web analytics
Connect with us

Opini

Eksistensi Hijrah di Kalangan Mahasiswa

Published

on

Penulis : Reni Puji Lestari Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah

Fenomena hijrah saat ini sudah tidak asing lagi untuk didengar. Bagi sebagian orang, hijrah merupakan perpindahan dari satu tempat ke tempat yang lain seperti yang dilakukan Rasulullah yang berhijrah dari kota Makkah ke Madinah. Akan tetapi di zaman ini istilah hijrah sangatlah meluas, melihat dari banyaknya perubahan yang signifikan terhadap gaya berpakaian kaum wanita, perilaku, dan proses mendekatkan diri kepada Tuhan, hal tersebut juga bisa dikatakan berhijrah. Dalam makna hijrah seseorang berharap adanya perubahan dalam diri mereka, berusaha Istiqomah terhadap apa yang mereka lakukan. Perubahan tersebut merupakan hal yang positif apalagi di zaman sekarang ini yang dimana mereka berusaha menampilkan yang terbaik dalam hal apapun. 

Pertama, banyak kita temui berbagi macam modis pakaian pada mahasiswa yang cara berpakaian dianggap kurang sopan dan selayaknya bukan ajaran dari syariat agama Islam. Di era sekarang, mahasiswa identik dengan gaya-gaya pakaian dengan model berkerudung yang bermacam-macam. Mulai dari hijab yang dililit dengan baju yang ketat, serta penggunakan celana yang minim bagi kaum perempuan. Sementara itu islam telah mensyariatkan kepada perempuan agar menutup aurat, hal ini terdapat dalam surah Al-Ahzab ayat 59:

يٰۤـاَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِّاَزْوَا جِكَ وَبَنٰتِكَ وَنِسَآءِ الْمُؤْمِنِيْنَ يُدْنِيْنَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَا بِيْبِهِنَّ ۗ ذٰلِكَ اَدْنٰۤى اَنْ يُّعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ ۗ وَكَا نَ اللّٰهُ غَفُوْرًا رَّحِيْمًا

 

“Wahai Nabi! Katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin, “Hendaklah mereka menutupkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu agar mereka lebih mudah untuk dikenali, sehingga mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.”

Mengubah penampilan menjadi muslimah bagi seorang mahasiswa tidak membatasi akses apapun. Justru dengan itu kita bisa menjadi wanita yang berpendidikan dengan tetap menjaga marwah sebagai seorang wanita muslimah. 

Kedua, perkataan seseorang mencerminkan perilaku. Hal ini merupakan peribahasa yang menggambarkan bagaimana kata-kata yang kita ucapkan mencerminkan atau merepresentasikan perilaku dan karakter kita. Ini mengingatkan kita bahwa apa yang kita ucapkan bisa menjadi cermin dari siapa kita sebenarnya, dan tindakan yang sesuai dengan perkataan adalah cara terbaik untuk menunjukkan integritas dan kejujuran kita. Perilaku yang baik merupakan hasil dari perubahan yang berkelanjutan dan kesungguhan untuk meningkatkan diri secara keseluruhan, bukan hanya dalam aspek spiritual tetapi juga moral dan sosial. Hendaklah ia sebagai seorang muslimah untuk menjaga akhlaknya, etika, dan sopan santun sebagai seorang wanita.

Ketiga, belajar dan terus belajar dalam mendalami ilmu agama. Seseorang yang berhijrah pasti ingin lebih dalam mempelajari agamanya. Ini merupakan indikasi yang penting dalam kehidupan manusia yang berguna bagi kehidupan agar tidak melenceng dari ajaran agama Islam. Bagi mahasiswa, banyak media-media baik secara langsung (berupa kajian atau dakwah) maupun media digital yang dapat meningkatkan pengetahuan agama agar istiqomah terhadap perintah Allah dan larangannya. Berhijrah bukan tentang siapa yang paling baik tetapi tentang siapa yang ingin berusaha menjadi lebih baik.  

Banyak alasan mendasar mengapa seseorang bisa berhijrah. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi seseorang dalam memutuskan untuk berhijrah. Seperti dorongan agama yang lebih kuat, lingkungan sekitar yang mendukung, pengalaman yang menginspirasi untuk berubah, pengetahuan yang lebih dalam tentang agama, atau pencarian makna hidup yang lebih besar. Proses hijrah juga bisa dipengaruhi oleh pertimbangan pribadi dan keinginan untuk meningkatkan kualitas hidup. 

Selain faktor-faktor tersebut, ada juga pendorong internal seperti kesadaran diri akan kebutuhan untuk perubahan, rasa penyesalan atas kehidupan masa lalu, atau keinginan untuk mencari ketenangan batin dan kedamaian dalam agama. Sementara itu, dukungan sosial dari komunitas atau kelompok yang memiliki nilai-nilai yang sejalan juga dapat menjadi faktor penting dalam berjalannya proses berhijrah seseorang.

Fenomena hijrah saat ini tidak hanya berkaitan dengan perpindahan fisik, tetapi juga melibatkan perubahan signifikan dalam gaya hidup, pola pikir, dan pendekatan spiritual seseorang. Pentingnya perubahan positif dalam berbusana, perilaku, dan peningkatan pemahaman terhadap agama Islam sebagai bagian dari proses hijrah. Maka dari itu, jadilah seseorang yang berpendidikan tanpa menghilangkan syari’at ajaran Islam.

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Mitra Wacana dan LBH APIK Yogyakarta: Penguatan Jaringan Untuk Kesetaraan Gender dan HAM

Published

on

Pada Kamis, 16 Januari 2025, Mitra Wacana menerima kunjungan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Yogyakarta. Pertemuan yang berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini disambut langsung oleh Ketua Dewan Pengurus Mitra Wacana, Ibu Istiatun. Sebanyak enam perwakilan dari LBH APIK hadir dalam kunjungan ini, membawa semangat untuk memperkuat jaringan kerja sama antara kedua lembaga yang memiliki visi serupa dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kunjungan dimulai dengan sesi perkenalan dan presentasi dari Mitra Wacana. Wahyu Tanoto memaparkan sejarah berdirinya organisasi ini, fokus isu yang diusung, serta berbagai program dan kegiatan yang telah dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kesetaraan gender di Indonesia. Presentasi ini menjadi kesempatan bagi LBH APIK untuk memahami lebih dalam tentang pendekatan dan strategi yang diterapkan oleh Mitra Wacana dalam menangani berbagai isu krusial, seperti kekerasan berbasis gender, akses terhadap keadilan, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Setelah sesi presentasi, diskusi hangat dan interaktif pun berlangsung. Kedua lembaga berbagi pengalaman tentang tantangan yang dihadapi dalam menjalankan misi masing-masing. LBH APIK, yang berfokus pada layanan bantuan hukum untuk perempuan korban kekerasan, berbagi cerita mengenai kompleksitas kasus dan berbagai tantangan yang dihadapi. Di sisi lain, Mitra Wacana membagikan strategi pemberdayaan berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat lokal dalam upaya advokasi dan edukasi.

Dalam diskusi ini, kedua pihak juga menjajaki potensi kolaborasi di masa depan. Salah satu ide yang mencuat adalah kemungkinan mengadakan program bersama dalam penanganan korban. Program ini diharapkan mampu menjangkau lebih banyak perempuan, terutama di wilayah pedesaan, yang sering kali menjadi korban kekerasan namun minim akses terhadap informasi dan bantuan hukum.

LBH APIK menyampaikan harapannya agar pertemuan ini menjadi awal dari hubungan yang lebih erat antara kedua lembaga. Mereka mengapresiasi pendekatan inklusif Mitra Wacana yang berfokus pada pemberdayaan akar rumput, dan menilai hal ini sebagai pelengkap yang ideal untuk layanan hukum yang mereka berikan.

Sementara itu, Mitra Wacana menyambut baik inisiatif LBH APIK untuk menjalin kemitraan yang lebih strategis. “Kerja sama seperti ini penting untuk memperkuat dampak yang ingin kita capai. Dengan bersinergi, kita dapat menjangkau lebih banyak perempuan yang membutuhkan dukungan,” ujar Ibu Istiatun.

Kunjungan ini menjadi langkah awal yang menjanjikan untuk menciptakan kolaborasi yang lebih solid antara Mitra Wacana dan LBH APIK Yogyakarta. Dengan menggabungkan keahlian dan pengalaman masing-masing, kedua lembaga berharap dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan HAM di Indonesia.

Continue Reading

Trending