web analytics
Connect with us

Berita

DP3AP2 DIY dan Mitra Wacana Gelar Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak serta TPPO di Kulon Progo

Published

on

Yogyakarta, 11 September 2025 – Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) bekerja sama dengan Mitra Wacana menyelenggarakan Sosialisasi Pencegahan Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (KtPA) serta Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Kulon Progo. Sosialisasi yang berlangsung selama tiga hari ini merupakan bagian dari upaya memperkuat implementasi Peraturan Daerah DIY Nomor 3 Tahun 2012 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak Korban Kekerasan.

Rangkaian kegiatan dimulai pada Senin (8/9/2025) di Balai Kalurahan Jangkaran, Kapanewon Temon, dengan melibatkan tokoh masyarakat dari Kalurahan Sindutan, Jangkaran, Palihan, dan Janten, serta Polsek Temon. Hari kedua dilaksanakan pada Selasa (9/9/2025) di Balai Kalurahan Hargorejo, Kapanewon Kokap, dan dihadiri masyarakat dari Hargorejo, Kalirejo, dan Hargotirto bersama Forum Perempuan, Koordinasi Purna Pekerja Migran Indonesia (KOPPMI), dan Polsek Kokap. Kegiatan kemudian ditutup pada Kamis (11/9/2025) di Balai Kalurahan Kalidengen, Temon, dengan partisipasi masyarakat Kalidengen, Glagah, Temon, Kebonrejo, serta Polsek Temon.

 

Berdasarkan data DP3AP2 DIY, pada 2024 tercatat 1.326 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, dengan tujuh di antaranya merupakan kasus TPPO. Dua kasus terjadi di Kulon Progo. Sementara hingga Juni 2025, jumlah kasus kekerasan sudah mencapai 606 kasus, termasuk tiga kasus TPPO. Bentuk kekerasan yang dominan meliputi kekerasan psikis, fisik, seksual, serta KDRT. Kasus TPPO paling banyak ditemukan di Sleman dan Kota Yogyakarta, sedangkan di Kulon Progo kasus lebih sering terkait jalur transit menuju luar negeri.

Oleh karena itu, tujuan dari sosialisasi ini tidak hanya sebatas memberikan pemahaman tentang regulasi baru terkait TPPO, tetapi juga meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap berbagai modus perdagangan orang yang terus berkembang. Selain itu, kegiatan ini diharapkan mampu memperkuat perlindungan terhadap perempuan dan anak yang selama ini menjadi kelompok paling rentan.

 

Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Khusus Anak DP3AP2 DIY, Hera Aprilia, S.Kom., M.Eng., menjelaskan bahwa kasus TPPO saat ini semakin kompleks. Banyak korban yang awalnya dijanjikan pekerjaan di luar negeri dengan iming-iming gaji tinggi, namun pada kenyataannya justru dipaksa melakukan penipuan daring (online scam). Jika tidak memenuhi target yang ditentukan pelaku, korban bahkan kerap mengalami tindak kekerasan.

 

Perwakilan DP3AP2 DIY, Khoiriyatun Nisa, menjelaskan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di Indonesia, tindak pidana perdagangan orang dapat dikenali melalui tiga unsur utama, yakni proses, metode, dan tujuan. Proses mencakup perekrutan, pengangkutan, pemindahan, atau penampungan korban. Metode biasanya dilakukan dengan ancaman, kekerasan, penipuan, pemalsuan dokumen, atau jeratan utang. Sementara itu, tujuan akhirnya adalah eksploitasi, baik dalam bentuk kerja paksa, eksploitasi seksual, perdagangan organ, hingga adopsi ilegal. Jika ketiga unsur ini terpenuhi, maka sebuah kasus dapat dikategorikan sebagai TPPO.

 

“Nah itu tadi 3 unsur untuk orang dewasa, tapi ketika korbannya anak, dia tidak harus memenuhi 3 unsur ini tapi dengan unsur proses dan tujuan, maka sudah disebut perdagangan orang,” tambahnya.

 

Dari pihak Mitra Wacana, Mona Iswandari pada hari pertama, menekankan pentingnya kesinambungan antarperiode pemerintahan dalam menjalankan program perlindungan. Menurutnya, konsistensi program menjadi hal yang krusial agar tujuan besar perlindungan keluarga dan anak benar-benar tercapai.

 

Pada hari kedua, Yunia Nur Andini menekankan bahwa perempuan dan anak merupakan kelompok paling rentan karena faktor patriarki, rendahnya pendidikan, serta maraknya Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). “Kalau modus baru hampir semua kalangan bisa kena, misalnya seperti kasus ferien job di mana yang banyak kena adalah orang-orang dengan pendidikan tinggi,” ujarnya.

 

Muhammad Mansur membuka pemaparan pada hari ketiga dengan menyoroti alasan mengapa perempuan dan anak harus mendapat perlindungan lebih. Ia menjelaskan bahwa secara historis perempuan sering diposisikan lebih rentan akibat budaya patriarki, diskriminasi, serta tingginya kasus kekerasan yang dialami. Kondisi tersebut membuat perempuan dan anak lebih mudah menjadi korban eksploitasi, baik dalam bentuk pernikahan pesanan, kerja paksa, hingga perdagangan orang. Karena itu, negara memiliki kewajiban hadir untuk memastikan perlindungan nyata bagi kelompok rentan ini.

 

Untuk memperkuat perlindungan, DP3AP2 DIY menyediakan berbagai layanan, antara lain:

  • BPPA dan P2TPAKK RDU (Rekso Dyah Utami): layanan pengaduan, kesehatan & psikologi, rehabilitasi hukum, bantuan hukum, hingga reintegrasi sosial.
  • Forum Perlindungan Korban Kekerasan (FPKK): pendampingan korban, termasuk biaya visum melalui jamkesos.
  • Satgas PPA DIY: penjangkauan korban kekerasan di wilayah kapanewon.
  • Kader PATBM (Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat): gerakan perlindungan di tingkat komunitas.
  • Telekonseling Sahabat Anak & Keluarga (TeSAGA): layanan konseling daring.
  • Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA): layanan konseling parenting.
  • Forum Data Gender dan Anak: pengelolaan data berbasis gender.
  • Forum Puspa: jaringan kelompok masyarakat untuk penguatan perlindungan.

 

Melalui sosialisasi ini, DP3AP2 DIY bersama Mitra Wacana menegaskan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, komunitas, dan masyarakat. Upaya bersama diharapkan mampu memutus rantai perdagangan orang sekaligus memberikan perlindungan nyata bagi perempuan dan anak sebagai kelompok yang paling rentan.

(Maria Ingridelsya J. Kolin, Magang UAJY)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Mitra Wacana Hadiri Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan Kabupaten Bantul

Published

on

Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Bantul menggelar Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan pada Senin, 15 Desember 2025. Kegiatan ini dilaksanakan mulai pukul 10.00 WIB hingga selesai di RM Sambel Paris, Jalan Parangtritis KM 13, Patalan, Kapanewon Jetis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

Rapat koordinasi tersebut dihadiri oleh perwakilan berbagai organisasi kemasyarakatan yang ada di Kabupaten Bantul. Kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat sinergi, komunikasi, serta koordinasi antara pemerintah daerah dengan organisasi kemasyarakatan dalam menjaga stabilitas sosial, politik, dan ketertiban masyarakat.

Dalam sambutannya, perwakilan dari Kepala Bidang Politik Dalam Negeri (Kabid Poldagri) Bakesbangpol Bantul, Novita Pristiani Dewi, S.ST, menyambut baik kehadiran organisasi kemasyarakatan dalam forum tersebut. Ia menegaskan pentingnya sinergi antara ormas dan pemerintah daerah serta kepatuhan terhadap regulasi yang mengatur keberadaan dan aktivitas organisasi kemasyarakatan.

Novi juga menekankan pentingnya keterbukaan dan akuntabilitas organisasi kemasyarakatan melalui penyampaian laporan kegiatan kepada Bakesbangpol. “Harapan kami, ormas dapat secara rutin membuat dan menyampaikan laporan kepada Bakesbangpol sebagai bentuk tanggung jawab organisasi,” ujarnya.

Sejumlah organisasi kemasyarakatan yang diundang antara lain FKPM Paksi Katon, RAPI, FKPM SENKOM, Yayasan Teratai Putih, PANTAS 115, Yayasan KIWARI Bantul, LDII Bantul, PERWIRA Bantul, PPAD Bantul, PERIP Bantul, WRC Mitra Wacana, serta puluhan organisasi kemasyarakatan lainnya.

Melalui kegiatan ini, Kesbangpol Bantul berharap terjalin kerja sama yang berkelanjutan antara pemerintah daerah dan organisasi kemasyarakatan dalam rangka memperkuat nilai-nilai kebangsaan, toleransi, serta partisipasi aktif masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (Tnt).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending