Berita
Mitra Wacana Dorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kulon Progo untuk Wujudkan Kalurahan Ramah Perempuan dan Anak
Published
2 weeks agoon
By
Mitra Wacana
Kulon Progo – Mitra Wacana gelar sosialisasi Kalurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) di tiga kapanewon Kabupaten Kulon Progo. KRPPA merupakan program yang didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama pemerintah daerah, organisasi, dan masyarakat setempat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak.
KRPPA merupakan program nasional yang mendorong setiap kalurahan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan, perlindungan, dan pemberdayaan perempuan serta anak. Melalui sosialisasi ini, masyarakat diajak untuk memahami dan berperan aktif dalam penerapan prinsip-prinsip KRPPA di lingkungan mereka.
Sosialiasasi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan komitmen KRPPA yang sebelumnya telah dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan di tingkat lokal, yakni Kalurahan Salamrejo, Sentolo, dan Demangrejo untuk wilayah Kapanewon Sentolo, Kalurahan Tirtorahayu, Nomporejo, dan Banaran untuk wilayah Galur, dan Kalurahan Hargotirto, Hargorejo, dan Kalirejo untuk wilayah Kapanewon Kokap. Pelakasanaan sosialisasi ini dilakukan selama enam hari di tiga kapanewon, masing-masing selama dua hari, yaitu Kapanewon Sentolo pada 20-21 Oktober 2025, Kapanewon Galur pada 22-23 Oktober 2025, dan penutupnya di Kapanewon Kokap pada 27-28 Oktober 2025, yang dihadiri oleh pemangku kepentingan lokal dari pemerintah Kalurahan, unsur penggerak perempuan, tokoh masyarakat dan kelompok P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan&Anak) dampingan Mitra Wacana.
Selama dua hari kegiatan, peserta dari berbagai kalurahan di setiap kapanewon mendengarkan empat materi yang dipaparkan oleh pegiat Mitra Wacana. Sebelum sesi pemaparan materi dimulai, hari pertama kegiatan diawali dengan pre-test yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan setiap peserta tentang KRPPA. Selanjutnya, peserta mendapatkan dua materi, yaitu Hak dan Perlindungan Perempuan, serta Hak dan Perlindungan Anak. Kedua materi ini menyoroti pentingnya kesetaraan akses, perlindungan hukum, serta peran masyarakat dalam menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan anak.
Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan materi tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). SAPA merupakan sebuah inisiatif partisipatif yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan kekerasan berbasis gender dan perlindungan anak. Di akhir kegiatan, diadakan juga post-test untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan peserta terhadap materi yang telah disampaikan.
Materi tentang Hak dan Perlindungan Perempuan membahas berbagai bentuk diskriminasi berbasis gender, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sebagai payung hukum internasional dalam melindungi hak-hak perempuan, serta prinsip dan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Setelah itu, dilanjutkan materi tentang Hak dan Perlindungan Anak membahas tentang landasan hukum dalam melindungi hak anak, serta berdiskusi tentang kasus-kasus pelanggaran hak anak, seperti kasus pernikahan anak, putus sekolah, dan keterbatasan ruang aman dalam bermain.

Hari kedua kegiatan dimulai dengan pemaparan materi Pengarutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). Dalam sesi PUG, tim Mitra Wacana menjelaskan kesetaraan gender tidak sekadar memperjuangkan hak perempuan, tetapi meningkatkan kapasitas dan partisipasi aktif perempuan dan laki-laki dalam pembangunan daerah. Tim Mitra Wacana juga menjelaskan indikator keberhasilan PUG meliputi partisipasi pengambilan keputusan, akses ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, keadilan sosial, dan kesadaran terhadap perubahan sosial.
“Kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan, tapi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam kehidupan,” tegas Alfi Rahmadani, tim Mitra Wacana, pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).
Setelah pemaparan PUG selesai, dilanjutkan dengan pemaparan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) oleh Muhammad Mansur, tim Mitra Wacana. Gerakan SAPA menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga layanan, apparat hukum dan masyarakat dalam menciptakan sistem perlindungan yang cepat tanggap dan berkeadilan. Setelah menjelaskan tentang SAPA, Mansur mengajak semua peserta untuk berdiskusi tentang implementasi gerakan SAPA di tingkat kalurahan.
“Melalui gerakan SAPA, kita wujudkan lingkungan aman, setara, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujar Mansur pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).
Melalui kegiatan ini, Mitra Wacana berharap adanya peningkatan kapasitas masyarakat, serta memperkuat pondasi pemahaman dan kesadaran kolektif dalam masyarakat tentang KRPPA. Selain itu, diharapkan proses kolaborasi ini dapat berjalan lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan demi terciptanya kalurahan yang setara, aman, dan inklusif bagi perempuan dan anak.
Berita
Mitra Wacana Dorong Pemerintah Perkuat Pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia
Published
3 days agoon
11 November 2025By
Mitra Wacana
Jakarta, 10 November 2025 — Mitra Wacana turut berpartisipasi aktif dalam Konsultasi Nasional tentang Akses terhadap Pelindungan Sosial yang Layak dan Berkelanjutan bagi Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan di Swiss-Belresidences Kalibata, Jakarta Selatan. Kegiatan ini diinisiasi oleh Migrant Forum in Asia (MFA) bekerja sama dengan Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dan Solidaritas Perempuan, dengan dukungan dari IOM melalui program Migration, Business and Human Rights in Asia (MBHR Asia) yang didanai oleh Uni Eropa dan Pemerintah Swedia.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan serikat buruh ini bertujuan untuk memperkuat advokasi dan sinergi kebijakan dalam menjamin akses perlindungan sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik di tahap pra-penempatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah kembali ke tanah air.
Dalam sesi diskusi, berbagai isu krusial mencuat, mulai dari minimnya akses pendidikan dan lapangan kerja yang layak di dalam negeri hingga praktik perekrutan yang tidak adil dan jeratan hutang yang menjerat calon pekerja migran. Kondisi ini, menurut para peserta, memperlihatkan bagaimana kemiskinan struktural masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
“Ketika pemerintah tidak menyediakan akses pendidikan dan pekerjaan yang layak, masyarakat akhirnya mencari penghidupan di luar negeri. Tapi di sana pun mereka menghadapi eksploitasi dan kekerasan, bahkan ada yang tidak kembali dengan selamat,” ungkap salah satu peserta diskusi yang menyoroti rentannya posisi pekerja migran di berbagai negara penempatan.
Mitra Wacana, melalui perwakilannya Nurmalia, menegaskan pentingnya tanggung jawab negara dalam memastikan perlindungan menyeluruh bagi PMI. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional agar pekerja migran dan keluarganya memperoleh jaminan sosial yang adil.
“Negara harus hadir secara konkret, tidak hanya menjadikan PMI sebagai pahlawan devisa, tetapi juga memastikan mereka terlindungi dari hulu ke hilir. Kami mendesak pemerintah untuk memperkuat kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan perwakilan Indonesia di luar negeri, agar sistem perlindungan berjalan efektif dan tidak ada lagi korban yang dipulangkan tanpa pemulihan yang layak,” tegas Nurmalia, mewakili Mitra Wacana.
Konsultasi nasional ini juga merekomendasikan penguatan kebijakan jaminan sosial lintas negara serta sistem reimbursement yang memungkinkan pekerja mendapatkan layanan kesehatan sebelum dipulangkan. Para peserta berharap hasil diskusi ini menjadi pijakan bagi advokasi regional dalam memperjuangkan kebijakan yang lebih adil, berkelanjutan, dan berpihak pada pekerja migran.
Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk memperluas jaringan advokasi dan mendorong pembentukan kebijakan yang tidak hanya melindungi pekerja migran, tetapi juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi keluarga mereka di tanah air.








