web analytics
Connect with us

Opini

Bukan Sekedar Pasangan

Published

on

Wahyu Tanoto

Wahyu Tanoto

oleh Wahyu Tanoto

Dalam sebahagian besar pandangan masyarakat (baca; Jawa) suami hampir selalu dianggap sebagai sosok “pengatur”, baik dalam wilayah domestik (rumah tangga) maupun publik. Sebaliknya, tidak jarang istri dianggap sebagai “konco wingking” yang dicitrakan seperti cermin dan bedak yang hanya bisa melakukan kegiatan meliputi tiga hal; dapur, sumur dan kasur atau bahkan yang lebih kentara lagi istri kerapkali dipandang sebagai manusia nomer dua (inferior) yang digambarkan hanya bisa mamah (makan) dan mlumah (siap pakai). 

Pandangan tersebut di atas sesungguhnya dilatar belakangi karena adanya persoalan kebiasaan yang seolah-olah telah menjadi budaya, yaitu “kultur” yang lebih mengunggulkan salah satu jenis kelamin saja, yaitu laki-laki (patriarkhi). Benarkah demikian? Mari kita tengok salah satu ajaran yang dijadikan pedoman serta telah diyakini kebenarannya selama puluhan bahkan ratusan tahun, yaitu bahwa suami adalah panutan istri sebaliknya istri adalah bayangan suami. Sebagai seorang suami, laki-laki seolah mendapatkan kekuatan penuh untuk mengkontrol kehidupan rumah tangga, dan otoritas yang dimiliknya memberikan keleluasaan berbuat sesuka hati tanpa ada batasan, artinya apapun boleh dilakukan seorang suami terhadap istrinya, meskipun hal ini tidak jarang dilakukan dengan alasan yang relatif tidak mudah diterima akal sehat.  

Pendapat demikian ini, adalah pandangan umum yang sejauh ini diyakini kebenarannya secara sepihak tanpa mencoba melakukan kajian yang lengkap secara tekstual atau bahkan secara kontekstual; bahwa suami memiliki otoritas peran paling dominan, terutama dalam kehidupan berumah tangga. Sebagai seorang suami, menurut hemat saya tidaklah selamanya otoritas yang dimiliki oleh suami selalu bermakna baik dan menjamin kehidupan yang harmonis serta menjadi garansi kebahagiaan dalam berumah tangga.

Dalam catatan saya, sudah terlalu banyak peristiwa gugatan oleh istri kepada suami yang berujung pada perceraian karena persoalan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan atau karena alasan lain yang dibenarkan sebagai akibat dari “ketiadaan” nilai-nilai equality (kesetaraan), pembagian peran yang jauh dari kata sportif dan melestarikan doktrin yang berbunyi lanang (jawa; ala tapi wenang). Disini, sesunggunhya seorang istri sedang di eliminasi hak-haknya oleh suami. Meski demikian, ada pula masyarakat (perempuan) yang setuju dengan pendapat tersebut.

Banyak hal yang sebenarnya sebaiknya dilakukan oleh seorang suami terhadap istrinya dalam membina hubungan rumah tangga sebagai upaya untuk mencapai keluarga yang rukun (setara), harmonis (menghindarai kekerasan) sehingga impian semua orang dapat tercapai; menikmati keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah. Salah satu perbuatan yang dapat dilakukan, menurut Rizem Aizid penulis buku menjadi suami yang melengkapi kekurangan istri adalah dengan cara membangun kesepahaman dan kebersamaan dengan pasangan untuk bersedia saling melengkapi yaitu berusaha terus-menerus melakukan yang terbaik dan bertindak serta bersikap yang berafiliasi/bernuansa dengan nilai-nilai kesalehan, sebagaimana salah satu ajaran kitab suci, bahwa sesungguhnya istri adalah pakaian suami dan suami adalah pakaian istri.

Sebagai pasangan yang saling melengkapi, sesungguhnya hal ini bukanlah pekerjaan yang ringan, karena keduanya pastilah dituntut akan tugas dan tanggung jawab yang setara; yakni saling menjaga, mengingatkan, menguatkan, mengayomi, dan melindungi pasangan serta mensuguhkan perilaku-perilaku lain yang mencerminkan akhlaqul karimah (perilaku mulia). Satu alasan paling terkenal kenapa suami/istri harus saling melengkapi karena manusia adalah makhluk sosial (cenderung) “lemah” yang selama ini dikonotasikan hanya dimiliki oleh satu jenis kelamin saja yaitu perempuan/istri. Dan, hanya karena faktor konstruksi budaya-lah sebagai salah satu penyumbang anggapan tersebut, menjadikan perempuan relatif tidak memiliki posisi tawar dibanding laki-laki di tengah kehidupan bermasyarakat.

Dalam pandangan saya yang tengah mengalami menjadi suami, sebenarnya baik istri maupun suami sifatnya berkait kelindan atau dalam bahasa sehari-hari biasa dimaknai saling terhubung. Oleh karenanya,  salah satu hal yang relevan dilakukan dalam rumah tangga adalah melakukan pembicaraan dan diskusi atau yang sering disebut musyawarah. Lebih dari itu sebenarnya musyawarah merupakan ajaran  mulia turun menurun yang tampaknya saat ini mulai tergerus keberadaannya.

Dalam kaca mata saya, musyawarah saat ini adalah cara terbaik yang dapat dilakukan oleh suami/istri sebagai suatu proses melakukan tukar menukar ide gagasan guna memperolah jalan keluar elegan/bijaksana tanpa merasa ada yang tersakiti atau dikalahkan. Dengan cara ini sangatlah dimungkinkan baik suami/istri di minta untuk dapat memahami, menemukan dengan sendirinya peran tanggung jawabnya masing-masing. Semoga.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Dasar-Dasar Ilmu Hukum (2) : Urgensi, Pengertian dan Kaidah Hukum

Published

on

Adam Tri Saputra
Kader Pusat Kajian Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Haluoleo Kendari.

Dewasa ini, diera kompleksitas kehidupan umat manusia, keberadaan hukum ditengah-tengah masyarakat tentu sangat dibutuhkan. Selain sebagai sarana untuk mewujudkan keadilan, kebahagiaan, dan kepastian hukum dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, hukum juga bisa menjadi instrumen dalam mewujudkan masyarakat yang maju dan sejahtera _(tool of social engineering)_ dalam berbagai aspek, termasuk dalam aspek sosial, ekonomi, dan politik.

 

Secara filosofis historis, keberadaan hukum ditengah-tengah masyarakat memang tidak dapat berdiri sendiri. Artinya, hukum memiliki relasi yang erat dengan kehidupan masyarakat itu sendiri. Berkaitan dengan ini, kita mengenal adagium yang berbunyi Ubi Societas Ibi Ius (dimana ada masyarakat disitu ada hukum). Dalam kenyataannya, hukum senantiasa mengikuti perkembangan pola perilaku yang ada dalam masyarakat, begitupun sebaliknya. Menurut Drs. Sudarsono, S.H., Keterhubungan antara hukum dan masyarakat bertalian erat dengan adanya beberapa kebutuhan dasar manusia yang harus dilindungi oleh hukum. Diantaranya adalah kebutuhan fisiologis (makan-minum), kebutuhan keamanan, kerja sama, kehormatan diri, dan kebutuhan eksistensial. (Sudarsono, Pengantar Ilmu Hukum, 1991 : hal. 46).

 

Lebih lanjut, Sudikno Mertokusumo dalam bukunya berjudul Mengenal Hukum Suatu Pengantar mengetengahkan bahwa sejatinya manusia adalah makhluk yang sepanjang hidupnya dibarengi oleh berbagai macam kepentingan. Dan konsekuensi logis sebagai penyandang kepentingan, manusia menginginkan agar kepentingan-kepentingannya terlindungi dari bahaya yang mengancamnya. Oleh karena itu dibutuhkan adanya hukum atau pedoman hidup yang bisa mengatur secara proporsional kehidupan masyarakat, hal ini dilakukan untuk menghindari adanya tingkah laku seorang manusia yang secara potensial maupun aktual merugikan manusia lain. (Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum : Suatu Pengantar, 2010 : 6).

 

Berdasarkan urgensi yang telah diuraikan diatas, kita bisa menarik suatu konklusi dengan mengartikan hukum sebagai sekumpulan pedoman hidup yang mengatur tata tertib suatu masyarakat secara seimbang dengan tujuan melindungi kepentingan masyarakat yang ada. Berkaitan dengan hal ini, Sudikno menjelaskan bahwa hukum adalah keseluruhan kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama yang pelaksanaannya dapat dipaksakan dengan suatu sanksi bagi yang melanggarnya. Lebih lanjut, hukum menurut Jeffrey Brand adalah aturan yang disepakati secara bersama untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya. (Jeffrey Brand, Philosphy Of Law, 1976 : hal. 58).

 

Menurut Drs. C. Utrecht, S.H., Hukum adalah himpunan peraturan yang berisi perintah-perintah dan larangan-larangan yang mengurus tata tertib suatu masyarakat yang harus ditaati oleh masyarakat tersebut. Pengertian ini hampir sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Rosceo Pound yang mengartikan hukum sebagai keseluruhan norma-norma yang mengikat hubungan kepentingan antar manusia dalam masyarakat. Dalam kenyataannya memang, ada banyak sekali definisi hukum dari para ahli yang mewarnai perkembangan ilmu hukum, namun para ahli tersebut juga memberikan definisi yang berbeda-beda. Sehingga tidak ada satu definisi yang bisa diafirmasi secara mutlak sebagai definisi tunggal tentang hukum.

 

Sebagaimana yang telah di uraikan sebelumnya, bahwa untuk mewujudkan kondisi masyarakat yang tertib dan berkeadilan, dibutuhkan suatu pedoman hidup atau kaidah sosial yang disepakati secara bersama-sama sebagai patokan dalam bertingkah laku. Pada hakikatnya, kaidah sosial merupakan perumusan suatu pandangan mengenai perilaku atau sikap yang seharusnya dilakukan dan sikap yang tidak seharusnya dilakukan dalam masyarakat. (Soedjono Dirjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, 1987 : hal. 9). Dalam kehidupan masyarakat, paling tidak ditemukan empat kaidah sosial, masing-masing adalah kaidah agama, kaidah kesusilaan, kaidah kesopanan, dan kaidah hukum. Bila kaidah agama dan kaidah kesusilaan bersifat otonom (berasal dari dalam diri manusia), maka kaidah kesopanan dan kaidah hukum bersifat heteronom (berasal dari luar diri manusia).

 

Secara sederhana, ada dua alasan mengapa kaidah hukum masih dibutuhkan padahal sudah ada tiga kaidah sosial sebelumnya. Alasan pertama, sanksi kaidah sosial lainnya (kaidah agama, kaidah kesusilaan, dan kaidah kesopanan) dianggap kurang tegas dan kurang dirasakan secara langsung. Dimana disisi lain sanksi adalah elemen esensial dalam upaya menegakkan hukum. Atas dasar kelemahan ketiga kaidah sosial tersebut, sehingga kaidah hukum diperlukan agar kepatuhan masyarakat terhadap hukum dapat terimplementasi secara optimal. Sebagaimana adagium obedientia est legis essential (kepatuhan merupakan inti dari hukum). Alasan yang kedua adalah kaidah hukum dibutuhkan secara normatif untuk melindungi kepentingan pribadi dan masyarakat secara proporsional. (Dasar-Dasar Ilmu Hukum, 2021 : hal. 12).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending