Kulonprogo
Pelajar Kulon Progo Dibekali Waspada TPPO: Mengenal Modus Baru Perdagangan Orang
Published
3 months agoon
By
Mitra Wacana
Kulon Progo, 13 Agustus 2025 – Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos PPPA) Kabupaten Kulon Progo menggelar “Sosialisasi Pencegahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di satuan Pendidikan” di Gedung Bupati Kulon Progo. Kegiatan ini dihadiri 60 peserta, perwakilan guru dan siswa dari 10 SMA/SMK/MA se-Kulon Progo, dengan menghadirkan narasumber Muazim dari Mitra Wacana sebagai narasumber utama.
Dalam sambutannya, Erna Sukeksi, SIP, MM Sekretaris Dinas Sosial PPPA Kulon Progo menegaskan bahwa keberadaan Bandara Internasional Yogyakarta (YIA) merupakan peluang sekaligus tantangan besar. “Bandara ini bisa menjadi jalur keluar-masuk masyarakat baik dari maupun keluar negeri. Sebagian proses ini menimbulkan kerentanan penyelundupan manusia maupun perdagangan orang. Kita harus waspada, modus TPPO terus berkembang seperti tawaran pekerjaan bergaji besar,pengurusan mudah dan uang saku untuk calon korban,” ujarnya. Ia mendorong siswa menjadi agen informasi bagi teman sebaya agar target “Zero TPPO” di Kulon Progo dapat tercapai.
Modus TPPO dan Perkembangan Kasus
Muazim memaparkan bahwa TPPO kini berkembang dengan penyalahgui naan teknologi digital seperti industri scam dan judi online. Berdasarkan riset di kawasan Indochina, industri ilegal ini dikendalikan sindikat internasional dan menyasar warga Indonesia sebagai korban. Modus rekrutmen sering diawali tawaran kerja dengan gaji 10–12 juta rupiah. Korban biasanya ditransitkan di negara “aman” seperti Malaysia atau Thailand kemudian diselundupkan ke pusat operasi di Kamboja atau Myanmar melalui jalur darat.
Setiba di lokasi, korban dikurung, dipaksa bekerja 12–18 jam sehari, dan gajinya dipotong hingga hanya tersisa sekitar 4 juta rupiah. Dipaksa kerja “menipu” dengan target hingga 350 juta/bulan.“Pelanggaran kecil bisa berakibat fatal. Ada yang dipukul, disetrum, bahkan dijual organnya. Ini kenyataan yang kami temui di lapangan,” tegas Muazim. Ada pula skema “tukar kepala” di mana korban baru bisa pulang jika membawa rekrutan baru.
Dampak dan Tantangan Penanganan
Muazim menegaskan bahwa TPPO berdampak berat, mulai dari kekerasan fisik, pelecehan seksual, penjualan organ, hingga trauma psikologis. Situasi hukum di negara tujuan seperti Kamboja, myanmar dan thailand sering kali mempersulit penyelamatan korban, bahkan mengharuskan mereka “menebus” diri atau dipenjara sebelum dipulangkan.
Lebih memprihatinkan, sindikat TPPO memiliki jaringan calo di Indonesia yang mendapat bayaran hingga 20 juta rupiah per orang. Bahkan ada kasus pernikahan palsu yang digunakan sebagai kedok eksploitasi seksual dan kerja paksa. Keberadaan Bandara YIA menambah risiko karena mempercepat mobilitas pelaku dan korban lintas daerah maupun negara.
Pesan Pencegahan
Sebagai penutup, Muazim memberikan tips agar tidak terjebak TPPO: “Jangan mudah tergiur tawaran kerja yang tidak logis, pastikan semua dokumen terpenuhi dan prosedural, lindungi data pribadi, dan selalu cek informasi ke sumber yang terpercaya. Ingat, penipuan sekarang tidak hanya di dunia nyata, tapi juga di genggaman kita lewat gawai.”
Acara ini menjadi pengingat pentingnya sinergi antara pemerintah, sekolah, LSM, media, dan masyarakat untuk melindungi generasi muda dari jerat perdagangan orang. Mitra Wacana menegaskan komitmennya untuk terus mengedukasi dan mendampingi masyarakat dalam upaya pencegahan TPPO, khususnya dengan meningkatkan kewaspadaan di sekitar Bandara YIA yang kini menjadi pintu rawan bagi praktik perdagangan orang. (alfi)
You may like

Mitra Wacana Dorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kulon Progo untuk Wujudkan Kalurahan Ramah Perempuan dan Anak

Mitra Wacana gelar evaluasi program pencegahan perdagangan orang di Kulon Progo

DP3AP2 DIY dan Mitra Wacana Gelar Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak serta TPPO di Kulon Progo
Berita
Mitra Wacana Dorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kulon Progo untuk Wujudkan Kalurahan Ramah Perempuan dan Anak
Published
2 weeks agoon
29 October 2025By
Mitra Wacana
Kulon Progo – Mitra Wacana gelar sosialisasi Kalurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) di tiga kapanewon Kabupaten Kulon Progo. KRPPA merupakan program yang didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama pemerintah daerah, organisasi, dan masyarakat setempat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak.
KRPPA merupakan program nasional yang mendorong setiap kalurahan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan, perlindungan, dan pemberdayaan perempuan serta anak. Melalui sosialisasi ini, masyarakat diajak untuk memahami dan berperan aktif dalam penerapan prinsip-prinsip KRPPA di lingkungan mereka.
Sosialiasasi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan komitmen KRPPA yang sebelumnya telah dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan di tingkat lokal, yakni Kalurahan Salamrejo, Sentolo, dan Demangrejo untuk wilayah Kapanewon Sentolo, Kalurahan Tirtorahayu, Nomporejo, dan Banaran untuk wilayah Galur, dan Kalurahan Hargotirto, Hargorejo, dan Kalirejo untuk wilayah Kapanewon Kokap. Pelakasanaan sosialisasi ini dilakukan selama enam hari di tiga kapanewon, masing-masing selama dua hari, yaitu Kapanewon Sentolo pada 20-21 Oktober 2025, Kapanewon Galur pada 22-23 Oktober 2025, dan penutupnya di Kapanewon Kokap pada 27-28 Oktober 2025, yang dihadiri oleh pemangku kepentingan lokal dari pemerintah Kalurahan, unsur penggerak perempuan, tokoh masyarakat dan kelompok P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan&Anak) dampingan Mitra Wacana.
Selama dua hari kegiatan, peserta dari berbagai kalurahan di setiap kapanewon mendengarkan empat materi yang dipaparkan oleh pegiat Mitra Wacana. Sebelum sesi pemaparan materi dimulai, hari pertama kegiatan diawali dengan pre-test yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan setiap peserta tentang KRPPA. Selanjutnya, peserta mendapatkan dua materi, yaitu Hak dan Perlindungan Perempuan, serta Hak dan Perlindungan Anak. Kedua materi ini menyoroti pentingnya kesetaraan akses, perlindungan hukum, serta peran masyarakat dalam menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan anak.
Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan materi tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). SAPA merupakan sebuah inisiatif partisipatif yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan kekerasan berbasis gender dan perlindungan anak. Di akhir kegiatan, diadakan juga post-test untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan peserta terhadap materi yang telah disampaikan.
Materi tentang Hak dan Perlindungan Perempuan membahas berbagai bentuk diskriminasi berbasis gender, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sebagai payung hukum internasional dalam melindungi hak-hak perempuan, serta prinsip dan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Setelah itu, dilanjutkan materi tentang Hak dan Perlindungan Anak membahas tentang landasan hukum dalam melindungi hak anak, serta berdiskusi tentang kasus-kasus pelanggaran hak anak, seperti kasus pernikahan anak, putus sekolah, dan keterbatasan ruang aman dalam bermain.

Hari kedua kegiatan dimulai dengan pemaparan materi Pengarutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). Dalam sesi PUG, tim Mitra Wacana menjelaskan kesetaraan gender tidak sekadar memperjuangkan hak perempuan, tetapi meningkatkan kapasitas dan partisipasi aktif perempuan dan laki-laki dalam pembangunan daerah. Tim Mitra Wacana juga menjelaskan indikator keberhasilan PUG meliputi partisipasi pengambilan keputusan, akses ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, keadilan sosial, dan kesadaran terhadap perubahan sosial.
“Kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan, tapi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam kehidupan,” tegas Alfi Rahmadani, tim Mitra Wacana, pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).
Setelah pemaparan PUG selesai, dilanjutkan dengan pemaparan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) oleh Muhammad Mansur, tim Mitra Wacana. Gerakan SAPA menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga layanan, apparat hukum dan masyarakat dalam menciptakan sistem perlindungan yang cepat tanggap dan berkeadilan. Setelah menjelaskan tentang SAPA, Mansur mengajak semua peserta untuk berdiskusi tentang implementasi gerakan SAPA di tingkat kalurahan.
“Melalui gerakan SAPA, kita wujudkan lingkungan aman, setara, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujar Mansur pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).
Melalui kegiatan ini, Mitra Wacana berharap adanya peningkatan kapasitas masyarakat, serta memperkuat pondasi pemahaman dan kesadaran kolektif dalam masyarakat tentang KRPPA. Selain itu, diharapkan proses kolaborasi ini dapat berjalan lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan demi terciptanya kalurahan yang setara, aman, dan inklusif bagi perempuan dan anak.










