Opini
AKSI BAKAR AL-QUR’AN OLEH OKNUM ISLAMOFHOBIA MEMBUAT UMAT MUSLIM GERAM, APAKAH ITU BENTUK PENISTAAN AGAMA ?
Published
7 months agoon
By
Mitra WacanaSemua agama termasuk agama islam pasti mempunyai aturan serta hukum-hukum yang menjadi pedoman bagi agama itu sendiri, bagaimana tata cara kehidupan muslim yang sesuai syarat. Allah SWT memberikan kemudahan pada Al-qur’an untuk di jadikan sebuah pembelajaran, perenungan dan nasihat karna isinya yang penuh dengan keterangan yang sangat jelas, menyakinkan, mencukupi dengan lengkap dan komplet (Surasman, 2020: 252). Sebagaimana yang diketahui bahwa Al-qur’an merupakan kitab suci yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad saw dan dijadikan pedoman utama bagi umat islam. Al-qur’an juga terjaga kemurniannya dan jika seorang muslim membacanya merupakan suatu amal ibadan yang berpahala (Jaedi, 2019: 63).
Swedia merupakan suatu negara yang menerapkan prinsip demokrasi dan berambisi sebagai negara yang beradap, mengakomodasikan berbagai etnik budaya dalam berbagai kebijakan yang mendukung integrasi dan multi-budaya (Syauqii, 2023: 67). Pembakaran Al-qur’an yang baru-baru terjadi menarik perhatian banyak publik terutama umat islam di berbagai negara, kejadian tersebut menyebab terganggunya keharmonisan toleransi antar umat beragama di Swedia dan seluru dunia. Inseden tersebut terjadi disebabkan oleh fenomena yang di sebut Islamofobia yang di lakukan oleh Rasmus paludan.
Islamofobia suatu fenomena kecurigaan dan ketakutan terhadap islam atau umat muslim yang umumnya terjadi dikalangan korban terorisme maupun lingkungan sekitar terorisme dan menganggap bahwa islam merupakan agama kekerasan dan agama terorisme. Hal tersebut merupakan asumsi yang sangat fatal meskipun inilah yang di jual terus menerus (Kuswaya, 2020: 18). Seiring berkembangnya waktu, islamofobia sering terjadi terutama di negara-negara dengan penduduk minoritas muslim seperti negara barat, islamofobia itu sendiri ada sejak islam itu lahir pada zaman Nabi Muhammad saw yang mana dahulu kaum kafir qurais membenci dan memusuhi Nabi juga umat muslim lainnya (Apriliani & Rosyad, 2021: 118-119).
Sumanto Alqurtuby menyebut Islamfobia merupakan bentuk kekhawatiran yang berlebihan pada kaum muslim. Islamofobia merupakan “penyakit psikologis” yang bertumpu pada pandangan dan sikap antipati terhadap agama islam. Islamofobia merupakan sikap rasisme yang menciptakan kesalapahaman dan menambah bahan bakar kebencian. Ada tiga dimensi islamofobia yaitu dimensi privat berupa ketakutan, kecurigaan, dan kekerasan yang menargetkan ummat muslim(Ibda, 2019: 219-230).
Aksi pembakaran Al-qur’an telah tersebar diberbagai media online barat maupun internasional. Rasmus Paludan yang telah melakukan aksi tersebut mengatakan bahwa apa yang ia lakukan sebagai bentuk dari kebebasan berekspresi. Hal tersebut memicu islamofobia (gerakan anti-islam) pada masyarakat eropa yang mana umat muslim mangancam keras aksi tersebut bahkan rasmus mengatakan tak banyak yang menerornya (Syauqii, 2023: 67). Negara lain seperti Indonesia, Saudi arabia, malaysia memprotes aksi dan mengecam terhadap aksi pembakaran tersebut. Anwar ibrahim selaku Perdana Mentri Malaysia menegaskan bahwa tindaka yang di lakukan oleh Rasmus paludan merupakan bentuk provokasi besar bagi umat islam di dunia, ia juga mendesak pemerintah pemerintah swedia agar mengambil tindakan dan memastikan ada upaya untuk mengatasi islamofobia yang mengkhawatirkan di swedia ( Hakim & Hanafi, 2023: 3).
Rasmus Paludan melakukan aksinya di depan kedutaan besar Turki di Stockholm, namun sebenarnya aksi yang dilakukannya adalah murni politik demi mendapatkan perlindungan dari NATO (Syauqii, 2023: 69). Islamofobia menjadi bayang-bayang di eropa, salah satu penyebabnya karna masih banyak terjadi serangan bom mematikan oleh para Jihadis Muslim di eropa, yang telah di anggap sebagai teroris. Serangan-serangan tersebut merupakan serangan bom bunuh diri serta beberapa tembakan bersenjata oleh komunitas Muslim yang menjadi faktor utama mengapa eropa masih gamang untuk melepaskan Islamofobia. Hal ini juga menjadi alasan mengapa turki kesulitan untuk menjadi anggota uni-eropa. Berbagai alasan yang menjadikan islam agama yang di benci maupun di takuti. Namun jawabannya sangat sederhana yaitu karna perasaan kalah dan tidak mengetahui bagaimana cara untuk menang. Prasangka bahwa islam sebagai agama yang “inferior” tidak pantas untuk mempengaruhi atau berpengaruh terhadap nilai-nilai yang telah ada di masyarakat (Kuswaya, 2020: 23-27).
Opini
RUU PPRT dan Eksploitasi Pekerja Rumah Tangga (Analisis Feminis)
Published
4 weeks agoon
8 November 2024By
Mitra WacanaDi balik gemerlapnya kehidupan perkotaan dan kemewahan yang dipamerkan oleh sebagian besar keluarga Indonesia, ada satu sektor yang sering terabaikan dan dibiarkan terjerat dalam eksploitasi pekerja rumah tangga (PRT). Bukan hanya pekerjaan yang tidak dihargai, tetapi juga kelompok pekerja ini sering diperlakukan tanpa keadilan.
Mereka adalah perempuan-perempuan yang menjadi korban dari sistem patriarki dan ketidakpedulian negara, berjuang keras untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dengan kondisi yang lebih mirip perbudakan modern daripada pekerjaan yang dihargai. Bayangkan, selama lebih dari dua dekade, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) yang seharusnya memberikan perlindungan bagi mereka, masih diperdebatkan dan tertunda pengesahannya.
Mengapa? Apakah kita, sebagai masyarakat, begitu terbuai dengan kenyamanan dan kemewahan yang didapat dari eksploitasi kerja mereka hingga tak mampu melihat kesengsaraan di baliknya?
Saya di sini aakan mencoba membongkar realita pahit di balik pekerjaan rumah tangga berdasarkan data-data yang ada, mengungkap bagaimana ideologi feminis menawarkan jalan keluar, dan mengapa pengesahan RUU PPRT adalah langkah mendesak untuk menciptakan keadilan sosial yang sesungguhnya.
Perspektif feminis sangat relevan dalam memahami isu ini, mengingat mayoritas PRT adalah perempuan. Pekerjaan domestik, yang secara tradisional dianggap sebagai “kerja perempuan,” sering kali tidak dihargai dan dilindungi.
Eksploitasi PRT dan Perspektif Feminisme
Dalam masyarakat patriarkal, pekerjaan rumah tangga sering kali dipandang sebagai tugas alami perempuan. Hal ini menciptakan stigma bahwa pekerjaan domestik, termasuk yang dilakukan oleh PRT, tidak memiliki nilai ekonomi yang signifikan.
Perspektif feminis menekankan bahwa pekerjaan domestik adalah elemen penting dalam mendukung aktivitas ekonomi keluarga, terutama bagi kelas menengah dan atas.
Bell hooks, dalam bukunya Feminism is for Everybody, menekankan bahwa feminisme harus mencakup perjuangan untuk keadilan bagi perempuan pekerja dari kelas bawah. Ia mengkritik bagaimana kapitalisme dan patriarki berkontribusi pada marginalisasi pekerjaan domestik, yang mayoritas dilakukan oleh perempuan dari latar belakang ekonomi yang kurang mampu.
Hooks menegaskan bahwa pekerjaan domestik tidak boleh diremehkan atau dieksploitasi.
Sebagian besar PRT di Indonesia berasal dari pedesaan dan memiliki tingkat pendidikan rendah. Ketimpangan kelas ini memperburuk kerentanan mereka terhadap eksploitasi.
Banyak PRT yang bekerja lebih dari 12 jam sehari tanpa jaminan sosial atau perlindungan hukum. Ketiadaan regulasi memperparah ketimpangan ini, membuat mereka mudah dieksploitasi oleh pemberi kerja yang tidak bertanggung jawab.
Gambaran Eksploitasi PRT
Salah satu kasus paling menonjol yang menggambarkan pentingnya perlindungan hukum bagi PRT adalah kasus Erwiana Sulistyaningsih. Erwiana adalah PRT asal Indonesia yang bekerja di Hong Kong.
Selama bekerja, ia mengalami kekerasan fisik dan mental yang parah dari majikannya. Erwiana dipaksa bekerja tanpa istirahat, menerima upah yang sangat minim, dan tidak diberikan akses layanan kesehatan saat ia sakit.
Kasus Erwiana menarik perhatian internasional dan menjadi simbol perjuangan hak PRT. Meskipun terjadi di luar negeri, kasus ini mencerminkan kondisi yang serupa dialami oleh banyak PRT di Indonesia. Tanpa regulasi seperti RUU PPRT, pelanggaran hak terhadap PRT cenderung terus terjadi tanpa ada sanksi tegas bagi pelaku.
RUU PPRT: Solusi untuk Perlindungan PRT
RUU PPRT muncul sebagai jawaban atas kebutuhan mendesak untuk melindungi pekerja rumah tangga yang selama ini sering kali terabaikan dan dieksploitasi. Rancangan Undang-Undang ini dirancang untuk memberikan perlindungan hukum yang lebih komprehensif, dengan berbagai poin penting yang dapat mengubah nasib para pekerja rumah tangga.
Salah satunya adalah pengaturan mengenai hak atas kontrak kerja formal, yang selama ini menjadi hal yang langka bagi sebagian besar PRT. Tanpa kontrak yang jelas, mereka sering kali dirugikan dalam hal upah, jam kerja, dan hak-hak lainnya.
Selain itu, RUU PPRT juga menetapkan jam kerja yang wajar, sebuah langkah krusial untuk memastikan bahwa PRT tidak dipaksa bekerja tanpa henti, tanpa waktu istirahat yang cukup.
Tidak hanya itu, RUU ini juga menjamin bahwa para pekerja rumah tangga akan mendapatkan upah minimum yang sesuai dengan standar yang berlaku, memberikan mereka hak yang sama untuk mendapatkan penghasilan yang layak.
Pentingnya jaminan sosial dan kesehatan juga diatur dalam RUU ini, memastikan bahwa PRT tidak hanya diakui sebagai pekerja, tetapi juga diberikan perlindungan atas kesehatan mereka yang sering kali terabaikan.
Untuk mendukung hal tersebut, mekanisme pengaduan yang jelas juga disediakan bagi PRT yang menghadapi pelanggaran hak, membuka pintu untuk keadilan yang lebih cepat dan aksesibilitas bagi mereka yang membutuhkan perlindungan.
Namun, lebih dari sekadar perlindungan hukum, RUU PPRT juga bertujuan untuk menghapus stigma terhadap pekerjaan rumah tangga. Pekerjaan ini, yang selama ini dianggap sebagai pekerjaan “tidak penting” dan hanya layak dilakukan oleh perempuan dari lapisan masyarakat bawah, kini akan diakui sebagai sektor formal yang memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian negara.
Dengan demikian, RUU PPRT tidak hanya melindungi hak-hak PRT, tetapi juga mengangkat martabat mereka sebagai pekerja yang berharga dalam struktur sosial dan ekonomi.
Namun, pengesahan RUU PPRT menghadapi berbagai tantangan, mulai dari resistensi politik hingga kurangnya kesadaran publik akan pentingnya regulasi ini. Beberapa pihak berargumen bahwa regulasi ini akan memberatkan pemberi kerja.
Namun, perspektif feminis menekankan bahwa perlindungan hak PRT bukan hanya tentang kepentingan individu, tetapi juga tentang keadilan sosial dan pengakuan atas kontribusi ekonomi mereka.
Mengapa Perspektif Feminisme Penting dalam Perjuangan RUU PPRT?
Feminisme menekankan bahwa pekerjaan domestik harus diakui sebagai pekerjaan formal yang memiliki nilai ekonomi dan sosial. Pengesahan RUU PPRT akan menjadi langkah penting dalam menghapus stigma bahwa pekerjaan rumah tangga adalah pekerjaan “tidak penting.”
Hal tersebut juga akan memberikan pengakuan yang layak bagi perempuan yang selama ini terjebak dalam lingkaran eksploitasi karena pekerjaan mereka tidak dihargai secara formal.
Selain itu, eksploitasi terhadap PRT adalah bagian dari masalah yang lebih besar dalam budaya patriarki yang menganggap pekerjaan perempuan sebagai sesuatu yang dapat dieksploitasi tanpa konsekuensi.
Pengesahan RUU PPRT tidak hanya akan memberikan perlindungan hukum, tetapi juga membantu mengubah cara pandang masyarakat terhadap pekerjaan domestik, sehingga menciptakan lingkungan yang lebih setara dan adil.
Dengan demikian, pekerja rumah tangga adalah kelompok yang sangat rentan terhadap eksploitasi dan pelanggaran hak di Indonesia. Perspektif feminis, seperti yang diusung oleh bell hooks, menyoroti pentingnya melawan ketidakadilan ini dengan mengakui pekerjaan rumah tangga sebagai pekerjaan formal yang layak dihargai dan dilindungi.
Kasus Erwiana Sulistyaningsih menunjukkan bagaimana kekerasan dan eksploitasi dapat terjadi dalam ketiadaan perlindungan hukum.
Pengesahan RUU PPRT adalah langkah penting untuk memastikan keadilan sosial dan kesetaraan gender. RUU ini akan memberikan perlindungan hukum bagi PRT, meningkatkan kondisi kerja mereka, dan menghapus stigma negatif terhadap pekerjaan domestik.
Dengan demikian, perjuangan untuk pengesahan RUU ini harus menjadi prioritas dalam upaya menciptakan masyarakat yang lebih adil dan setara.
Referensi
- hooks, bell. Feminism is for Everybody: Passionate Politics. South End Press, 2000.
- Komnas Perempuan. Satu Suara Wujudkan Cita-Cita untuk Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan, 2024. https://komnasperempuan.go.id/siaran-pers-detail/siaran-pers-komnas-perempuan-peringatan-26-tahun-komnas-perempuan
JALA PRT. Statistik Pelanggaran Hak PRT di Indonesia, 2023.