Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA) dengan nomer register 465K/TU/2015 yang mengabulkan kasasi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, melegitimasi kembali Surat Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomer: 68/KEP/2015 tentang Izin Penetapan Lokasi (IPL) pembangunan Bandara Internasional di Temon Kulon Progo, yang sebelumnya petani Temon Kulon Progo yang tergabung dalam Wahana Tri Tunggal (WTT) menolak pembangunan bandara memenangkan sidang gugatan IPL di Pengadilan Tata Usaha Negara DIY (PTUN). Izin Penetapan Lokasi (IPL) yang diterbitkan oleh Gubernur DIY pada 31 Maret 2015 dengan SK Nomer 68/KEP/2015, Bandara Internasional akan dibangun di lahan seluas 645,63 hektar di kecamatan Temon kabupaten Kulon Progo di lima desa yang meliputi: Desa Glagah, Sindutan, Jangkaran, Kibonrejo, dan Palihan.
Pembangunan bandara internasional di kecamatan Temon Kulon Progo, merupakan mega-proyek Kulon Progo, serta merupakan program MP3EI di Yogyakarta. Pembangunan bandara internasional proses awalnya di mulai dari MoU antara pemerintah Indonesia yang diwakili oleh PT Angkasa Pura (Persero) dengan investor asal India GVK Power & Infranstructure pada tanggal 25 Januari 2011 di India. Kerjasama ini berbentuk perusahaan patungan (Joint Venture Company) dengan masing-masing pihak memiliki hak atas kepemilikan saham dan pembangunan tersebut senilai US$ 500 juta.
Pembangunan Bandara baru di Kulon Progo yang juga berpedoman pada Peraturan Daerah (Perda) Nomer 1 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten Kulon Progo tahun 2012-2032 yang dimana perda RTRW kabupaten Kulonprogo tersebut bertentangan dengan Undang-undang Nomer 26 tahun 2007 tentang penataan ruang. Peraturan Pemerintah Nomer 26 tahun 2008 tentang rencana tata ruang wilayah nasional, peraturan presiden no 28 tahun 2012 tentang rencana tata ruang wilayah provinsi daerah istimewa Yogyakarta 2009-2029.
Dengan ini, jelas bahwa peraturan perundang-undangan dari tingkat nasional sampai pada tingkat provinsi secara konsisten hanya menyebutkan pengembangan bandara Adisutjipto dan bandara Adi Sumarmo sebagai satu sistem jaringan Transportasi Udara di Wilayah D.I. Yogyakarta-Jawa Tengah tidak ada penetapan wilayah baru pembangunan bandara baru terlebih di kecamatan Temon Kulon Progo. Setelah putusan MA yang mengabulkan kasasi yang diajukan oleh Gubernur DIY terkait IPL, maka tahapan berikutnya akan terjadi pembebasan lahan. Ada sekitar 2.875 kepala keluarga atau 11.501 jiwa masyarakat terdampak atas pembangunan bandara yang kebanyakan bermata pencaharian petani yang sudah menjadi tumpuhan hidup harus kehilangan lahan pertaniannya yang produktif, sebagai bentuk perjuangan untuk mempertahankan hak atas ruang hidup, kami Wahana Tri Tunggal (WTT), bersama kawan-kawan solidaritas baik dari sektor rakyat dan juga elemen mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Solidaritas Tolak Bandara (GESTOB) melakukan aksi mogok makan dan menuntut:
1). Tolak Pembangunan bandara di Temon, Kulonprogo 2). Cabut Perda nomor 1 tahun 2012. Tentang RTRW Kabupaten kulonprogo tahun 2012-2032. 3). Cabut Surat keputusan Gubernur Nomor 68/KEP/2015 tentang izin penetapan lokasi (IPL) pembangunan Bandara di Temon Kulon Progo. 4). Hentikan Represifitas terhadap Petani.
Yogyakarta 26 Oktober 2015