Rilis
Pernyataan Sikap
Published
9 years agoon
By
Mitra WacanaJogja Gumregah Tolak Revisi UU KPK
KPK adalah anak bangsa yang lahir dari rahim kandung reformasi yang tidak boleh dilemahkan oleh siapapun termasuk para pejuang reformasi. Pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh KPK menjadi modalitas kesejahteraan rakyat. Namun hingga saat ini, berbagain usaha untuk melemahkan KPK terus dilakukan. Lembaga antikorupsi yang dibentuk dengan semangat untuk memerangi korupsi yang sistematik di Indonesia ini, sejak berdirinya telah menghadapi tantangan yang datang bergelombang, terutama dari kelompok yang pro status quo (kepentingan korupsi).
Mereka yang berambisi untuk memangkas wewenang KPK datang dari berbagai kalangan, diantaranya politisi DPR, pengusaha, elit penegak hukum, pengacara, maupun elit partai politik. Sejumlah partai politik di senayan, melalui wewenang legislasi saat ini aktif mendorong adanya revisi UU N0.30 TAHUN 2002 tentang KPK. Usaha ini telah cukup berhasil dengan masuknya agenda revisi UU KPK dalam prolegnas 2016 dan disetujuinya agenda ini dalam rapat Badan Legislasi DPR.
Upaya melakukan revisi sebuah regulasi biasanya ditujukan untuk memperkuat atau memperbaiki regulasi sebelumnya. Namun, hal ini berbeda dengan rencana revisi UU KPK yang disiapkan oleh DPR. Seluruh rancanganrevisi UU KPK yang dibuat (3 edisi) justru bermaksud melemahkan institusi KPK dan agenda pemberantasan korupsi. Dari sisi substansi banyak ditemukan poin-poin krusial yang justru dapat melemahkan KPK dan pemberantasan korupsi.
Kuat dugaan bahwa usulan Revisi UU KPK merupakan ajang konsolidasi kelompok status quo yang memiliki irisan kepentingan untuk membubarkan KPK, dengan berbagai macam latar belakang penyebabnya. Bisa jadi mereka adalah pesakitan KPK, broker politik dan ekonomi yang tidak leluasa bergerak karena radar KPK, dan petualang politik serta elit penegak hukum yang merasa bahwa KPK adalah ancaman besar bagi otoritas hukum yang selama ini diuntungnkan oleh sistem yang korup.
Setiap upaya serangan balik koruptor harus dilawan oleh masyarakat. Semangat anti korupsi di Yogyakarta sudah menggema sejak sebelum reformasi. Salah satunya disuarakan oleh wartawan Udin yang banyak menulis berita korupsi, termasuk penyelewengan dana program pemerintah. Masyarakat berhak tahu penyelenggaraan pemerintahan negara, karena akan berdampak langsung terhadap kehidupan masyarakat, termasuk upaya busuk menghancurkan KPK melalui revisi UU KPK.
Ada 4 poin krusial draft revisi UU KPK yang dapat melumpuhkan KPK. Pertama, dibentuknya dewan pengawas yang memiliki sejumlah kewenangan yang dapat menghambat kinerja KPK, misalnya penyadapan dan penyitaan yang harus seizin dewan pengawas. Padahal selama ini KPK tidak memerlukan izin melakukannya. Inilah kekhususan KPK yang membuatnya efektif selama ini. Selain itu anggota Dewan Pengawas dipilih dan diangkat Presiden. Dikhawatirkan, besarnya campur tangan Presiden untuk menentukan orang yang akan duduk di Dewan Pengawas KPK akan memudahkan intervensi politik istana pada KPK. Padahal KPK haruslah independen.
Kedua, terkait penyadapan. Selain harus seizin Dewan Pengawas, penyadapan hanya dapat dilakukan pada tahap penyidikan. Kondisi ini menjadikan langkah penindakan KPK menjadi terhambat dan menyulitkan KPK melakukan reaksi cepat atas informasi praktek penyuapan maupun melakukan operasi tangkap tangan (OTT). Usulan ini menjelaskan rencana DPR untuk mempersempit ruang gerak KPK dalam melakukan fungsi penindakan, terutama pada strategi operasi tangkap tangan yang menjadi ciri khsusus KPK.
Ketiga, terkait penyelidik dan penyidik KPK. Dalam draft revisi UU KPK, KPK tidak dapat mengangkat penyelidik dan penyidik secara mandiri. KPK hanya boleh merekrut tenaga penyelidik dari kepolisian. Sedangkan pada tingkat penyidik KPK dibatasi hanya boleh melakukan rekruitment dari Kepolisian, Kejaksaan, dan Penyidik PNS. Sehingga tidak dimungkinkan bagi KPK untuk merekrut secara mandiri penyelidik dan penyidik diluar ketiga unsur tersebut. Konsep ini menjadikan KPK hanya sebagai perpanjangan tangan institusi konvensional, yakni Kepolisian, yang selama ini justru tidak berdaya melawan korupsi.
Keempat, KPK dapat menghentikan penyidikan dan penuntutan perkara korupsi (SP3). Salah satu keistimewaan KPK saat ini adalah tidak adanya mekanisme penerbitan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) dan juga penuntutan (pasal 40 UU KPK). Hal ini adalah salah satu parameter yang menjamin kualitas penanganan perkara di KPK yang harus dipastikan sangat matang ditingkat penyelidikan dan sudah dibuktikan pula melalui pembuktian bersalah di pengadilan yang mencapai angka sempurna (100% conviction rate). Namun kisah sukses KPK berupaya diubah oleh DPR dengan melakukan revisi pasal 40 yaitu KPK berwenang mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan dan penuntutan dalam perkara korupsi. Kewenangan menerbitkan SP3 justru akan membawa KPK ke level kewenangan yang tidak berbeda dengan Kepolisian dan Kejaksaan dan rentan disalah gunakan untuk menghentikan kasus-kasus tertentu. Oleh karena itu, kami menuntut agar:
1. Seluruh fraksi di DPR untuk membatalkan rencana pembahasan revisi UU KPK di seluruh sidang paripurna DPR
2. Presiden Joko Widodo
-agar menolak membahas revisi UU KPK bersama dengan DPR (tidak mengeluarkan surat presiden)dan menariknya dalam Prolegnas 2015-2019
-mewaspadai manuver dan operasi senyap yang dilakukan orang-orang di lingkungan terdekatnya, khususnya yang memiliki ambisi menguasai sektor ekonomi dan politik dengan mendorong pelemahan KPK melalui revisi UU KPK3
3. Masyarakat harus menghukum partai-partai politik pendukung revisi UU yang melemahkan KPK dengan cara tidak memilih kandidat yang diusung partai tersebut dalam Pemilihan Kepala Daerah langsung (Pilkada) 2017
Yogyakarta, 16 Februari 2016
Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi Yogyakarta (agamawan, budayawan, akademisi, LSM, praktisi, jurnalis, perempuan antikorupsi, organisasi difabel, advokat, mahasiswa dan Koalisi Masyarakat Untu Udin (K@MU)
Di penghujung tahun, detik- detik yang di hitung dengan hitungan jari di guyur hujan deras. Jalan tampak sunyi. Aspal basah di hujani, atas rahmat sang kuasa. Harusnya, saat itu semua orang berada di sebuah gubuk yang biasanya orang-orang menyebutnya ‘rumah’. Mata yang sibuk terpejam melawan kerasnya malam, selayaknya ingin merebahkan sekujur di tempat ternyaman mereka.
Malam pergantian tahun ini, sudah tanggal 1 Januari. Ada apa dengan alam yang seolah murung. Malam yang sudah gelap, jauh tampak lebih jelas tanpa sinar bulan purnama penuh sebagai penyambutan tamu baru. Air turun di mana-mana, orang-orang tak dapat di merayakannya. Tak ada asap yang mewarnai batas kota, rumah-rumah menutup rapat dari segala arah. Bersama kabut dan rintihan air hujan di sepanjang kota.
Suara gemuruh kilat membuatku menekap daun telinga, menarik selimut dan berdoa. Takut yang tak kunjung hilang, saat mendengar suara tajam dari langit itu. Mataku tertuju di jendela yang berada di sisi kiriku. Hal baiknya adalah gorden yang menjutai. Sehingga, cahaya kilat yang berakar itu tidak terlihat jelas olehku.
Satu jam berlalu, aku menunggu hujan yang tak kunjung reda. Rasa lelah sepanjang hari di tempat kerja membuat ku tertidur. Ponsel yang berada di saku pun bergetar dan membuatku terbangun.
“Nak Naini tidak pulang malam ini?” Tanya bik Arsih.
“Aku tidak bik, hujan deras. Malam ini sepertinya aku tidur di rumah sakit. Bibik tidurlah, tidak usah menungguku”. Jawabnya.
Dengan terpaksa, aku harus tidur di ruangan bersuhu nol sedikia derajat itu. Itu biasa untukku, tidak ku heran lagi. Kadag kala rasa bosan ini membuatku jengkel. Meskipun begitu, aku malas pulang kerumah. Pulang pun untuk apa, tak ada yang menunggu atau menyambutku. Di rumah itu hanya ada aku dan bik Arsih yang sudah ku anggap sebagai keluarga.
“Apa ku terobos saja hujan ini? Batinnya.
“Sepertinya, juga sudah mereda. Hanya rinai. Tapi… (melihat jam) ini sudah jam segini. Tapi kasihan bibik yang tinggal di rumah sendiri. Tak apa lah basah sedikit.” Kataku pelan.
Hari-hari mengabdi di tempat bagi orang-orang yang berharap akan manusia yang menjadi perantara Tuhan. Sesekali aku menggerutu akan apa yang aku lakukan sekarang. Padahal itu adalah keinginan ku sejak lama.
“Dulu ini yang aku mau, tapi sekarang ntah kenapa aku begitu muak. Aku lelah menghadapi hari-hari. Bahkan malam ku pun terusik.” Kataku dengan nada agak marah.
Sebelum aku berpikir, bahwa hal ini tidak akan menyangkut persoalan malam hari. Bagiku, malam begitu indah untuk di ganggu. Tapi nyatanya, aku sendiri yang merusaknya. Karena saat malam, tanpa terkecuali siapa pun pasti menantinya, utuk bisa merasakan apa saja. Anehnya, bagi beberapa orang, malam buruk bagi wanita. Selalu saja di sangkut pautkan dengan karakter manusia.
“Aku tak peduli apa yang dipikirkan orang tentangku, apa lagi mereka-mereka…”
Saat itu, malam sudah kembali. Langkahku diterangi oleh bulan sebagian purnama. Kala itu, jalan tak begitu sepi masih banyak yang lalu lalang. Gedung-gedung tinggi terlihat menyala dan berpenghuni yang megurangi sedikit ketakutanku.
“Huhh… hari ini begitu melelahkan. Sampai saja aku di rumah akan ku dorong raga ini untuk meninggalkan jiwaku sejenak.”
Memang lokasi rumah sakit tidak terlalu jauh dari rumahku. Tetap saja lelah jika harus berjalan kurang lebih 20 menit. Akhirnya, hanya beberapa langkah lagi. Tak sengaja, ia bertemu dengan seorang laki-laki tua.
“Baru pulang kah nak?.” Tanya bapak itu.
“Iya, Pak. Kebetulan rumahku di sebrang jalan itu, Pak?”
Tanpa mengetahui alas anku, bapak itu langsung saja mengatakan.
“Apa kau tidak malu nak? Bukanlah anak seorang wanita? Pulang selarut ini tidak dilihat baik oleh siapapun.” Ketus bapak itu dengan mata melotot.
“Aku menunggu hujan reda, Pak. Ketika ku lihat sudah reda, aku pulang.” Jawabku pelan.
“(menggelengkan kepala) ada baiknya besok pagi kau pulang.”
Dengan wajah tertunduk, hatiku rasanya seperti selembar kertas yang kusut setelah remas-remas. Aku tak berkata-kata apa saat itu, hanya mengangguk dan berkata iya.
“Tapi saya seorang dokter, Pak”. Jawabku sedikit membentak.
“Sungguh hal yang wajar, jika seorang dokter pulang larut malam pak. Sibuk banget merawat pasien membuat ku lupa apakah ada siang dan malam.” Balas ku sedikit keras.
“Tidak ada alasan. Bapak tak mau hanya karena kamu pulang larut malam. Kompleks lingkungan ini jadi kotor”.
Lidahku kelu, tak bekutik untuk sepatah katapun. Bola mata kuliah lirih akan ucapan bapak itu.
“Apakah aku seburuk itu?” (Tanya batinku).
Rasa lelah yang terpendam seketika melayang bersama kata per kata yang keluar dari mulut bapak itu. Aku tak ingin berpikir tentang apa-apa lagi, meskipun apa yang di katakan itu menusuk hati. Aku terus saja berjalan walau dengan wajah murung.
“Kalau di bilang sedih ketika ada orang yang meragukan karekaterku. Itu hak mereka. Tapi… apakah dokter yang pulang malam itu buruk? Hmm.. entah salah ku, atau alam yang sedang tak berpihak kepadaku.”
Saat kaki ku tepat di depan pintu, aku tak berpikir apa-apa selain tidur. Terpejam lah mata ini, tak ingin memikirkan perkataan bapak itu. Tapi masih saja terpikir olehku setiap ucapan yang dilontarkan bapak itu kepada ku beberapa menit yang lalu.
“Apa salahnya bapak itu mendengarkan penjelasan ku. Sebelum ia menuduhku yang tidak-tidak. Entah apa yang di pikirkan bapak itu. Matanya saat melihatku seolah-olah aku adalah sampah.”
Hampir sekitar 3 menit aku termenung, namun akhirnya rasa kesalku kalah dengan rasa lelahku.
****
Keesokan paginya, kebetulan aku mendapatkan jadwal shift pagi. Rasa lelah yang belum tuntas, tapi boleh buat apa. Ini adalah resiko setiap apa yang kamu lakukan mau tidak mau harus menerima dengan lapang dada. Berusaha lupa, akan kejadian malam pergantian tahun itu. Alam lagi-lagi mengajakku bercanda dengan manusia-manusia yang menganggap diri mereka adalah orang berdarah putih.
Kejadian itu tak ada ceritakan kepada siapapun. Terkecuali bapak itu dan aku untuk menjalani hari-hari seperti biasanya. Mencoba tersenyum dengan orang-orang yang harus ku berikan senyuman.
Pagi Minggu di tanggal 1 dengan tahun yang baru, cuaca tampak cerah. Tak seperti kemarin, yang tampak murung. Alam memiliki tangan yang menggandengku dengan terangnya hari ini. Ia memberiku semangat.
“Berarti kemarin itu memberikan tanda untukku, akan ketemu bapak itu”. Ucapku.
“Tapi sudahlah, itu cerita kemarin”. Lanjutnya.
“Dok, pasien ruangan mawar 2 darurat (bergegas)”.
Di antara kamar-kamar dalam lowongan rumah sakit, terpikir dibenakku kenapa aku harus memikirkan apa yang orang lain katakan. Melakukan apapun tak harus di ketahui banyak orang. Biarlah sang kuasa yang menilai bagaimana aku. Akhirnya, ku tutup cerita kemarin dengan kebaikan hari ini dan selanjutnya.