web analytics
Connect with us

Opini

Tumbuh Bersama Omah Perempuan Sinau Desa (OPSD)

Published

on

OPSD Tingkat Dasar Kabupaten Kulon Progo. Foto: Dokumentasi Mitra Wacana WRC
Astriani. Foto: Atta

Astriani. Foto: Atta

Oleh Astriani (Kordinator CO Wilayah Kulon Progo)

“Setelah mengikuti OPSD saya menjadi lebih percaya diri, berani berpendapat di depan publik, tahu dan dapat memetakan potensi ekonomi yang ada di desa,” kata Ngatinem, ketua Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) Perempuan Sehat Sejahtera dan Beriman (PESISIR) desa Banaran Kecamatan Galur Kulon Progo ketika mengikuti review (peninjauan kembali) kurikulum OPSD pada 19 – 20 Juni 2017 di Mitra Wacana WRC, Gedongan Baru RT 06 RW 43 Pelemwulung No.42 Banguntapan Bantul Yogyakarta.

Anisa, anggota P3A Rengganis Desa Salamrejo Kecamatan Sentolo mengungkapkan bahwa setelah mengikuti OPSD merasakan manfaatnya. “Yang saya rasakan, manfaat yang didapat setelah mengikuti OPSD Mitra Wacana WRC adalah saya bisa membantu mendampingi teman yang mempunyai masalah, khususnya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Selain itu juga mendapat banyak pengalaman, menjadi percaya diri, berani berbicara dan mempunyai pengalaman menjadi narasumber talkshow di radio”.

Dua pernyataan tersebut, memberikan gambaran bahwa dalam pelaksanaan OPSD ada perubahan dan manfaat yang dirasakan oleh peserta. Selama ini perempuan belum mengetahui tentang situasi sosial dan masalah di desa secara menyeluruh. Selain itu, perempuan biasanya sebatas menjadi obyek pembangunan. Dampaknya, perempuan tidak memiliki kuasa untuk melakukan perubahan atau menuntut hak. Sebagai contoh, ketika nama mereka tidak tercantum dalam daftar pemilih pemilu atau program bantuan sosial, mereka akan kebingungan bahkan tidak berani menanyakan kepada pamong desa. Namun setelah mereka mengikuti OPSD, mulai tumbuh keberanian melakukan konfirmasi dan mengusulkan nama-nama penerima bantuan. Hal ini tentu sebagai bagian dari upaya memperjuangkan hak.

Mengapa OPSD

Undang-Undang No.6 Tahun 2014 Tentang Desa membawa harapan baru agar desa lebih transparan dan partisipatif. Bentuk partisipasi warga yang telah diatur dalam undang-undang misalnya turut serta dalam musyawarah desa. Warga memperoleh kesempatan untuk menyampaikan aspirasinya, baik secara lisan maupun tulisan.

Terbukanya peluang keterlibatan warga yang diamanatkan oleh UU Desa ternyata masih ada tantangan, terutama berkaitan dengan ketersediaan informasi, situasi sosial desa serta pengetahuan warga desa sendiri tentang tata kelola desa. Tantangan lain dalam hal partisipasi warga di desa adalah masih kurangnya pelibatan perempuan di dalam forum rembug warga, meskipun Undang-Undang Desa telah mengaturnya.

Berangkat dari situasi tersebut, Mitra Wacana WRC mencoba mengenalkan OPSD sebagai tempat belajar dan tumbuh berkembang bersama perempuan desa. Dengan adanya OPSD, harapannya perempuan yang tergabung bisa belajar keadilan dan kesetaraan gender, pencegahan perdagangan orang, pencegahan KDRT, advokasi, pencegahan kekerasan seksual terhadap perempuan dan anak, kepemimpinan perempuan, tata kelola desa serta lebih bijaksana dalam memanfaatkan media; cetak maupun elektronik.

Tujuan pelaksanaan OPSD beberapa diantaranya; mendorong partisipasi perempuan dalam proses pembangunan desa, meningkatkan kapasitas kelompok perempuan desa yang berpotensi dapat berperan aktif dalam proses pembangunan desa, mengenali dan menemukan potensi desa, serta mengembangkan potensi sebagai pijakan pengambilan kebijakan di desa. Selain itu, keberadaan OPSD dapat dimanfaatkan sebagai tempat pendidikan bagi perempuan mantan buruh migran yang ada di sembilan desa.

Kegiatan OPSD

OPSD merupakan sekolah desa untuk perempuan desa. Alasannya, agar para perempuan desa mendapatkan ruang dan kesempatan untuk belajar mengembangkan diri dan menumbuhkan kesadaran perempuan.

Para peserta OPSD adalah para perempuan di sembilan desa tiga kecamatan. Kecamatan Galur; Desa Banaran, Nomporejo, dan Tirtorahayu. Kecamatan Sentolo; Desa Sentolo, Salamrejo, dan Demangrejo, Kecamatan Kokap; Desa Hargotirto, Hargorejo, dan Kalirejo. Peserta berasal dari perwakilan P3A, PKK, kader desa dan perwakilan perempuan dari organisasi di desa.

Belum adanya pelibatan peserta laki-laki dalam pelaksanaan OPSD bukan berarti mengesampingkan mereka, namun sebagai pilihan strategi Mitra Wacana WRC. Akan tetapi, dalam poses pelaksanaannya tetap mendorong laki-laki untuk terlibat dalam kajian gender.

Dalam pelaksanannya, OPSD terbagi menjadi tiga kategori; 1) Dasar, 2) Menengah, dan 3) Lanjut. Semua peserta OPSD nantinya akan melewati jenjang kategori tersebut. Untuk pembagian kategori dalam pelaksanaan OPSD, mengacu pada pengelompokkan sebagai berikut: a) Peserta OPSD tingkat dasar adalah perempuan yang baru saja menjadi anggota Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A), dan belum pernah mengikuti kegiatan maupun pelatihan yang diselenggarakan oleh Mitra Wacana WRC. Mereka berasal dari sembilan desa dampingan Mitra Wacana WRC, b) OPSD tingkat menengah diikuti oleh anggota P3A yang sudah selesai di OPSD tingkat dasar, dan c) OPSD tingkat lanjut diikuti oleh peserta yang sudah selesai di OPSD tingkat menengah.

Oleh karenanya, setiap perempuan yang berasal dari OPSD tingkat lanjut diharapkan memiliki kemampuan menjadi fasilitator OPSD tingkat dasar dan menengah. Untuk OPSD tingkat dasar dan menengah tingkatnya kecamatan, sedangkan kabupaten untuk tingkat lanjut.

Peserta OPSD juga melakukan pendataan buruh migran yang saat ini masih berada di luar negeri. Pendataan dilakukan dengan melakukan wawancara terhadap anggota keluarga tentang identitas buruh migran yang meliputi nama, tempat tanggal lahir, alamat, negara tujuan, Perusahaan Pengerah Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS, dan kontrak kerja.

Pendataan tidak terbatas kepada orang yang berada di luar negeri, namun termasuk para perantau di luar daerah. Saat ini, hasil dari pendataan yang sudah dilakukan oleh peserta OPSD sedang dalam proses pengolahan. Data ini nantinya akan disampaikan kepada desa masing-masing dan menjadi bahan P3A melakukan audiensi kepada pemerintah desa dalam mengupayakan pencegahan perdagangan orang.

Pelaksanaan OPSD berlangsung selama tiga hari dengan materi yang ada di kurikulum. Tidak dipungkiri pemahaman peserta mengenai materi yang dibahas dalam OPSD berbeda satu sama lain, karena itu para peserta akan mendiskusikan ulang dan mengkaji kembali materi-materi OPSD di pertemuan rutin setiap bulan oleh Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) di desa masing-masing. Biasanya ditemani oleh community organizer (CO) atau pendamping komunitas dari Mitra Wacana WRC.

Ada catatan menarik ketika peserta OPSD tingkat menengah mengikuti proses pembelajaran di tingkat dasar sehingga fasilitator dengan kreatif mengubah metode pada proses pelaksanaannya untuk meminimalisir kesenjangan materi antar peserta. Terlepas dari tantangan yang dihadapi, sangat membanggakan ketika ada peserta OPSD yang kepercayaan dirinya selalu meningkat dan tidak malu mengungkapkan ide dan pendapatnya di pertemuan. Mereka juga pernah melakukan audiensi kepada pemerintah di desa (kepala desa) masing-masing mempromosikan keberadaan P3A; lengkap dengan visi, misi dan tujuannya.

Sebagai catatan akhir, OPSD merupakan upaya meningkatkan kesadaran perempuan untuk berani tampil berpartisipasi dalam pembangunan di desa masing-masing. Para peserta OPSD diharapkan mampu menjadi fasilitator pertemuan. Selain itu, P3A menjalin kerja sama dengan pemerintah desa dalam setiap penyelenggaraan kegiatan, sehingga baik P3A atau OPSD mendapatkan perhatian dari pemerintah desa, terutama di sisi kebijakan anggaran. Setidaknya, OPSD menjadi kesempatan bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan di desa.

*Tulisan ini juga dimuat di buletin Mitra Media edisi 4, September 2017

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Mitra Wacana dan LBH APIK Yogyakarta: Penguatan Jaringan Untuk Kesetaraan Gender dan HAM

Published

on

Pada Kamis, 16 Januari 2025, Mitra Wacana menerima kunjungan dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Yogyakarta. Pertemuan yang berlangsung mulai pukul 10.00 hingga 12.00 WIB ini disambut langsung oleh Ketua Dewan Pengurus Mitra Wacana, Ibu Istiatun. Sebanyak enam perwakilan dari LBH APIK hadir dalam kunjungan ini, membawa semangat untuk memperkuat jaringan kerja sama antara kedua lembaga yang memiliki visi serupa dalam mendukung pemberdayaan perempuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM).

Kunjungan dimulai dengan sesi perkenalan dan presentasi dari Mitra Wacana. Wahyu Tanoto memaparkan sejarah berdirinya organisasi ini, fokus isu yang diusung, serta berbagai program dan kegiatan yang telah dilakukan untuk memperjuangkan hak-hak perempuan dan mendorong kesetaraan gender di Indonesia. Presentasi ini menjadi kesempatan bagi LBH APIK untuk memahami lebih dalam tentang pendekatan dan strategi yang diterapkan oleh Mitra Wacana dalam menangani berbagai isu krusial, seperti kekerasan berbasis gender, akses terhadap keadilan, dan peningkatan kesadaran masyarakat.

Setelah sesi presentasi, diskusi hangat dan interaktif pun berlangsung. Kedua lembaga berbagi pengalaman tentang tantangan yang dihadapi dalam menjalankan misi masing-masing. LBH APIK, yang berfokus pada layanan bantuan hukum untuk perempuan korban kekerasan, berbagi cerita mengenai kompleksitas kasus dan berbagai tantangan yang dihadapi. Di sisi lain, Mitra Wacana membagikan strategi pemberdayaan berbasis komunitas yang melibatkan masyarakat lokal dalam upaya advokasi dan edukasi.

Dalam diskusi ini, kedua pihak juga menjajaki potensi kolaborasi di masa depan. Salah satu ide yang mencuat adalah kemungkinan mengadakan program bersama dalam penanganan korban. Program ini diharapkan mampu menjangkau lebih banyak perempuan, terutama di wilayah pedesaan, yang sering kali menjadi korban kekerasan namun minim akses terhadap informasi dan bantuan hukum.

LBH APIK menyampaikan harapannya agar pertemuan ini menjadi awal dari hubungan yang lebih erat antara kedua lembaga. Mereka mengapresiasi pendekatan inklusif Mitra Wacana yang berfokus pada pemberdayaan akar rumput, dan menilai hal ini sebagai pelengkap yang ideal untuk layanan hukum yang mereka berikan.

Sementara itu, Mitra Wacana menyambut baik inisiatif LBH APIK untuk menjalin kemitraan yang lebih strategis. “Kerja sama seperti ini penting untuk memperkuat dampak yang ingin kita capai. Dengan bersinergi, kita dapat menjangkau lebih banyak perempuan yang membutuhkan dukungan,” ujar Ibu Istiatun.

Kunjungan ini menjadi langkah awal yang menjanjikan untuk menciptakan kolaborasi yang lebih solid antara Mitra Wacana dan LBH APIK Yogyakarta. Dengan menggabungkan keahlian dan pengalaman masing-masing, kedua lembaga berharap dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam upaya pemberdayaan perempuan dan perlindungan HAM di Indonesia.

Continue Reading

Trending