nomor lima atau Goal (5), yaitu tercapainya kesetaraan gender. Mengenai hal ini, kesetaraan gender sangat berperan penting dalam mencapai kesetaraan akses dan kontrol terhadap kesehatan seksual, reproduksi dan hak-hak reproduksi antara laki-laki dan perempuan.
Penjabaran di atas diperkuat dengan adanya hasil penelitian terkait penyebab kematian Ibu dan bayi baru lahir yang telah dilakukan oleh AIPI (Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia) dari bulan Juni 2016 hingga Maret 2018. Hasil penelitian mengungkapkan beberapa faktor yang menjadi penyebab kematian Ibu dan bayi baru lahir, salah satunya ialah faktor budaya. Mereka menemukan bahwa ketimpangan gender masih menghantui Ibu saat ingin menentukan tempat bersalin yang cocok untuk kondisi kesehatan dan kebutuhannya. Bahkan ada beberapa daerah di Indonesia yang tidak membolehkan Ibu memilih sendiri tempat bersalinnya, salah satunya pada masyarakat perbatasan di Papua yang mengharuskan Ibu melahirkan seorang diri di pinggir sungai. Begitu juga dengan budaya patriarki (Konstruksi sosial yang lahir dan berkembang di masyarakat mengenai pembagian peran laki-laki dan perempuan, dimana peran laki-laki lebih mendominasi perempuan dan dengan dominasinya tersebut mereka dapat melakukan eksploitasi terhadap perempuan yang mewujud dalam praktik sosial, ekonomi, politik, maupun budaya baik dalam ruang privat maupun publik) yang masih kental pada masyarakat, pemilihan tempat bersalin tak jarang harus mendapatkan persetujuan dari suami, atau bahkan hanya suami yang memiliki kontrol untuk menentukan tempat bersalin sang istri.
AIPI juga menemukan kasus dimana perempuan yang akan melahirkan sudah dalam keadaan darurat namun nyawanya tidak tertolong, hal tersebut lantaran keluarga terdekat melarang untuk dirujuk ke rumah sakit atau tidak cepat mengambil keputusan karena lebih memilih berunding terlebih dahulu dengan keluarga besar. Padahal hanya istri yang mengetahui persis apa yang mereka rasakan dan mereka butuhkan. Ditambah hal tersebut tentu saja didukung dengan arahan dan rekomendasi tenaga kesehatan yang menanganinya. Terkait pengambilan keputusan merujuk ke Rumah Sakit pada ibu hamil, memang masih ada beberapa keluarga yang mengandalkan keputusan sepihak dari suami atau jika suami tidak memungkinan karena sedang tidak mendampingi sang istri, keluarga lah yang diandalkan. Fenomena tersebut merupakan buah dari konstruksi gender yang lahir di masyarakat bahwa suami ialah kepala rumah tangga sebagai pemilik hak dan wajib mengatur serta memutuskan segala sesuatu. Namun sayangnya, akan tidak tepat jika kebutuhan kesehatan sang ibu hamil juga diatur oleh suami yang belum tentu memahami secara komprehensif tentang proses-proses persalinan. Kita semua paham jika dalam proses persalinan, bukan hanya menyangkut jiwa sang ibu tetapi juga si calon bayi yang akan lahir ke dunia.
Selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Septiana Juwita (2015), menyimpulkan bahwa peran suami dan istri dalam rumah tangga untuk pengambilan keputusan rujukan ke Rumah Sakit masih menekankan pada budaya patriarki. Septiana menemukan bahwa istri tidak memiliki kontrol dalam keuangan, pemeriksaan kehamilan, informasi, dan persiapan persalinan. Pemegang kontrol tersebut justru ada pada suami. Sungguh ironis munculnya fenomena tersebut. Oleh karena itu, untuk meraih prestasi dalam rapor MDG’s pada tahun 2030, diperlukan upaya yang lebih menyeluruh untuk meminimalisir atau bahkan mencegah terjadinya AKI yang relatif masih tinggi. Menyeluruh artinya melibatkan berbagai pihak dan tidak mengabaikan faktor lain seperti kesehatan, pendampingan hukum, konseling meskipun dalam tingkat yang kecil.
Jika melihat dengan kacamata gender, setiap orang memiliki hak yang sama untuk diperlakukan secara adil. Oleh karena itu selain hak atas akses layanan kesehatan yang komprehensif, seorang istri juga memiliki hak melakukan pengawasan selama proses pemeriksaan kehamilan, mendapatkan informasi yang lengkap, dan persiapan persalinan. Akan lebih bijak jika pada saat trimester pertama kehamilan, suami istri, dan tenaga kesehatan yang menangani, seperti bidan atau dokter, bermusyawarah terlebih dahulu mengenai perencanaan persalinan dan membuat kesepakatan jika ada hal-hal tidak diinginkan terjadi pada kehamilan sang istri.
Biodata Penulis
Nama Lengkap : Nofiska Ade Lutfiah
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Email : nofiskaa@gmail.com
Pengalaman Organisasi
- Staff Kementerian Kesekretariatan BEM FISIP UNS 2016/2017
- Staff Nisaa’ LKI FISIP UNS 2017/2018
- Sie Acara Retrociology 2016
- Koordinator Humas Kamus Goes to School 2017
- PJ Lomba Paper dalam Diskusi Publik Solo Raya 2017
- Sie Sekretaris Spektrum FISIP UNS 2017
- Sie Muslimah Upgrading Series 2017/2018
- Koordinator Sekhumjin Seminar Nasional dan Konferensi Sosiologi Perkotaan 2018
You may like
Opini
Pentingnya Muamalah untuk Kehidupan Islami Masa Kini
Published
2 days agoon
15 January 2025By
Mitra WacanaPenulis : Aqiela Rahmaniyah Taufiq dan Aulia Rahmi ( Mahasiswa Program Studi Psikologi, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka)
Apa itu Muamalah?
Muamalah secara umum merujuk pada interaksi dan hubungan antar manusia dalam aspek kehidupan duniawi, seperti perdagangan, ekonomi, sosial, dan politik. Dalam Islam, muamalah diatur agar berjalan sesuai dengan prinsip syariat. Muamalah dalam Islam yang secara umum merujuk pada hubungan antar manusia. Konsep ini mencakup beragam aspek kehidupan sehari-hari, mulai dari transaksi jual beli dan perjanjian hingga interaksi sosial lainnya. Muamalah memegang peranan yang sangat krusial dalam kehidupan umat Islam saat ini. Dari upaya menjaga keharmonisan sosial hingga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, muamalah berfungsi sebagai fondasi bagi umat Islam untuk berinteraksi dan memberikan kontribusi positif kepada masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi umat Islam untuk memahami dan menerapkan prinsip-prinsip muamalah dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, mereka dapat menjalani kehidupan yang sejalan dengan nilai-nilai Islam sekaligus menghadapi tantangan era modern dengan bijaksana.
Mengapa Muamalah penting?
Pertama, muamalah dalam Islam menekankan pentingnya menjaga keadilan dalam setiap transaksi. Dengan tegas, Islam melarang segala bentuk penipuan, riba, dan praktik bisnis yang merugikan pihak lain. Prinsip keadilan ini menjadi dasar bagi terjalinnya hubungan sosial yang harmonis. Ketika setiap individu merasa diperlakukan secara adil, rasa saling percaya dan hormat pun akan tumbuh dengan sendirinya.
Kedua, praktik muamalah berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Dengan menghindari tindakan merugikan seperti spekulasi dan penimbunan, muamalah mendorong terciptanya ekonomi yang berfokus pada produksi dan distribusi yang adil. Ekonomi yang sehat akan membawa manfaat bagi seluruh lapisan masyarakat.
Ketiga, muamalah memainkan peran penting dalam membentuk karakter individu yang mulia. Melalui penerapan prinsip-prinsip muamalah, seseorang akan terbiasa dengan sikap jujur, amanah, dan bertanggung jawab. Nilai-nilai ini membentuk karakter yang kuat dan menjadi fondasi utama untuk meraih kesuksesan dalam kehidupan.
Keempat, muamalah juga memperkuat persatuan umat. Dengan saling membantu dan bekerja sama dalam kebaikan, umat Islam akan semakin mempererat tali persaudaraannya. Persatuan umat merupakan kunci kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.
Dalam era globalisasi, Muamalah juga menjadi semakin relevan sebagai pedoman dalam menjalankan bisnis dan berinteraksi dengan orang-orang dari berbagai latar belakang budaya. Muamalah, sebagai aturan dalam Islam yang mengatur hubungan antarmanusia, memiliki peran yang sangat krusial dalam kehidupan kita. Berikut adalah beberapa alasan mengapa muamalah begitu penting:
- Menjaga Ketertiban dan Keadilan dalam Masyarakat
- Mencegah konflik : Pendekatan yang berlandaskan pada prinsip-prinsip muamalah seperti keadilan, kejujuran, dan penghormatan terhadap sesama sangat penting dalam mencegah konflik dan menyelesaikan perselisihan. Prinsip-prinsip ini menjadi fondasi untuk menciptakan harmoni sosial.
- Menjamin hak setiap individu : memastikan bahwa setiap orang memperoleh haknya dengan adil, baik dalam konteks transaksi ekonomi maupun dalam hubungan sosial. Dengan demikian, kita membangun masyarakat yang seimbang dan berkeadilan.
- Membangun Hubungan Sosial Yang Harmonis
- Menguatkan tali silaturahmi : Muamalah mengajarkan kita pentingnya menjaga hubungan harmonis dengan semua orang, baik itu keluarga, teman, maupun masyarakat secara umum.
- Menciptakan lingkungan yang kondusif : Dengan menerapkan nilai-nilai muamalah, kita dapat membangun suasana yang aman, nyaman, dan saling mendukung.
Dalam konteks kehidupan modern, prinsip muamalah memiliki relevansi yang tinggi. Di tengah intensitas persaingan dan arus individualisme yang semakin kuat, nilai-nilai muamalah hadir sebagai penyeimbang yang sangat diperlukan. Dengan memahami dan menerapkan prinsip-prinsipnya, kita dapat berkontribusi untuk membangun masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan harmonis.
Dalam konteks kehidupan Islami saat ini, muamalah memainkan peran penting dalam menjaga keharmonisan sosial. Prinsip-prinsip etika yang menekankan pada kejujuran, keadilan, dan saling menghormati menjadi landasan dalam membangun hubungan yang baik antarindividu. Menghadapi tantangan zaman modern, seperti kemunculan teknologi baru dan berkembangnya platform digital, merupakan bagian dari dinamika muamalah. Umat Islam perlu senantiasa memperbarui pemahaman mereka tentang muamalah agar dapat beradaptasi dengan perubahan tersebut tanpa melanggar nilai-nilai syariah. Dalam konteks ini, pendidikan dan kesadaran masyarakat memegang peranan yang sangat penting. Pemahaman yang baik tentang muamalah akan membekali generasi muda dengan keterampilan serta pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang bijak.
Berikut adalah beberapa contoh penerapan muamalah dalam kehidupan sehari-hari:
- Bisnis: Mengimplementasikan prinsip-prinsip muamalah dalam praktik bisnis syariah.
- Keluarga: Membangun keluarga yang sakinah, mawaddah, warahmah.
- Masyarakat: Aktif berpartisipasi dalam berbagai kegiatan sosial dan kemasyarakatan.
Dalam konteks yang lebih luas, muamalah memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk menjalin kerjasama dengan berbagai komunitas, baik di dalam maupun di luar lingkungan Muslim. Kerja sama ini tidak hanya menguatkan hubungan antarindividu, tetapi juga berperan dalam menyebarkan nilai-nilai Islam yang sejalan dengan prinsip rahmatan lil-alamin. Dengan demikian, umat Islam dapat berfungsi sebagai agen perubahan yang positif dalam masyarakat.
Surat An-Nisa Ayat 29
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تَأْكُلُوْٓا اَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ اِلَّآ اَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِّنْكُمْ ۗ وَلَا تَقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيْمًا
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
Perbedaan Muamalah Dengan Transaksi Konvensional
Muamalah dan transaksi konvensional, meskipun keduanya melibatkan pertukaran barang atau jasa, memiliki perbedaan mendasar yang bersumber dari nilai-nilai dan prinsip yang melandasinya.
Prinsip Dasar yang Membedakan
- Sumber Hukum
- Muamalah: Berlandaskan pada Al-Qur’an dan Sunnah, serta ijma’ ulama, setiap transaksi dalam muamalah harus sesuai dengan syariat Islam.
- Transaksi Konvensional: Didasarkan pada hukum positif yang berlaku di negara, teori ekonomi, serta kesepakatan bersama.
- Tujuan Transaksi
- Muamalah: Dalam muamalah, tujuan tidak hanya sekadar mencari keuntungan, tetapi juga untuk mencapai kemaslahatan umum, menegakkan keadilan, dan menciptakan keseimbangan dalam kehidupan.
- Transaksi Konvensional: Di sisi lain, fokus utama dari transaksi konvensional adalah pada pencapaian keuntungan maksimum, efisiensi, dan pertumbuhan ekonomi.
- Objek Transaksi
- Muamalah: Setiap transaksi harus memenuhi prinsip halal dan memberikan manfaat. Transaksi dengan barang yang haram, seperti riba, khamar, dan hasil dari tindakan kriminal, dilarang.
- Transaksi Konvensional: Secara umum, tidak ada batasan ketat, selama transaksi tersebut sesuai dengan hukum yang berlaku di negara.
- Cara Transaksi
- Muamalah: Dalam muamalah, prinsip utama yang diutamakan adalah kejujuran, transparansi, dan keadilan. Praktik-praktik yang merugikan pihak lain, seperti riba, gharar (ketidakpastian), dan maisir (judi), harus dihindari.
- Transaksi Konvensional: Berbeda dengan muamalah, transaksi konvensional menawarkan lebih banyak fleksibilitas dan variasi, sering kali melibatkan beragam instrumen keuangan yang kompleks.
- Kontrak
- Muamalah: Kontrak harus dirumuskan dengan jelas, adil, dan mengikat bagi kedua belah pihak. Seluruh syarat yang tercantum dalam kontrak perlu sesuai dengan prinsip-prinsip syariat Islam.
- Transaksi Konvensional: Kontrak ini didasarkan pada kesepakatan bebas antara kedua belah pihak, tanpa ada batasan yang berkaitan dengan agama.
Perbedaan mendasar ini memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan ekonomi. Muamalah berkontribusi pada terbentuknya sistem ekonomi yang adil, berkelanjutan, dan berfokus pada kesejahteraan masyarakat. Di sisi lain, transaksi konvensional sering kali menyebabkan ketidaksetaraan, eksploitasi, dan berbagai krisis ekonomi.
Tantangan dan Solusi Kontemporer: Dampak Digitalisasi, Konsumerisme, dan Globalisasi
Saat ini, dunia sedang mengalami transformasi yang cepat dan mendalam sebagai akibat dari digitalisasi, konsumerisme, dan globalisasi. Ketiga faktor ini saling terkait dan memberikan dampak signifikan pada berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, sosial, dan budaya. Di satu sisi, mereka membawa banyak manfaat, seperti kemudahan akses informasi, peningkatan produktivitas, dan konektivitas global. Namun, di sisi lain, muncul beragam tantangan kompleks yang memerlukan solusi inovatif.
Tantangan yang dihadirkan oleh digitalisasi, konsumerisme, dan globalisasi sangatlah kompleks dan saling terkait. Untuk menghadapi tantangan ini, dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat luas. Solusi yang efektif harus bersifat holistik dan berkelanjutan, melibatkan berbagai sektor serta semua pemangku kepentingan.
Kesimpulan
Ber muamalah, merupakan interaksi dan hubungan antar manusia dalam aspek kehidupan duniawi, memainkan peranan penting dalam kehidupan umat Islam masa kini. Prinsip-prinsip muamalah, seperti keadilan, kejujuran, dan transparansi, membantu menciptakan masyarakat yang harmonis, berkeadilan, dan sejahtera. Muamalah juga mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan membentuk karakter individu yang mulia. Selain itu, muamalah mempererat persatuan umat Islam dan memperkuat hubungan antarindividu, baik di dalam maupun luar komunitas Muslim.
Dalam menghadapi tantangan globalisasi, digitalisasi, dan konsumerisme, penerapan prinsip muamalah semakin relevan. Muamalah menyediakan pedoman bagi umat Islam untuk beradaptasi dengan perubahan zaman tanpa melanggar nilai-nilai syariat. Oleh karena itu, pendidikan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya muamalah sangat diperlukan agar dapat menciptakan lingkungan yang adil, damai, dan penuh kerjasama. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip muamalah dalam kehidupan sehari-hari, umat Islam dapat berperan sebagai agen perubahan yang positif bagi masyarakat luas.