KULONPROGO, iNews.id – Kejahatan terorisme menjadi ancaman nyata di Indonesia. Pola perekrutan teroris kerap menyasar kalangan perempuan dan anak yang dinilai mudah disusupi ideologi radikalisme.
“Perempuan dan anak sekarang rentan direkrut pelaku terorisme,” kata Direkur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol M Hamli pada seminar Pencegahan Radikalisme Ekstrem, dan Terorisme di Aula Adikarto, Kompleks Pemkab Kulonprogo, Selasa (23/012018).
Hamli mengatakan, peran keluarga sangat penting sebagai benteng terdepan dan terakhir dalam pencegahan. Orang tua harus mengawasi anak yang keluar rumah, komunitas dan kegiatan yang mereka diikuti, serta memantau penggunaan media sosial (medsos). “Anggota keluarga harus aktif saling menghubungi. Pemahaman tentang agama harus diberikan pada mereka,” ujarnya.
Menurut Hamli, pada akhir 2017 jaringan ISIS yang terjepit telah menyebarkan paham baru. Semua pengikut diminta kembali ke negaranya untuk menyerang pemerintah. Mereka inilah yang kemudian menggunakan perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri.
“Masyarakat harus menyadari hal ini. Embrio itu sudah mulai muncul di tengah kita, mulai dari penolakan kegiatan upacara, vaksinasi hingga beberapa hal lain yang mengarahkan kepada jihad tidak rasional,” kata Hamli.
Dia menuturkan, ada beberapa perempuan yang ditangkap karena menjadi pelaku dan bagian terorisme. Mereka direkrut dengan iming-iming gaji tinggi. Karena itu, semua pihak juga diminta mengantisipasi kerawanan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri.
Hamli mengingatkan, perempuan harus aktif untuk ikut melawan paham radikal dan terorisme. Banyak ormas seperti Aisyiyah, Muslimat atau organisasi lain yang positif dan berani melawan paham seperti itu di medsos.
Direktur Mitra Wacana Woman Resource Center (WRC) Rindang Farihah menambahkan, lembaganya semula hanya fokus mendampingi perempuan dan anak, khususnya para pekerja migran. Namun sejak 2013, mencuat isu TKI yang menjadi sasaran perekrutan terorisme dan sudah ada dua orang yang diduga terlibat. Perempuan dianggap sebagai mitra yang paling efektif dalam mendidik anak. “Karena itu perempuan harus maju, harus aktif dan ikut aktif dalam mencegah terorisme,” jelasnya.
Kepala Forum Komunikasi Pencegahan Terorisme DIY, Abdul Muhaimin, mengatakan, perempuan saat ini tidak hanya menjadi korban terorisme, tetapi juga menjadi mediator hingga perancang bom. Hal ini tidak lepas dari banyaknya faktor yang mempengaruhi. Mulai dari faktor ekonomi (kemiskinan dan kesejahteraan rendah), pernikahan agama (istri taat kepada suami) maupun stereotype yang patuh dan tidak pernah menuntut. Perempuan juga dinilai sosok yang lemah lembut dan tidak akan pernah mengira akan mejadi pelaku terorisme “Banyak yang direkrut lewat perkawinan, dari suami yang ikut ISIS,” tutur Muhaimin.
Sumber: http://www.inews.id/daerah/yogya/perempuan-dan-anak-jadi-sasaran-rekrutmen-terorisme