web analytics
Connect with us

Opini

Menebarkan Pengetahuan Kesehatan Reproduksi

Published

on

Waktu dibaca: 3 menit
Wahyu Tanoto

Wahyu Tanoto

Oleh Wahyu Tanoto

Masih saja ada pendapat berkembang di tengah masyarakat bahwa perbincangan mengenai seksualitas dianggap tabu atau lazim disebut saru, atau bahkan istilah yang lebih familiar adalah ora diajari mengko teyeng dewek (meskipun tidak diajari nanti bisa melakukan sendiri). Pendapat ini seolah di amini dan maklumi oleh sebagian besar masyarakat karena persoalan seksualitas adalah wilayah pribadi yang tidak perlu dibagi dengan orang lain. Namun, fakta dilapangan berkata lain banyak anak-anak dan remaja yang menjadi korban kekerasan seksual. Perhatikanlah data yang dilansir oleh Pusat Pelayanan Terpadu Berbasis Gender dan Anak (PPTBGA) Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah mengungkapkan, selama Januari 2014 telah menerima 22 laporan kasus kekerasan seksual terhadap anak [1].

Perbincangan mengenai kesehatan seksual dan reproduksi memang bukan hal yang mudah, karena konotasinya seolah dianggap mengajari bagaimana melakukan hubungan seksual. Sehingga, ada keengganan (untuk tidak bilang abai) ditengah masyarakat untuk mencari informasi yang benar dan tepat berkaitan dengan persoalan kesehatan reproduksi. Walhasil, banyak kita dengar dan kita lihat berita adanya remaja melakukan aborsi akibat dari kehamilan tidak dikehendaki. Akankah hal ini terus terulang?

Memberikan informasi yang benar dan tepat tentang pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi sejak dini diyakini dapat menyalurkan pemahaman anak akan kondisi tubuhnya, pemahaman akan lawan jenisnya dan pemahaman untuk menghindarkan dari pecehan dan kekerasan seksual. Pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi yang dimaksud di sini adalah anak mulai dikenalkan mengenal identitas diri dan keluarga, mengenal anggota-anggota organ tubuh secara biologis beserta fungsinya, dapat menyebutkan ciri-ciri tubuh dan yang tidak kalah penting adalah mengajarkan kepada anak bahwa tidak perkenankan ada orang lain yang menyentuh organ reproduksi dengan cara-cara yang tidak dibenarkan.

Pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi merupakan suatu proses panjang yang terus-menerus perlu dilakukan. Artinya, tidak ada cara ampuh dan instan untuk mengajarkannya selain dengan metode bertahap sejak dini. Kita dapat memberikan informasi awal yang mudah dicerna dan sederhana kepada anak, hal ini dapat dimulai dari bagaimana cara membersihan/mencuci alat kelamin, lalu meningkat dengan diperkenalkannya anatomi tubuh secara biologis bersama fungsinya serta dampaknya.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyampaikan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi pada anak, yaitu dapat dimulai dengan memperkenalkan kepada anak dalam membersihkan alat kelaminnya sendiri. Dengan cara memberikan pengertian kepada anak untuk membersihkan alat genitalnya dengan benar setelah buang air kecil (BAK) maupun buang air besar (BAB), anak dapat belajar mandiri dan tidak bergantung dengan orang lain.

Pendidikan tersebut secara tidak langsung dapat mengajarkan anak untuk tidak sembarangan mengizinkan orang lain membersihkan alat kelaminnya, karena faktanya banyak dijumpai persitiwa pelecehan seksual yang dilakukan oleh orangtua. Sedangkan cara lain yang dapat digunakan sebagai media mengenalkan tubuh dan ciri-ciri tubuh antara lain melalui gambar/poster, lagu dan permainan. Pemahaman pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi di usia dini diharapkan agar anak dapat memperoleh informasi yang benar dan tepat serta terukur.

Selanjutnya cara penyampaian pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi-pun sebaiknya tidak vulgar, karena akan berdampak tidak positif terhadap anak. Di sini, melihat faktor usia menjadi penting untuk memperhatikannya. Artinya, ketika akan mengajarkan anak mengenai pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi, perlu melihat sasaran yang dituju. Karena ketika anak sudah diajarkan mengenai seksualitas, biasanya anak akan kristis dan ingin tahu tentang berbagai hal yang berkaitan dengan seksualitas. Sedangkan jika jika menunda memberikan pendidikan kesehatan seksual dan reproduksi pada saat anak mulai memasuki usia remaja, maka hal tersebut dipandang relative agak terlambat. Karena di tengah kemajuan teknologi yang terus berkembang, tidaklah sulit memperoleh informasi dari internet dan teman sebaya saat usia remaja telah mengetahui tentang seksualitas dan informasi yang didapat cenderung dari sudut pandang yang kurang bertanggung jawab.

Akhirnya dengan mengajarkan dan memberikan bekal pendidikan kesehatan seksual dan kesehatan reproduksi pada anak, diharapkan dapat menghindarkan anak dari risiko negatif. Dengan sendirinya anak diharapkan akan mengetahui secara bertahap, mendalam kemudian memahami mengenai seksualitas secara benar, tepat, terukur dan bertanggung jawab.

[1] http://www.kabar3.com/news/2014/02/kasus-kekerasan-seksual-anak-meningkat-di-banyumas

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian