
Ruliyanto
Pembahasan tentang bulan Ramadhan yang penuh berkah ini seakan tidak ada habisnya. Kita bisa melihat dari berbagai sisi dan dari sudut pandang yang berbeda. Bulan ini, penulis merefleksikan Ramadhan dari perspektif kesetaraan dalam membangun hubungan. Penulis membawanya sedekat mungkin dengan kehidupan sehari-hari pembaca.
Penulis yakin sebagian besar pembaca sudah sering mendengar kata kesetaraan. Baik itu dengar pendapat pada pertemuan desa/instansi lain atau berbagai kajian yang telah dilakukan di wilayahnya. Kita selalu mengatakan bahwa setiap orang harus setara, tetapi apakah kita benar-benar mengerti apa arti kata kesetaraan? Sudahkah kita juga mengimplementasikannya dalam kehidupan kita sehari-hari? Pertanyaan ini menjadi pemantik bagi kita semua.
Kesetaraan berasal dari kata setara atau sama. Setara didefinisikan oleh KBBI sebagai sama, sama panjang, sebanding, relatif dan seimbang. Dari pengertian tersebut kita dapat melihat lebih dalam tentang arti kesetaraan. Dari perspektif kesetaraan, dalam membangun hubungan, ada laki-laki dan perempuan yang memiliki hak dan status yang sama. Tidak ada yang lebih dominan atau mendominasi dari pihak lainnya.
Ketika kita mencoba menariknya ke dalam kehidupan keluarga kita sehari-hari. Saat ini, banyak keluarga yang masih mempertahankan budaya patriarki. Budaya yang memandang laki-laki sebagai otoritas utama dalam sistem sosial kita. Tidak dapat dipungkiri bahwa budaya ini sudah mengakar dan diwarisi dari nenek moyang kita. Namun, bukan tidak mungkin kita mengubah hal tersebut, setidaknya dimulai dari diri kita sendiri.
Kita bisa mulai dengan mendefinisikan pasangan kita sebagai seseorang yang berjalan berdampingan. Tempatkan mereka di setara dengan kita. Pembagian peran yang adil, sehingga tidak ada pihak yang merasakan beban ganda. Kita sering mendengar kiasan bahwa perempuan berasal dari tulang rusuk laki-laki. Mengapa tidak berasal dari tulang kepala atau bahkan tulang kaki ? Kiasan tersebut bisa kita artikan bahwa antara laki-laki dan perempuan harusnya berjalan beriringan, saling melengkapi dan saling menghargai satu sama lainnya. Di bulan Ramadhan ini saatnya kita untuk bermuhasabah diri untuk meningkatkan kualitas diri.
Kita dapat melihat bahwa selama bulan Ramadhan beban seorang perempuan bertambah dari biasanya. Perempuan selalu di domestifiksi untuk menyelesaikan pekerjaan dapur. Tidak hanya itu saja, mereka juga masih dibebani dengan pekerjaan-pekerjaan lainnya. Misalnya saat puasa atau sahur, kebanyakan laki-laki hanya menunggu di ruang makan sambil menonton TV. Seharusnya peran-peran seperti ini bisa dikerjasamakan. misalnya laki-laki menyiapkan tempat buka puasa bersama sedangkan perempuan menyiapkan yang lainnya. Pria juga dapat melakukan tugas lain untuk meringankan beban perempuan atau pasangannya.
Kita semua tahu bahwa di bulan Ramadhan, pekerjaan sekecil apa pun akan diberikan pahala berkali-kali lipat. Alangkah baiknya jika kita dapat menggunakan bulan yang penuh berkah ini untuk berbagi peran dengan pasangan kita. Tidak perlu menunjukkan superioritas dan maskulinitas dalam sebuah hubungan. Ketika kita memilih untuk menjalin hubungan dengan pasangan kita, kita juga harus bertanggung jawab atas pilihan itu.
Mungkin pembahasan kita masih terlalu dangkal untuk membahas arti kata kesetaraan. Dari sudut pandang penulis, setidaknya ada sedikit pemahaman tentang kesetaraan yang bisa kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.