web analytics
Connect with us

Uncategorized @id

Ngabuburit, Mitra Wacana Gelar Diskusi dan Bedah Buku

Published

on

Diskusi Buku Ilmu Kesejaheraan Sosial di Mitra Wacana WRC. Foto oleh Wahyu Tanoto

Diskusi dan Bedah Buku “ Epistemologi Ilmu Kesejahteraan Sosial Perjalanan Dialektika Memahami Pekerjaan Sosial Profesional ” di kantor Mitra Wacana WRC Gedongan Baru No.42 Pelemwulung Banguntapan Bantul DIY, menghadirkan penulisnya, Asep Jahidin yang merupakan Dosen di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta pada Senin (29/5/17) pukul 15.00 hingga 18.00 WIB.

Dalam paparannya, Asep menyebut bahwa dalam pekerjaan sosial, metode ditentukan dari ruang praktik, jadi ia dinamis. Sebenarnya, dalam advokasi, pintu masuk paling penting adalah kearifan lokal. ” Ilmu kesejahteraan sosial yang dikenal di Indonesia lebih ke pekerjaan sosial, jika di negara-negara maju, pekerjaan sosial sudah cukup maju secara segi profesi. Di Indonesia masih baru “, Asep mengungkapkan.

Lebih lanjut Asep menambahkan “secara umum dibagi menjadi tiga sasaran dalam pekerjaan sosial; Mikro (individu masyarakat), mezzo (kelompok masyarakat), makro (kebijakan sosial). Dalam tataran makro, di Indonesia biasanya menyentuh ranah kerja kementrian (kelautan, sosial, kesehatan.

Hadir sebagai pembahas adalah Vitrin Haryanti, dari Mitra Wacana WRC memberikan dua catatan; catatan menarik dan catatan kritis. Menurut Vitrin, kehadiran buku yang ditulis oleh Asep layak untuk diapresiasi sebagai suplemen tambhana bagi para pegiat sosial, namun ada yang kurang cocok. “ Dalam buku ini saya mendapati bahwa ilmu kesejahteraan sosial (IKS) tidak ada teori yang tidak cocok, yang ada hanya konteks ruang dan waktu yang tidak cocok, jadi IKS bersifat dinamis “, Vitrin mengungkapkan.

“ Menurut saya IKS jangan sampai berhenti pada ranah epistemologi saja namun harus berkembang secara aksiologis (di ranah praktik). Kesejahteraan sosial adalah terpenuhinya kebutuhan nyata masyarakat dan kemampuan untuk mengembangkan diri “. Vitrin menambahkan.

Menurut Analta Inala, penanggung jawab diskusi dan bedah buku menyampaikan bahwa kehadiran buku yang ditulis oleh Asep, bisa menjadi tambahan wawasan teoritis dalam melakukan pendampingan di masyarakat. “ Diskusi buku ini juga bermaksud memperkuat jaringan Mitra Wacana “, imbuhnya. (Tnt)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

KONSTRUKSI MEDIA MASSA TERHADAP CITRA PEREMPUAN

Published

on

Sumber: Freepik
TANTANGAN GERAKAN PEREMPUAN DI ERA DIGITAL

Lilyk Aprilia Volunteer Mitra Wacana

Di era globalisasi, media massa menjadi salah satu hal yang penting dalam kehidupan masyarakat baik digunakan sebagai alat untuk komunikasi, mencari informasi, atau hiburan. Media massa terus mengalami perkembangan dari yang mulanya konvensional hingga sekarang menjadi modern . Berbicara mengenai media massa tentu ada hal yang menjadikan media massa memiliki nilai tarik tersendiri terlebih jika dihubungkan dengan keberadaan perempuan.

      (Suharko, 1998)  bahwa tubuh perempuan digunakan sebagai simbol untuk menciptakan citra produk tertentu atau paling tidak berfungsi sebagai latar dekoratif suatu produk.  Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang sulit dipisahkan. Terutama dalam bisnis media televisi. Banyaknya stasiun televisi yang berlomba-lomba dalam menyajikan sebuah program agar diminati oleh masyarakat membuat mereka mengemas program tersebut semenarik mungkin salah satunya dengan melibatkan perempuan. Perempuan menjadi kekuatan  media untuk menarik perhatian masyarakat. Bagi media massa tubuh perempuan seolah aset terpenting yang harus dimiliki oleh media untuk memperindah suatu tayangan yang akan disajikan kepada masyarakat sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

     Media massa memiliki beberapa fungsi diantaranya sebagai wadah untuk memberikan informasi kepada masyarakat. Informasi yang diberikan kepada masyarakat salah satunya dalam bentuk iklan sebuah produk atau layanan jasa . Iklan merupakan sebuah informasi yang diberikan kepada masyarakat mengenai hal yang berhubungan dengan suatu produk atau jasa yang dikemas dengan semenarik mungkin.  Memiliki tujuan untuk menarik minat konsumen membuat salah satu pihak menjadi dirugikan . Pasalnya pemasang iklan dalam mengenalkan produknya kepada masyarakat sering kali memanfaatkan perempuan sebagai objek  utama untuk memikat para konsumen. Memanfaatkan wajah dan bentuk tubuh sebagai cara untuk menarik perhatian masyarakat membuat citra perempuan yang dimuat pada iklan terus menjadi sumber perdebatan karena dinilai menjadikan tubuh perempuan sebagai nilai jual atas produk yang ditawarkan . Ironisnya hal ini terus menerus dilakukan. 

         Memanfaatkan fisik sebagai objek untuk diekploitasi sudah bukan menjadi rahasia umum lagi. Terlihat dari citra perempuan yang digambarkan oleh tayangan iklan ataupun acara program televisi. Kecantikan perempuan dijadikan sebagai penghias tampilan dari suatu program acara. Dipoles sedemikian rupa untuk mendapatkan tampilan yang cantik kemudian dikonsumsi oleh publik. Demi untuk mengedepankan kepentingan media bahkan hak hak perempuan yang seharusnya dimiliki mereka dikesampingkan oleh media .  

     Selain sebagai wadah informasi untuk masyarakat media massa juga berfungsi sebagai hiburan.. Tayangan televisi yang sampai saat ini menempati rating tertinggi yaitu dalam kategori sinetron. Gambaran dalam tayangan tersebut banyak yang melibatkan perempuan dengan menggambarkan posisi perempuan selalu dibawah laki-laki. Tidak terlalu memperhatikan  pesan tersirat apa yang terkandung dalam tayangan tersebut, masyarakat terus-menerus mengkonsumsinya seolah tayangan tersebut tidak memiliki pesan yang bermasalah. Jika diperhatikan lebih lanjut banyak sekali peran perempuan yang digambarkan dari sisi lemahnya atau hanya melakukan pekerjaan domestik saja. Dengan begitu apa yang disajikan oleh media akan tertanam difikiran mereka sehingga menganggap pesan media massa sebagai realitas yang benar dan menjadi nilai yang kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

 

 Kekuatan Media Massa Dalam Membentuk Citra Perempuan

      Media massa memiliki kemampuan dalam membentuk citra . Bermula dari gambaran atas kenyataan yang ada dimasyarakat kemudian dikembangkan dengan menggunakan bahasa yang mengandung makna baru  namun masih memiliki acuan terhadap fakta yang ada kemudian disajikan kepada masyarakat secara terus menerus.  Dengan begitu citra yang dibentuk oleh media massa akan mempengaruhi realitas kehidupan dimasyarakat. Mengingat minat masyarakat terhadap objektifikasi perempuan cukup tinggi, media massa berlomba-lomba membentuk citra perempuan yang sempurna untuk mencapai target pasar dengan menggiring opini publik dalam menetapkan standar ‘cantik’ menurut media. Perempuan kerap kali dijadikan alat oleh media massa sebagai ladang untuk mendapatkan keuntungan dengan menampilkan kemolekan dan kecantikan fisiknya. Konstruksi sosial pada citra perempuan yang terjadi pada media massa bukan lagi hal baru dan tabu, fenomena ini terus berulang seolah menjadi kebenaran dalam mengkotakkan citra perempuan. 

     Selain itu pembenaran yang terus dilanggengkan oleh media massa terkait citra perempuan menjadikan sudut pandang masyarakat berkiblat pada standar yang digaungkan media massa tersebut sehingga menjadi salah satu agen budaya yang berpengaruh terhadap realita di kehidupan masyarakat.  Penggambaran terhadap perempuan oleh media massa semakin memperjelas bahwa posisi perempuan diranah publik masih lemah.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending