web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Kisah WOCA

Published

on

Suasana pelatihan P3A di Banjarnegara

Oleh Casmini (Anggota P3A WOMEN CARE Karangjati Banjarnegara)

Hari ini Minggu tanggal 8 Oktober 2017 kami ibu ibu dari P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak) Women Care (woca) Karangjati berkumpul di aula Balai Desa Karangjati dalam acara pertemuan rutin yang diadakan rutin setiap 1 bulan sekali, semua anggota Woca tampak bersemangat dalam acara ini, termasuk saya yang belum begitu lama ikut bergabung dalam organisasi ini.

Saya Casmini lahir di desa Karangjati tanggal 18 September tahun 1973. Saya Ibu rumah tangga biasa yang sangat awam tentang organisasi pada awalnya. Tetapi sejak saya diajak oleh bu Yayuk, salah satu perangkat desa Karangjati, untuk bergabung dalam organisasi ini. Saya merasa sangat senang sekaligus sangat menyesal kenapa saya tidak dari dulu ikut bergabung dalam organisasi ini. Karena bu Yayuk lah saya sejak tanggal 22 november 2016 saya bergabung dengan ibu-ibu Woca, yang sudah dari tanggal 17 Oktober 2014.

Sebagai terbentuknya organisasi perempuan dari Karangjati yaitu P3A Women Care (woca). Beliau memang anggota Woca yang lama dan alkhamdulillah ibu-ibu anggota Woca yang lain mau menerima saya dengan baik, sebagai anggota Woca yang baru dengan segala kekurangannya, terutama tentang ilmu-ilmu yang sudah di dapat dari pendamping-pendamping Mitra Wacana WRC. Sekali lagi saya sangat menyesal kenapa tidak dari dulu saya tidak bergabung dengan ibu-ibu Woca yang lain.

Karena setelah saya ikut bergabung ternyata banyak sekali ilmu-ilmu yang di dapat dalam organisasi ini. Sebelumnya saya tidak pernah tahu apa itu Gender, parenting, apalagi tentang kekerasan yang meliputi kekerasan psikis, seksual, kekerasan ekonomi, kekerasan sosial, dan kekerasan politik.

Tapi setelah saya menjadi anggota Woca Alhamdulillah sedikit demi sedikit saya mulai mengerti tentang itu semua. Walaupun masih banyak sekali kekurangan saya dibandingkan ibu-ibu Woca yang lain. Untungnya ibu-ibu P3A Woca Karangjati adalah ibu-ibu yang baik hati dan terbuka tentang ilmu-ilmu tersebut. Beliau-beliau terus mencambuk saya dengan sering-sering diikut sertakan dalam bersosialisasi ke sekolah-sekolah. Baik sekolah dasar maupun sekolah-sekolah lanjutan.

Walaupun saya belum bisa menjadi pemateri sosialisasi tentang ilmu-ilmu tersebut setidaknya saya bisa jadi tambah mengerti tentang ilmu-ilmu tersebut, dan penanggulangannya, terutama dalam penanggulangan bermacam-macam kekerasan. Jujur kami akan sangat bangga sebagai anggota P3A apabila bisa menangani kasus disekitar kami, baik kasus kekerasan baik kekerasan psikis seksual ekonomi sosial dan politik.

Kami sebagai anggota P3A dapat mengatasi masalah tersebut. kami tidak akan menyerah dalam mengatasi masalah walaupun banyak sekali kendalanya. Bahkan yang paling sulit diatasi adalah kendala dari si korban sendiri karena faktor malu atau diancam oleh si pelaku.

Kami akan dengan sabar tetap mendampingi si korban, sampai si korban mau menceritakan kejadian yang dialaminya. Dan kami dengan segala kemampuan kami akan memberi pendampingan dan mengatasi masalahnya. Meskipun saya pribadi belum pernah mendampingi korban secara langsung, tetapi saya sudah mempunyai gambaran dalam pendampingan korban karena saya mendengar dan belajar dari bu Darini sebagai anggota lain dari Woca. Tapi saya berharap disekitar kita tidak ada korban dan tidak ada kasus apapun kasusnya. Kalaupun kami tidak bisa mengatasi bila korban menyetujui kami akan mengajak korban melapor kepada instansi terkait (PPT Kecamatan, P2TP2A , Polsek, Polres, Unit PPAA)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending