web analytics
Connect with us

Opini

Disiplin Positif : Mendisiplinkan Anak Tanpa Kekerasan

Published

on

Disiplin Positif : Mendisiplinkan Anak Tanpa Kekerasan
Disiplin Positif : Mendisiplinkan Anak Tanpa Kekerasan

Ruliyanto

Semua orang tua ingin anaknya tumbuh sebagai pribadi yang disiplin dan bertanggung jawab. Setiap orang memiliki caranya masing-masing dalam membesarkan dan mendidik anak-anaknya. Perlu kita ketahui bahwa pola asuh ini sangat mempengaruhi kepribadian anak. Kita sering berpikir bahwa membesarkan anak dengan perilaku kasar, suara keras, ekspresi wajah yang kaku dan mengintimidasi, atau hukuman fisik. Mereka menganggap itu adalah cara terbaik untuk mendisiplinkan anak. Anggapan tersebut ternyata menyesatkan bahkan berdampak negatif bagi perkembangan fisik dan mental anak. Anak-anak mengalami trauma yang meluas hingga dewasa. Efek yang sering ditimbulkan dari pola asuh ini dapat membuat anak merasa minder, takut salah, bahkan lebih memilih menyendiri daripada bersosialisasi. Tentu saja, efek negatif ini tidak boleh terjadi pada anak-anak kita. Kita perlu mulai mengubah pola pengasuhan menjadi lebih positif.

Disiplin sendiri berasal dari bahasa latin yang berarti belajar. Oleh karena itu, ketika Anda mendisiplinkan anak, Anda juga harus belajar bagaimana cara mendidik anak yang benar. Bagaimana anda mengerti kebutuhan dan kondisi anak sampai dengan memberi contoh kepada mereka. Anak-anak adalah peniru ulung, mereka dapat menyimpan semua yang mereka lihat di alam bawah sadarnya tanpa menyaring mana yang benar atau salah. Memori yang tersimpan kemudian dapat digunakan berdasarkan apa yang dilihatnya. Oleh karena itu, lebih baik kita membekali anak-anak dengan teladan yang baik dan positif.

Disiplin positif adalah cara penerapan disiplin tanpa kekerasan dan ancaman, yang dalam praktiknya berarti orang tua dan anak berkomunikasi dan diajarkan untuk memahami konsekuensi dari perilaku mereka. Selain itu, disiplin positif juga mengajarkan tanggung jawab dan rasa hormat kepada anak dalam menghadapi lingkungannya. Jadi disiplin positif adalah cara penerapan disiplin yang bertujuan untuk membangkitkan kesadaran dan memberdayakan anak untuk melakukan sesuatu tanpa suap, ancaman atau hukuman.

Contoh pengaruh disiplin orang tua yang positif adalah ketika anak menyadari bahwa mereka nyaman membersihkan kamar mereka, bukan karena orang tua menghukum atau memuji mereka. Menerapkan disiplin positif membutuhkan kesepakatan dan aturan yang konsisten, serta pengendalian emosi yang baik. Hal-hal tersebut dapat dimulai sejak dini agar anak memiliki pengalaman yang positif untuk tumbuh kembangnya.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Mitra Wacana dan LBH APIK Yogyakarta: Penguatan Jaringan Untuk Kesetaraan Gender dan HAM

Published

on

Pada Kamis, 16 Januari 2025, Mitra Wacana menerima kunjungan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Yogyakarta. Pertemuan yang berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini disambut langsung oleh Ketua Dewan Pengurus Mitra Wacana, Ibu Istiatun. Sebanyak enam perwakilan dari LBH APIK hadir dalam kunjungan ini, membawa semangat untuk memperkuat jaringan kerja sama antara kedua lembaga yang memiliki visi serupa dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kunjungan dimulai dengan sesi perkenalan dan presentasi dari Mitra Wacana. Wahyu Tanoto memaparkan sejarah berdirinya organisasi ini, fokus isu yang diusung, serta berbagai program dan kegiatan yang telah dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kesetaraan gender di Indonesia. Presentasi ini menjadi kesempatan bagi LBH APIK untuk memahami lebih dalam tentang pendekatan dan strategi yang diterapkan oleh Mitra Wacana dalam menangani berbagai isu krusial, seperti kekerasan berbasis gender, akses terhadap keadilan, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Setelah sesi presentasi, diskusi hangat dan interaktif pun berlangsung. Kedua lembaga berbagi pengalaman tentang tantangan yang dihadapi dalam menjalankan misi masing-masing. LBH APIK, yang berfokus pada layanan bantuan hukum untuk perempuan korban kekerasan, berbagi cerita mengenai kompleksitas kasus dan berbagai tantangan yang dihadapi. Di sisi lain, Mitra Wacana membagikan strategi pemberdayaan berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat lokal dalam upaya advokasi dan edukasi.

Dalam diskusi ini, kedua pihak juga menjajaki potensi kolaborasi di masa depan. Salah satu ide yang mencuat adalah kemungkinan mengadakan program bersama dalam penanganan korban. Program ini diharapkan mampu menjangkau lebih banyak perempuan, terutama di wilayah pedesaan, yang sering kali menjadi korban kekerasan namun minim akses terhadap informasi dan bantuan hukum.

LBH APIK menyampaikan harapannya agar pertemuan ini menjadi awal dari hubungan yang lebih erat antara kedua lembaga. Mereka mengapresiasi pendekatan inklusif Mitra Wacana yang berfokus pada pemberdayaan akar rumput, dan menilai hal ini sebagai pelengkap yang ideal untuk layanan hukum yang mereka berikan.

Sementara itu, Mitra Wacana menyambut baik inisiatif LBH APIK untuk menjalin kemitraan yang lebih strategis. “Kerja sama seperti ini penting untuk memperkuat dampak yang ingin kita capai. Dengan bersinergi, kita dapat menjangkau lebih banyak perempuan yang membutuhkan dukungan,” ujar Ibu Istiatun.

Kunjungan ini menjadi langkah awal yang menjanjikan untuk menciptakan kolaborasi yang lebih solid antara Mitra Wacana dan LBH APIK Yogyakarta. Dengan menggabungkan keahlian dan pengalaman masing-masing, kedua lembaga berharap dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan HAM di Indonesia.

Continue Reading

Trending