web analytics
Connect with us

Opini

Organisasi Mahasiswa: Esensi, Suka, dan Duka

Published

on

Sumber gambar: Freepik

       Zahid Fatiha
Mahasiswa tahun kedua dan pengamat organisasi mahasiswa

Organisasi mahasiswa, 95% mahasiswa pasti pernah mengikuti organisasi sebagai bagian dari perjalanan kuliahnya. Entah yang mengikutinya karena tuntutan himpunan ataupun yang mengikutinya karena fomo dengan organisasi yang memiliki embel-embel relasi. Organisasi mahasiswa secara umum memang tempat yang baik sebagai sarana pengembangan bagi mahasiswa baik dari segi skill, pengalaman, hingga relasi. Penulis pun hingga titik ini dalam semester kesekiannya menempuh kuliah S1 masih mengikuti dan mencari-cari kesempatan dalam organisasi mahasiswa baik dalam ataupun luar kampus.

Organisasi mahasiswa dengan segala macam kegiatan dan tujuannya selalu menjadi hal yang diantisipasi dan dikerjakan secara sungguh-sungguh oleh para mahasiswa terlibat, bahkan tidak menutup kemungkinan bahwa mahasiswa menggangap organisasinya lebih serius daripada kuliahnya entah karena kecintaannya atau karena pola pikirnya yang sudah melenceng. Mulai dari acara bakti sosial, konser, hingga aksi demo besar-besaran di jalan raya ataupun gedung DPRD setempat, kegiatan-kegiatan ini selalu memberi dampak dan kesan bagi para mahasiswa yang mengikutinya entah itu dalam artian baik ataupun buruk. Penulis melihat tidak ada yang salah dari organisasi yang menjalankan kegiatannya, hanya saja yang penulis rasakan dari pengalaman yang telah didapatnya merasa bahwa perlu adanya landasan yang kuat dalam melaksanakan atau menjalankan kegiatan-kegiatan yang diberikan oleh organisasi pada kita. Pentingnya ditanamkan esensi atau landasan yang kuat dan menginspirasi dalam melaksanakan kegiatan, tidak bisa hanya sekedar fomo tidak mau ketinggalan atau mengikuti tradisi dari kating-kating sebelumnya. Karena apabila nantinya tidak ada landasan yang kuat dalam menjalankan kegiatan, yang dirasakan oleh para mahasiswa hanyalah capek dan lelah pada akhirnya.

Esensi pada dasarnya merupakan suatu alasan terkait mengapa suatu hal itu perlu ada atau dilaksanakan. Esensi yang kuat nantinya dapat melahirkan dampak yang kuat dan manfaat yang luas bagi banyak pihak. Thomas Aquinas sendiri mengatakan bahwa ‘esensi merupakan apanya sesuatu terlepas persoalan itu ada atau tidak’. Bingung kan? Tapi setidaknya itu lebih baik dari ‘persoalan yang ada terlepas apanya ada atau tidak’.

Bagaimana suatu persoalan dapat lahir tanpa adanya hal yang dipersoalkan? Begitulah realitas dari kegiatan berorganisasi pada saat ini, bergerak kesana kemari hanya berdasar pada perintah dan tradisi sehingga kegiatan yang dilaksanakan pun terlaksana tanpa nilai yang dapat diberikan. ‘Dilaksanakan karena tahun lalu begini’ atau ‘dilaksanakan karena instruksi dari ketua/pembina/dosen’, semua itu pada dasarnya hanyalah landasan eksternal yang seharusnya mendorong esensi yang sudah tertanam dalam diri para mahasiswa agar kegiatan dapat terlaksana lebih baik. Tapi pada kenyataannya, mahasiswa cenderung mengandalkan landasan eksternal tersebut sehingga pada akhirnya mahasiswa tidak mendapat pengalaman dan kesan yang baik dari usaha yang telah dilaksanakannya.

Sekecil apapun itu, perlu ditanamkan esensi bagi para mahasiswa dalam dirinya sebelum memutuskan untuk bergabung dalam organisasi mahasiswa agar dapat benar-benar mendapatkan manfaat dan sisi baiknya dari dunia organisasi itu sendiri. Kalian para mahasiswa bukanlah buruh yang mengerjakan kegiatan-kegiatan tersebut seolah-olah keberlangsungan hidup kalian dipertaruhkan atau kalian mengerjakannya agar dapat bertahan hidup. Organisasi mahasiswa seharusnya dapat menjadi tempat untuk menebar kebermanfaatan baik untuk masyarakat atau diri sendiri dengan cara yang paling sesuai bagi masing-masing. Tidak masalah apabila gagal atau tidak sempurna, selama itu semua dikerjakan berdasar pada esensi yang ditanam dalam diri masing-masing. Ibaratnya, bukankah lebih baik kita gagal ketika mengerjakannya secara sungguh-sungguh daripada gagal karena mengikuti perintah? Pada akhirnya, memang tidak menjawab terkait esensi apa yang harus ditanam dalam diri masing-masing karena itu memang bukan ranah penulis untuk menentukan. Bagian esensi disini memang lebih mengarah pada ‘mengapa esensi begitu penting bagi mahasiswa dalam berorganisasi?’ dan tulisan ini semoga dapat memberikan sedikit jawaban atau gambaran.

Organisasi mahasiswa umumnya merupakan saksi utama perjalanan seorang mahasiswa dalam menjalankan kehidupan kampusnya. Banyak suka dan duka yang terlalu kompleks untuk diceritakan, mulai dari pengalaman danusan di siang hari yang panas hingga berhasil menjalankan konser yang meriah, semua itu memiliki ceritanya masing-masing. Penulis pun memiliki banyak suka duka dalam menjalani kehidupan sebagai anggota dari organisasi mahasiswa ini. Penulis sekiranya belajar banyak sekali dari pengalaman yang rasanya sulit untuk diungkapkan dalam kata-kata, pengalaman-pengalaman ini rasanya dipelajari bukan untuk mendapatkan nilai bagus lagi melainkan agar dapat lebih baik dalam menjalani hidup kedepannya.

Organisasi dengan beragam ceritanya banyak memberikan hal-hal positif dalam hidup penulis sendiri, banyak momen-momen indah yang membuat setidaknya hidup penulis memiliki beberapa cerita indah yang dapat diceritakan. Organisasi mahasiswa umumnya menjadi tempat pertama seorang mahasiswa yang idealis dan egois melihat realita. Apabila penulis disuruh untuk mendeskripsikan pengalaman ini dalam satu kata, penulis akan memilih kata ‘lucu’ untuk mendeskripsikannya. Mengapa lucu? lucu dikarenakan dengan segala hal yang diketahuinya ternyata manusia memiliki opsi untuk tidak berbuat apa-apa, lebih tepatnya memang tidak bisa melakukan apa-apa. Momen-momen seperti itu kadang kalanya memang akan datang menghampiri. Bila memang nantinya kalian tidak bisa melakukan apa-apa saat momen itu tiba, setidaknya di momen-momen selanjutnya kalian sudah mendapat gambaran mengenai apa yang sebaiknya dilakukan.

Tidak perlu terlalu memikirkan apa yang disampaikan di paragraf sebelumnya, semua yang terjadi pasti ada artinya dan seringnya itu memberikan dampak atau pelajaran yang baik walau prosesnya tidak akan menjamin selalu baik. Secara filosofis, itulah hal baik yang penulis pelajari dari kehidupannya dalam organisasi mahasiswa. Secara material, banyak hal-hal yang didapatkan dari organisasi mahasiswa. Sebutlah mulai dari relasi dengan banyak kalangan hingga pengetahuan terkait menyelenggarakan acara yang meriah dan sukses. Hal-hal seperti ini akan sangat mungkin didapatkan oleh kalian baik secara sadar ataupun tidak sadar. Nilai-nilai inilah yang tidak diajarkan oleh dosen atau siapapun di dalam ruang kelas, nilai-nilai yang didasarkan atas pengalaman memang sampai kapanpun tidak akan pernah disampaikan di dalam ruang kelas sehingga organisasi mahasiswa adalah salah satu tempat yang memungkinkan kalian untuk mendapatkannya.

Dalam kehidupan, tidak semuanya akan berjalan dengan baik. Dalam berorganisasi juga tidak menutup kemungkinan ada masalah-masalah yang akan sangat sulit untuk dihindari bahkan diatasi. Disini permasalahan utama yang penulis alami ialah politik dalam berorganisasi, ternyata dulu penulis begitu egois dan menyepelekan terkait politik dalam berorganisasi ini. Nyatanya politik yang hadir sama seramnya dengan bagaimana politik yang saat ini ada di pemerintahan, mulai dari siasat di balik layar hingga koalisi & oposisi. Semua itu nyata adanya dalam kehidupan berorganisasi dan hal itulah yang dulu penulis abaikan sehingga menjadi salah satu kesalahan terbesar penulis dulu. Banyak yang dapat terjadi dalam waktu singkat, dalam waktu singkat semua yang kalian kenal dapat berubah menjadi sangat asing walau pada kenyataannya itu masih tempat yang sama.

Secara khusus, masih banyak masalah-masalah yang dapat menghampiri kalian dalam kehidupan berorganisasi. Secara umum pun banyak juga masalah-masalah yang tidak dapat disepelekan seperti masalah mengurus anggaran hingga masalah komunikasi dengan pihak ketiga dalam menyelenggarakan acara. Masalah-masalah tersebut menuntut kalian untuk dapat bergerak cepat diatas bergerak tepat sehingga tidak menutup kemungkinan kalian akan sering menutup lubang dengan menggali lubang. Tapi ingatlah bahwa dalam berorganisasi kadang apabila kalian yang menggali lubang, bukan kalian juga yang harus menutupinya. Setidaknya itu satu pelajaran yang diharapkan berguna bagi kalian.

Pada akhirnya, kalian sebagai mahasiswa harus benar-benar memanfaatkan masa perkuliahan kalian. Disini penulis tidak mengatakan bahwa dengan memanfaatkan kalian harus mengikuti organisasi, disini penulis hanya mengatakan bahwa berorganisasi adalah salah satu cara memanfaatkan kehidupan perkuliahan kalian yang penulis tambahkan dengan esensi, suka, dan duka yang didasarkan pada kehidupan penulis. Atas apa yang terjadi, penulis hanya ingin mengatakan bahwa penulis tidak menyesalinya sama sekali. Penulis hanya berharap dapat menjadi lebih baik kedepannya, dan begitu juga dengan kalian. Harapannya tulisan ini dapat sedikit membantu kalian dalam memahami makna dari organisasi mahasiswa itu sendiri dan dapat membuat cerita kalian lebih baik dengan insight yang telah penulis berikan.

 

“Kekuatan dan keindahan adalah berkah kaum muda, kesederhanaan adalah bunga dari usia tua.” — Democritus

“Tidak ada namanya gagal, yang ada hanya sukses atau belajar. Bila tidak sukses, maka itu artinya kita masih harus belajar hingga sukses.”

“Jangan ragu mengambil kesempatan di masa muda. Habiskan kegagalanmu selagi muda.”

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

RUU PPRT dan Eksploitasi Pekerja Rumah Tangga (Analisis Feminis)

Published

on

Fadhel Fikri Co-Founder di Sophia Insitute dan pegian filsafat dan Sains. Dan pembisnis di Sabda Literasi Palu

Fadhel Fikri Co-Founder di Sophia Insitute dan pegian filsafat dan Sains. Dan pembisnis di Sabda Literasi Palu

Di balik gemerlapnya kehidupan perkotaan dan kemewahan yang dipamerkan oleh sebagian besar keluarga Indonesia, ada satu sektor yang sering terabaikan dan dibiarkan terjerat dalam eksploitasi pekerja rumah tangga (PRT). Bukan hanya pekerjaan yang tidak dihargai, tetapi juga kelompok pekerja ini sering diperlakukan tanpa keadilan. 

Mereka adalah perempuan-perempuan yang menjadi korban dari sistem patriarki dan ketidakpedulian negara, berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan kondisi yang lebih mirip perbudakan modern daripada pekerjaan yang dihargai. Bayangkan, selama lebih dari dua dekade, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang seharusnya memberikan perlindungan bagi mereka, masih diperdebatkan dan tertunda pengesahannya. 

Mengapa? Apakah kita, sebagai masyarakat, begitu terbuai dengan kenyamanan dan kemewahan yang didapat dari eksploitasi kerja mereka hingga tak mampu melihat kesengsaraan di baliknya? 

Saya di sini aakan mencoba membongkar realita pahit di balik pekerjaan rumah tangga berdasarkan data-data yang ada, mengungkap bagaimana ideologi feminis menawarkan jalan keluar, dan mengapa pengesahan RUU PPRT adalah langkah mendesak untuk menciptakan keadilan sosial yang sesungguhnya.

Perspektif feminis sangat relevan dalam memahami isu ini, mengingat mayoritas PRT adalah perempuan. Pekerjaan domestik, yang secara tradisional dianggap sebagai “kerja perempuan,” sering kali tidak dihargai dan dilindungi. 

Eksploitasi PRT dan Perspektif Feminisme

Dalam masyarakat patriarkal, pekerjaan rumah tangga sering kali dipandang sebagai tugas alami perempuan. Hal ini menciptakan stigma bahwa pekerjaan domestik, termasuk yang dilakukan oleh PRT, tidak memiliki nilai ekonomi yang signifikan. 

Perspektif feminis menekankan bahwa pekerjaan domestik adalah elemen penting dalam mendukung aktivitas ekonomi keluarga, terutama bagi kelas menengah dan atas.

Bell hooks, dalam bukunya Feminism is for Everybody, menekankan bahwa feminisme harus mencakup perjuangan untuk keadilan bagi perempuan pekerja dari kelas bawah. Ia mengkritik bagaimana kapitalisme dan patriarki berkontribusi pada marginalisasi pekerjaan domestik, yang mayoritas dilakukan oleh perempuan dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu.

Hooks menegaskan bahwa pekerjaan domestik tidak boleh diremehkan atau dieksploitasi​.

Sebagian besar PRT di Indonesia berasal dari pedesaan dan memiliki tingkat pendidikan rendah. Ketimpangan kelas ini memperburuk kerentanan mereka terhadap eksploitasi. 

Banyak PRT yang bekerja lebih dari 12 jam sehari tanpa jaminan sosial atau perlindungan hukum. Ketiadaan regulasi memperparah ketimpangan ini, membuat mereka mudah dieksploitasi oleh pemberi kerja yang tidak bertanggung jawab.

Gambaran Eksploitasi PRT

Salah satu kasus paling menonjol yang menggambarkan pentingnya perlindungan hukum bagi PRT adalah kasus Erwiana Sulistyaningsih. Erwiana adalah PRT asal Indonesia yang bekerja di Hong Kong. 

Selama bekerja, ia mengalami kekerasan fisik dan mental yang parah dari majikannya. Erwiana dipaksa bekerja tanpa istirahat, menerima upah yang sangat minim, dan tidak diberikan akses layanan kesehatan saat ia sakit.

Kasus Erwiana menarik perhatian internasional dan menjadi simbol perjuangan hak PRT. Meskipun terjadi di luar negeri, kasus ini mencerminkan kondisi yang serupa dialami oleh banyak PRT di Indonesia. Tanpa regulasi seperti RUU PPRT, pelanggaran hak terhadap PRT cenderung terus terjadi tanpa ada sanksi tegas bagi pelaku​.

RUU PPRT: Solusi untuk Perlindungan PRT

RUU PPRT muncul sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak untuk melindungi pekerja rumah tangga yang selama ini sering kali terabaikan dan dieksploitasi. Rancangan Undang-Undang ini dirancang untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih komprehensif, dengan berbagai poin penting yang dapat mengubah nasib para pekerja rumah tangga.

Salah satunya adalah pengaturan mengenai hak atas kontrak kerja formal, yang selama ini menjadi hal yang langka bagi sebagian besar PRT. Tanpa kontrak yang jelas, mereka sering kali dirugikan dalam hal upah, jam kerja, dan hak-hak lainnya.

Selain itu, RUU PPRT juga menetapkan jam kerja yang wajar, sebuah langkah krusial untuk memastikan bahwa PRT tidak dipaksa bekerja tanpa henti, tanpa waktu istirahat yang cukup.

Tidak hanya itu, RUU ini juga menjamin bahwa para pekerja rumah tangga akan mendapatkan upah minimum yang sesuai dengan standar yang berlaku, memberikan mereka hak yang sama untuk mendapatkan penghasilan yang layak.

Pentingnya jaminan sosial dan kesehatan juga diatur dalam RUU ini, memastikan bahwa PRT tidak hanya diakui sebagai pekerja, tetapi juga diberikan perlindungan atas kesehatan mereka yang sering kali terabaikan.

Untuk mendukung hal tersebut, mekanisme pengaduan yang jelas juga disediakan bagi PRT yang menghadapi pelanggaran hak, membuka pintu untuk keadilan yang lebih cepat dan aksesibilitas bagi mereka yang membutuhkan perlindungan.

Namun, lebih dari sekadar perlindungan hukum, RUU PPRT juga bertujuan untuk menghapus stigma terhadap pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan ini, yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan “tidak penting” dan hanya layak dilakukan oleh perempuan dari lapisan masyarakat bawah, kini akan diakui sebagai sektor formal yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara.

Dengan demikian, RUU PPRT tidak hanya melindungi hak-hak PRT, tetapi juga mengangkat martabat mereka sebagai pekerja yang berharga dalam struktur sosial dan ekonomi.

Namun, pengesahan RUU PPRT menghadapi berbagai tantangan, mulai dari resistensi politik hingga kurangnya kesadaran publik akan pentingnya regulasi ini. Beberapa pihak berargumen bahwa regulasi ini akan memberatkan pemberi kerja. 

Namun, perspektif feminis menekankan bahwa perlindungan hak PRT bukan hanya tentang kepentingan individu, tetapi juga tentang keadilan sosial dan pengakuan atas kontribusi ekonomi mereka​.

Mengapa Perspektif Feminisme Penting dalam Perjuangan RUU PPRT?

Feminisme menekankan bahwa pekerjaan domestik harus diakui sebagai pekerjaan formal yang memiliki nilai ekonomi dan sosial. Pengesahan RUU PPRT akan menjadi langkah penting dalam menghapus stigma bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan “tidak penting.” 

Hal tersebut juga akan memberikan pengakuan yang layak bagi perempuan yang selama ini terjebak dalam lingkaran eksploitasi karena pekerjaan mereka tidak dihargai secara formal.

Selain itu, eksploitasi terhadap PRT adalah bagian dari masalah yang lebih besar dalam budaya patriarki yang menganggap pekerjaan perempuan sebagai sesuatu yang dapat dieksploitasi tanpa konsekuensi. 

Pengesahan RUU PPRT tidak hanya akan memberikan perlindungan hukum, tetapi juga membantu mengubah cara pandang masyarakat terhadap pekerjaan domestik, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih setara dan adil​.

Dengan demikian, pekerja rumah tangga adalah kelompok yang sangat rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran hak di Indonesia. Perspektif feminis, seperti yang diusung oleh bell hooks, menyoroti pentingnya melawan ketidakadilan ini dengan mengakui pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan formal yang layak dihargai dan dilindungi.

Kasus Erwiana Sulistyaningsih menunjukkan bagaimana kekerasan dan eksploitasi dapat terjadi dalam ketiadaan perlindungan hukum.

Pengesahan RUU PPRT adalah langkah penting untuk memastikan keadilan sosial dan kesetaraan gender. RUU ini akan memberikan perlindungan hukum bagi PRT, meningkatkan kondisi kerja mereka, dan menghapus stigma negatif terhadap pekerjaan domestik.

Dengan demikian, perjuangan untuk pengesahan RUU ini harus menjadi prioritas dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.

Referensi

  1. hooks, bell. Feminism is for Everybody: Passionate Politics. South End Press, 2000.
  2. Komnas Perempuan. Satu Suara Wujudkan Cita-Cita untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 2024. https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-peringatan-26-tahun-komnas-perempuan

JALA PRT. Statistik Pelanggaran Hak PRT di Indonesia, 2023.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending