Opini
INDONESIA MENUJU POROS MARITIM DUNIA: MENGOPTIMALKAN POTENSI EKONOMI DAN STRATEGI GEOPOLITIK
Published
1 year agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Arif Rachman Hakim, Billy Fernando, Hendy Fiqri Ramdhani
Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Unversitas Wijaya Kusuma
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki lebih dari 17.000 pulau yang tersebar di antara dua samudra yaitu Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Posisi geografis ini menempatkan Indonesia di jalur perdagangan internasional yang sangat strategis yang mana hampir 50% perdagangan internasional jalur laut di dunia melalui perairan Indonesia, terutama dengan kehadiran Selat Malaka, Selat Sunda, dan Selat Lombok sebagai rute utama penghubung antara Asia, Eropa, dan Afrika. Dengan visi besar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, pemerintah berkomitmen untuk memaksimalkan potensi ekonomi, meningkatkan stabilitas keamanan, serta memperkuat kedaulatan di wilayah lautnya. Namun, visi ini memerlukan usaha yang besar, investasi yang banyak, dan perencanaan yang menyeluruh untuk mencapai hasil yang efektif.
Alasan Indonesia Menjadi Poros Maritim Dunia
Lautan Indonesia tidak hanya menyimpan kekayaan alam yang melimpah, tetapi juga menjadi jalur utama bagi ribuan kapal perdagangan setiap tahunnya. Rencana Indonesia untuk menjadi poros maritim dunia dapat dilakukan dengan mengoptimalkan perdagangan dan menjadi pusat logistik serta distribusi di kawasan Asia-Pasifik. Apabila rencana menjadi poros maritim dunia terrealisasikan maka Indonesia berpotensi menarik lebih banyak investasi dalam pembangunan infrastruktur pelabuhan, peningkatan sektor perikanan, dan pengembangan jasa logistik. Rencana ini juga akan membantu memperkuat daya saing produk Indonesia di pasar internasional serta membuka lapangan kerja baru yang berfokus pada sektor kelautan.
Adanya Potensi Ekonomi dan Pembangunan Infrastruktur
Indonesia telah berupaya memperkuat sektor maritimnya, termasuk dengan pembangunan dan modernisasi pelabuhan besar seperti Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Bitung di wilayah timur serta pembangunan pelabuhan baru dibeberapa kawasan yang berpotensi. Pelabuhan-pelabuhan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas ekspor-impor Indonesia dan memberikan layanan berstandar internasional bagi perdagangan global. Infrastruktur yang baik akan meningkatkan arus barang yang lebih cepat, mengurangi biaya logistik, dan mendorong efisiensi ekonomi di berbagai sektor.
Selain pembangunan pelabuhan, sektor perikanan Indonesia memiliki potensi yang besar sebagai salah satu produsen ikan terbesar di dunia yang mana sektor ini berperan besar dalam pendapatan nasional apabila dapat dikelola dengan lebih efektif dan efisien. Perkembangan teknologi serta banyaknya inovasi dapat meningkatkan pengelolaan perikanan dan peningkatan kapasitas nelayan lokal. Hasil laut yang sebelumnya langsung diekspor dapat diolah terlebih dahulu sehingga meningkatkan nilai tambah hasil laut dalam kasus ini tidak hanya berdampak pada pendapatan negara tetapi juga kesejahteraan masyarakat pesisir yang bergantung pada hasil laut.
Tantangan dan Ancaman dalam Mewujudkan Poros Maritim
Meski memiliki potensi besar, Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan ancaman yang harus diatasi untuk menjadi poros maritim dunia. Salah satu tantangan utama adalah masalah infrastruktur yang belum merata di seluruh wilayah kepulauan. Beberapa pelabuhan besar sudah ditingkatkan, tetapi pelabuhan-pelabuhan di wilayah strategis lainnya masih membutuhkan investasi besar agar dapat menampung lebih banyak kapal dan melayani perdagangan internasional dengan efisien. Selain masalah infrastruktur, keamanan laut merupakan tantangan yang secepatnya harus diatasi. Ancaman dari aktivitas ilegal, seperti pencurian ikan (illegal fishing), penyelundupan, dan pembajakan, masih sering terjadi di perairan Indonesia. Pemerintah perlu memperkuat pengawasan laut dan menjalin kerja sama dengan negara-negara tetangga untuk menjaga stabilitas keamanan. Teknologi pengawasan yang lebih canggih dan penambahan armada laut dapat membantu dalam melindungi wilayah maritim dan menjaga kelancaran aktivitas perdagangan. Masalah lingkungan juga menjadi tantangan penting. Peningkatan aktivitas maritim harus diiringi dengan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan untuk menjaga ekosistem laut tetap sehat dan produktif. Indonesia perlu menerapkan regulasi yang ketat dalam hal perlindungan laut serta memperkuat komitmen untuk mengurangi pencemaran laut seperti menerapkan kebijakan kapal besar harus melakukan transit atau berhenti setiap beberapa mil untuk pencatatan dan inspeksi apabila terjadi kebocoran minyak yang nanti dapat menjadi ancaman pada ekologi laut. Kebijakan ini juga dapat mendorong arus barang yang mana mempermudah ekspor impor masyarakat di Indonesia.
Diplomasi Maritim dan Peran Strategis Indonesia di Kancah Internasional
Sebagai negara yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan dunia, Indonesia juga memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas kawasan seperti pendistribusian barang serta keamanan laut. Dengan diplomasi maritim, Indonesia dapat memperkuat kerjasama internasional dengan negara-negara tetangga, serta menjalin hubungan dengan kekuatan ekonomi besar seperti Tiongkok, Jepang, dan Amerika Serikat. Indonesia juga bisa memanfaatkan posisinya di organisasi internasional, seperti ASEAN dan Indian Ocean Rim Association (IORA), untuk memperjuangkan kepentingan maritimnya serta mendorong kebijakan yang tidak hanya menguntungkan Indonesia tetapi juga negara-negara lain yang bekerja sama sehingga negara lain tidak menganggap Indonesia sebagai ancaman melainkan sebuah peluang demi pertumbuhan ekonomi setiap negara. Diplomasi maritim yang baik akan memperkuat posisi Indonesia di dunia internasional, hal ini juga akan membuka peluang pasar bagi produk-produk maritim Indonesia yang pada akhirnya dapat meningkatkan daya saing ekonomi maritim Indonesia serta memastikan keamanan dan kedaulatan di wilayah lautnya.
You may like
Opini
Si Cantik, Si Ganteng, dan Kampus Kita
Published
49 minutes agoon
16 December 2025By
Mitra Wacana

Naila Rahma, mahasiswa jurusan Tadris Bahasa Indonesia di Fakultas Adab dan Bahasa, Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta.
Di era digital saat ini, citra kampus dibangun tidak hanya lewat prestasi akademik atau fasilitas yang megah, tetapi juga melalui unggahan di media sosial terutama Instagram. Setiap kegiatan mahasiswa, lomba, dan juga potret keseharian diabadikan untuk memperkuat “Branding” lembaga atau kampus.
Namun, di balik tampilan yang estetik itu, ada fenomena yang sering luput dari perhatian, yaitu akun resmi kampus seperti Instagram yang cenderung menampilkan wajah-wajah yang dianggap menarik secara visual, yang sering diiming-imingi sebagai “Si cantik dan si ganteng.” Sementara itu, mahasiswa lain yang sama-sama berkontribusi, jarang mendapat ruang.
Sebagai mahasiswa, tentu kita senang melihat kampus sendiri tampil secara rapi dan modern di media sosial. Tetapi, jika setiap unggahan hanya menonjolkan satu tipe wajah dan gaya, secara perlahan akan muncul persepsi yang tidak baik. Kampus akan tampak ekslusif, seolah hanya diisi oleh mereka yang tampilannnya “Instagramable.”
Padahal, kenyataan yang terjadi lebih dari itu. Kampus memiliki berbagai ragam tipe mahasiswa, ada yang berprestasi di bidang akademik dan non akademik, ada yang aktif di organisasi sosial, dan juga ada yang diam-diam menginspirasi lewat karya kecilnya.
Fenomena seperti ini tidak akan bisa terlepas dari budaya visual di era digital. Dijelaskan oleh Rahman (2021) dalam penelitianya, bahwa strategi komunikasi digital kampus sering kali lebih berfokus pada pembentukan citra dibanding pada keberagaman.
Ketika media sosial kampus lebih sering menampilkan wajah-wajah visual tertentu, yang akan terbentuk bukan hanya citra lembaga, tetapi juga standar ideal dari “Mahasiswa kampus tersebut.” Akibatnya, media sosial yang seharusnya menjadi ruang representatif malah berubah menjadi etalase selektif.
Penelitian yang dilakukan oleh Rahman (2021) mengenai representasi perguruan tinggi di media sosial juga menunjukkan bahwa komunikasi digital kampus lebih berfokus pada tampilan visual yang dianggap “Menarik” dan “Mengesankan”. Namun, hal ini akan menimbulkan dampak yang cukup besar. Akan ada mahasiswa yang mulai merasa minder karena dirinya tak sesuai dengan standar visual yang ditampilkan di sosial media. Ada juga yang mengukur nilai dirinya dari seberapa sering dia muncul di feed kampus. Pola pikir yang seperti ini dapat menimbulkan kesan eksklusif terhadap identitas mahasiswa.
Padahal, akun kampus seharusnya bisa menjadi ruang inklusif yang mengakui keberagaman mahasiswanya, bukan malah menutupinya dengan filter dan sudut pengambilan gambar yang seragam. Ketika akun resmi kampus hanya menampilkan “Tipe ideal,” pesan yang tersampaikan ke publik pun tidak sepenuhnya netral dan dipandang kalau citra kampus ditentukan oleh tampilan fisik, bukan isi pikirannya. Hal ini bisa berbahaya dalam waktu jangka panjang karena membentuk persepsi eksklusif yang tidak mencerminkan realitas mahasiswa secara utuh.
Maka, sudah saatnya kampus memikirkan kembali strategi komunikasinya di media sosial. Mendorong akun resmi kampus untuk menampilkan keberagaman mahasiswa bukan berarti mengorbankan estetika, melainkan memperluas narasi. Hal seperti ini disampaikan juga oleh Handayani (2022) dalam Jurnal Komunikasi Indonesia, konten visual yang beragam justru memperkuat keterlibatan penonton karena menghadirkan kedekatan dan representasi yang lebih nyata.
Sesuatu yang di unggah bisa memuat tentang mahasiswa yang menang perlombaan akademik maupun non akademik, kemudian mahasiswa yang aktif di komunitas sosial, ataupun yang berkarya di luar kampus. Dengan begitu, setiap postingan yang diunggah tidak hanya menarik secara visual, tetapi juga bermakna secara sosial.
Admin yang memegang media sosial kampus pun memiliki peran penting. Mereka tidak hanya sekadar pembuat konten, tetapi juga penjaga citra kampus. Dengan menampilkan keberagaman mahasiswa, berarti menunjukkan bahwa kampus menghargai setiap individu, tanpa melihat warna kulit, bentuk tubuh, gaya berpakaian, atau latar sosialnya. Justru dari situlah nilai keindahan yang sebenarnya, yaitu pada keberagaman yang nyata, bukan pada keseragaman yang dibuat-buat.
Di tengah budaya visual yang saat ini semakin mendominasi, kampus perlu untuk kembali pada esensi pendidikan yang mampu membentuk mahasiswa berpikir kritis, empatik, dan terbuka. Keindahan sejati kampus tidak terletak pada seberapa “Estetik” unggahannya, tetapi pada seberapa luas ruang yang diberikan kepada mahasiswanya untuk terlihat dan diakui.
Mungkin bukan masalah besar jika akun kampus menampilkan wajah visual yang menarik. Namun, perlu diingat kembali, bahwa di balik setiap unggahan yang tampak sempurna, selalu ada cerita lain yang layak untuk disorot. Karena, keberagaman bukan hanya sekadar konten, tetapi ia adalah cermin dari siapa kita sebagai komunitas akademik.

Si Cantik, Si Ganteng, dan Kampus Kita

Mitra Wacana Hadiri Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan Kabupaten Bantul







