Arsip
Pelatihan Konten Kampanye Kecamatan Kokap Kulon Progo
Published
2 years agoon
By
Mitra Wacana
Minggu (12/11/2023) Mitra Wacana mengadakan pelatihan pembuatan konten video bersama Tim Media Kecamatan Kokap di Rumah Makan Ono Sambele Wates Kulonprogo. Pelatihan ini dihadiri oleh 17 peserta perwakilan 3 kelompok dampingan Mitra Wacana yang ada di Kalurahan Hargorejo, Hargotirto dan Kalirejo yang ada di Kecamatan Kokap.

Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan tim media dalam memproduksi konten – konten kreatif untuk memberikan edukasi kepada masyarakat. Kegiatan pelatihan ini dilakukan secara rutin tiap tahunnya sesuai dengan perencanaan yang sudah disusun sebelumnya.
Pelatihan ini diawali dengan perkenalan setiap peserta yang hadir. Proses perkenalan dilakukan dengan kreatif, mereka diberikan kertas kosong dan kemudian menggambar sesuatu yang menggambarkan tentang dirinya. Mereka bebas menggambarkan apapun, entah itu hobi, aktivitas, keinginan ataupun sekedar gambar abstrak saja. Hal ini penting untuk dilakukan karena setiap peserta dituntut untuk lebih kreatif. Setelah mereka menggambar kemudian peserta menceritakan apa pesan yang ingin disampaikan dari gambarnya tersebut. Proses ini secara tidak langsung memberikan ruang kepada peserta untuk lebih berani menyampaikan pendapatnya. Dengan adanya perkenalan ini maka teman atau peserta lain lebih memahami antar peserta.

Ruliyanto selaku fasilitator dari Mitra Wacana kemudian berdiskusi bersama untuk menggali harapan, kekhawatiran dan kontribusi peserta selama pelatihan ini. Dari hasil penggalian tersebut fasilitator membuat kontrak belajar bersama untuk kelancaran acara pelatihan ini. Setelah semua sepakat dengan kontrak belajar yang dibuat secara partisipatif barulah fasilitator menyampaikan pemaparannya tentang pelatihan pembuatan konten kampanye. Pertama Fasilitator menggali pengetahuan tentang peserta tentang film, hal ini dilakukan untuk mendekatkan topik materi dengan kebiasaan atau hobi mereka. Selain itu dengan menggali pemahaman mereka, fasilitator dapat mengukur pemahaman mereka tentang film yang akan dipelajari bersama saat ini. Di sesi pertama fasilitator memaparkan tentang pengertian, sejarah, genre sampai dengan media promosi yang biasa digunakan untuk mempublikasikan sebuah film atau karya. Setelah mereka paham dan dibuka ruang untuk bertanya kemudian dilanjutkan dengan materi tentang produksi sembuah karya.
Dalam produksi film / video ataupun yang lainnya, ada tahapan-tahapan yang harus dilalui yaitu pra produksi, produksi dan pasca produksi. Di tahapan pra produksi peserta diajarkan untuk membuat ide / gagasan dalam pembuatan film. Ide / gagasan ini menjadi sebuah kunci dalam sebuah karya. Ide ini bisa diambil dari sebuah keresahan yang dialami, fenomena yang terjadi di sekitarnya, atau ada pesan khusus yang ingin kita sampaikan kepada masyarakat luas. Dari ide tersebut kemudian peserta membuat sebuah premis yang akan dikembangkan lagi menjadi sebuah outline, sceneplot sampai menjadi sebuah scenario dan storyboard. Selain itu peserta juga diajari bagaimana membuat anggaran, membentuk tim produksi, sampai dengan membuat timeline produksi sebuah karya.

Sesi selanjutnya setiap peserta dibagi menjadi 3 kelompok sesuai dengan kalurahan masing-masing. Fasilitator kemudian memberikan tugas kepada masing-masing kelompok untuk praktik mulai dari penggalian ide / gagasan, membuat scenario sampai dengan mereka memproduksi sebuah video dari scenario yang telah mereka susun sebelumnya. Mereka hanya memiliki waktu 2 jam untuk kerja kelompok. Walaupun waktunya sangat terbatas ternyata mereka mampu untuk menyelesaikan tugas tersebut. Setelah mereka selesai kemudian setiap peserta harus melakukan presetasi dari hasil yang telah mereka diskusikan. Mereka menyampaikan ide gagasan yang mereka angkat dan mengapa memilih ide tersebut. Kemudian mereka menyampaikan outline dari ceritanya dilanjutkan dengan menyampaikan tantangan yang mereka hadapi saat berproses bersama kelompoknya. Diakhir sesi fasilitator kemudian menekankan kepada para peserta bahwa setiap karya yang dihasilkan haruslah ada pesan yang ingin disampaikan dan memiliki tujuan yang jelas. Tidak lupa juga fasilitator juga menekankan kalau kerja tim sangat mempengaruhi kelancaran sebuah produksi konten.
You may like
Arsip
Merajut Kolaborasi Lintas Iman: Mencegah Intoleransi, Radikalisme dan Ekstremisme Di Baciro
Published
2 months agoon
10 September 2025By
Mitra Wacana
Sebagai upaya melakukan pencegahan terhadap fenomena intoleransi, radikalisme dan ekstremisme (IRE), Mitra Wacana melaksanakan program kolaboratif dengan masyarakat lintas iman sepanjang bulan Maret hingga Mei 2025. Program ini dilaksanakan di Kalurahan Baciro, Kapanewon Gondokusuman Kota Yogyakarta. Dijalankannya program ini tidak terlepas dari eskalasi kasus intoleransi yang sempat terjadi di Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut menjadi goresan-goresan luka bagi realitas masyarakat Yogyakarta yang kaya akan keberagaman dan menjunjung kehidupan yang toleran.
Kalurahan Baciro dipilih karena beberapa alasan. Pertama, Kalurahan Baciro merepresentasikan kemajemukan masyarakatnya yang meliputi warga urban, mahasiswa dan masyarakat lintas iman. Kedua, di Baciro pernah terjadi tindakan intoleran berupa penolakan rumah ibadah dan persekusi terhadap kelompok Ahmadiyah. Ketiga, tokoh lokal dan struktur formal di Kalurahan Baciro memberikan dukungan untuk dilaksanakannya program ini. Selain itu, Baciro juga telah ditetapkan sebagai Kalurahan Kerukunan sehingga memiliki potensi besar untuk dijadikan model replikasi upaya pencegahan IRE.
Melalui program ini, Mitra Wacana hadir dengan pendekatan partisipatif, melibatkan perempuan, orang muda, tokoh agama, aparat, kelompok minoritas, organisasi lintas iman dan media sebagai agen yang merawat keberagaman. Pelaksana program menggunakan pendekatan edukasi berbasis komunitas berperspektif gender, menghadirkan ruang aman bagi dialog lintas iman serta melakukan kampanye narasi damai baik secara daring maupun luring.
Program ini diawali dengan dialog bersama para jurnalis untuk mengkampanyekan narasi damai di media. Selain mengajak jurnalis dan admin media berbagai komunitas dan lembaga, media Mitra Wacana sendiri juga melakukan produksi konten narasi damai dan mempublikasikannya dengan mengajak jejaring sebagai kolaborator postingan media sosial. Di samping itu, Mitra Wacana juga memberikan workshop mengenai kampanye digital kepada admin media sosial komunitas-komunitas yang ada di Yogyakarta.
Implementasi program ini juga meliputi lokalatih tentang pengenalan IRE dan strategi pencegahannya yang dilaksanakan sebanyak dua kali, peluncuran Buku Panduan Praktis Deteksi Dini IRE, talkshow di radio untuk memperluas jangkauan isu, evaluasi partisipatif hingga audiensi ke Walikota Yogyakarta dan Kesbangpol DIY. Namun, pencegahan IRE tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa hal masih menjadi tantangan dalam pelaksanaan program misalnya masih adanya stigma terhadap minoritas (Ahmadiyah, penghayat). Kemudian, pencegahan IRE juga tidak dianggap populer di media, tidak semua masyarakat dan organisasi terjangkau langsung serta durasi program yang sangat singkat.
Mitra Wacana perlu menerapkan strategi khusus agar program pencegahan IRE ini berjalan lancar dan menghasilkan output serta outcome yang tepat sasaran. Adapun beberapa strategi yang dilakukan Mitra Wacana antara lain: membangun kepercayaan melalui komunikasi personal dengan kelompok minoritas, melakukan kolaborasi strategis dengan Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, distribusi buku deteksi dini IRE ke 21 Rukun Warga serta advokasi ke Wali Kota dan Kesbangpol untuk keberlanjutan kebijakan dan replikasi program.
Program yang dijalankan Mitra Wacana ini berhasil menjangkau 53 peserta dari beragam gender, agama dan usia. Kemudian, menghasilkan lebih dari 25 konten digital edukatif dengan lebih dari 82 ribu penonton, menjangkau 41 kolaborator, menghasilkan 10 artikel dan 38 publikasi kegiatan, tersusunnya Buku Panduan Praktis Deteksi Dini IRE serta menjangkau 21 content creator.
Hasil survei terhadap peserta menunjukkan bahwa peserta meningkat dari sisi pengetahuan, sikap dan perilaku. Tools deteksi dini IRE juga dirasakan sangat membantu sebagai alat mengidentifikasi gejala intoleransi, radikalisme dan ekstremisme dalam masyarakat. Nugraha Dhayu Mukti dari Gema Pakti mengaku setelah mengikuti program ini dia merasa lebih paham tentang bentuk dan perilaku IRE. Selain itu dia merasa lebih percaya diri karena penghayat kepercayaan sudah mulai diterima berkegiatan secara umum atau lintas iman karena Mitra Wacana selalu melibatkan kelompok penghayat di setiap kegiatan.
Adapun Abdul Halim dari FKUB Kota Yogyakarta menyampaikan program-program yang dilaksanakan Mitra Wacana menjadi ruang dialog lintas iman yang sesungguhnya. “Kegiatan lintas iman seperti ini memberi ruang untuk membangun silaturahmi lintas iman. Tidak sekadar teori, tapi benar-benar menghidupkan dialog” ungkapnya. Program ini membuktikan bahwa perdamaian bisa dibangun mulai dari ruang-ruang kecil yang partisipatif dan keterlibatan lintas kelompok menjadi kunci keberhasilan. (wiji nur asih)








