web analytics
Connect with us

Berita

Produktif di kala Pandemi

Published

on

Kamis (25/2/2021) Talkshow Mitra Wacana kali ini mengangkat tema “Produktif di kala pandemi” di Radio Smart FM Yogyakarta dengan narasumber ibu Sekti Rohani dan Wahyuni dari Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) Rengganis. P3A Rengganis di bentuk pada tahun 2014. Tujuan dibentuknya P3A ini sebagai wadah bagi pekerja migran yang sudah pulang untuk berkumpul dan belajar bersama.

Di talkshow tersebut bu sekti rohani menyampaikan mengapa seseorang sampai memutuskan untuk bekerja di luar negeri karena mempunyai permasalahan ekonomi. Hampir semua pekerja migran mempunyai mimpi suskes bekerja di luar negeri dengan gaji yang besar sehingga mampu memperbaiki kondisi keuangan keluarga, akan tetapi tidak semua pekerja migran mempunyai nasib baik dan sukses di luar negeri.

Banyak juga dari mereka yang mengalami tindak pidana perdaganan orang mulai dari pemalsuan dokumen, pekerjaan dan gaji yang tidak sesuai kontrak sampai dengan mengalami penyiksaan oleh majikan. Hal ini tentunya harus menjadi perhatian kita bersama jangan sampai praktik-praktik perdagangan orang ini menimpa orang terdekat kita.

Menurut ibu Wahyuni, P3A Rengganis menjadi wadah pengembangan diri bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) purna dengan berbagai kegiatan. Kegiatan dilakukan secara rutin tiap bulannya seperti belajar pencegahan tindak pidana perdagangan orang, bagaimana migrasi yang aman, belajar tentang gender, perencanaan organisasi , dan berbagai kegiatan untuk keterampilan usaha. Setelah ada pandemi covid-19 lebih satu tahun ini, menuntut P3A Rengganis untuk melakukan strategi baru dalam menjalankan kegiatannya. Mulai dari menyiapkan protokol kesehatan setiap pertemuan sampai dengan menunda beberapa kegiatan workshop yang sebelumnya sudah direncanakan.

Pandemi Covid-19 membawa dampak yang luas tidak hanya disektor kesehatan saja tetapi mulai dari dunia pendidikan, pariwisata, ekonomi, social dan budaya. Namun kondisi ini tidak membuat kelompok dampingan Mitra Wacana Yogyakarta ini pasrah dengan keadaan. P3A Rengganis yang diketuai oleh ibu Sekti Rohani memilih untuk terus produktif dikala pandemi, mereka tidak hanya mengharapkan bantuan dari pemerintah saja tetapi mereka secara kolektif membuat usaha produktif untuk keberlangsungan kelompok P3A Rengganis.

Sebelum membuat usaha, terlebih dahulu melakukan analisis kebutuhan pasar di wilayah mereka tinggal. Setelah data dari kebutuhan masyarakat tersebut di dapatkan, akhirnya P3A Rengganis memutuskan untuk memproduksi sabun cair. Pemilihan produksi sabun cair ini karena menjadi kebutuhan dasar setiap orang.

Saat ini, kelompok pimpinan Sekti Rohani ini telah melakukan produksi sabun cair dengan kemasan yang menarik untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Sabun cair hasil produksi ini dipromosikan oleh semua anggota P3A ke semua masyarakat lewat media social untuk meningkatkan penjualannya. Keuntungan dari produksi sabun cair ini nantinya akan digunakan oleh P3A Rengganis untuk keberlanjutan organisasi dan kegiatan-kegiatan yang telah direncanakan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Perempuan Indonesia Merajut Solidaritas: Suara dari Akar Rumput untuk Keadilan dan Kemanusiaan

Published

on

Oleh Nurmalia Ika Widiasari, S.H., MKn (Dewan Pengurus Mitra Wacana)

Jakarta, 24 Mei 2025 — Di tengah tantangan kesetaraan gender dan ketidakadilan sosial yang masih mengemuka di Indonesia, para perempuan dari berbagai penjuru tanah air berkumpul di lantai 4 Grha Pemuda Katedral Jakarta dalam forum diskusi bertajuk “Perempuan Indonesia Merajut Solidaritas Bersama.” Acara ini merupakan serial ketiga dari Bonum Commune Forum (BCF) yang diselenggarakan oleh Keuskupan Agung Jakarta dan 5P Global Movement. Mitra Wacana hadir sebagai tamu istimewa dan duduk di barisan depan forum tersebut.

Mengusung semangat Hari Perempuan Internasional bertema “For All Women and Girls: Rights. Equality. Empowerment,” forum ini menegaskan bahwa perjuangan perempuan bukan sekadar selebrasi simbolik, melainkan panggilan untuk aksi nyata. Acara dibuka dengan sambutan hangat dan selingan humor oleh Inaya Wahid, aktivis dan seniman, yang menghidupkan suasana diskusi sejak menit pertama.

Tiga narasumber utama hadir dengan cerita dan perjuangan yang menyentuh. Sumini, pengelola hutan adat dari Aceh, membagikan kisah perjuangannya menjaga hutan dengan pendekatan damai. “Kami tidak melawan para pembakar hutan dengan kekerasan, kami ajak makan, lalu berdialog,” ungkapnya, sambil menegaskan bahwa keberlanjutan lingkungan bisa dimulai dari tindakan kecil dan konsisten.

Suster Laurentina, yang dikenal sebagai “Suster Cargo,” membagikan realitas pahit para Buruh Migran (BM) asal NTT. Ia menyinggung banyaknya BM yang meninggal di luar negeri tanpa perlindungan hukum yang memadai. “Kadang saya disebut perempuan kurang kerjaan karena urus jenazah. Tapi ini panggilan hati,” tegasnya, yang disambut tawa haru peserta ketika ia menjawab guyonan Inaya dengan spontan dan jenaka.

Sementara itu, Octavia Wuri dari Sekolah Tanpa Batas menuturkan perjuangannya mendirikan sekolah inklusif bagi anak-anak difabel dan marjinal. Ia nyaris menyerah, hingga seorang siswanya mengaku ingin bunuh diri. “Saat itu saya tahu, saya tidak bisa berhenti,” katanya, lirih namun penuh daya.

Diskusi semakin kuat ketika penanggap seperti Karlina Supeli dan Andar Nubowo menekankan pentingnya memperluas solidaritas lintas isu dan gender. Karlina menyoroti bahwa perubahan sosial bisa memakan waktu hingga 2000 tahun jika tidak ada intervensi nyata. Sedangkan Andar menyebut tiga perempuan pembicara sebagai “Power Rangers perubahan.”

Isu-isu penting seperti larangan pendirian rumah ibadah, diskriminasi Ahmadiyah, hingga pembongkaran makam juga mengemuka dalam sesi tanya jawab. Inaya Wahid merespons dengan tegas bahwa perjuangan Gusdurian adalah membela yang minoritas dan terpinggirkan, karena “mereka yang kerap dilupakan negara.”

Forum ditutup dengan pernyataan solidaritas dari peserta lintas iman, termasuk Pak Kusbini yang menyampaikan duka atas wafatnya Paus dan harapan atas pemilihan Paus Leo. “Kita mungkin tidak seiman, tapi kita sejalan dalam perjuangan kemanusiaan,” ujarnya mantap.

Kegiatan ini menjadi bukti bahwa suara perempuan dari akar rumput adalah kunci untuk membangun Indonesia yang inklusif, adil, dan berkelanjutan.

Continue Reading

Trending