web analytics
Connect with us

Opini

KOMUNIKASI LINTAS BUDAYA : TANTANGAN DAN PELUANG DALAM MASYARAKAT

Published

on

Sumber foto: Freepik

Novi Kristiawati | J0401231022
Mahasiswa Komunikasi Digital dan Media, Sekolah Vokasi IPB

Setiap budaya memiliki cara yang berbeda dalam berkomunikasi, baik secara verbal maupun non-verbal, serta memiliki nilai, norma, dan harapan yang berbeda. Pemahaman tentang perbedaan-perbedaan ini sangat penting karena komunikasi lintas budaya dapat mengurangi kesalahpahaman yang berpotensi menimbulkan perpecahan. Komunikasi lintas budaya juga memungkinkan orang untuk terhubung lebih baik, terutama dengan memanfaatkan teknologi yang memfasilitasi interaksi antara individu dari berbagai latar belakang budaya. Komunikasi lintas budaya menjadi semakin relevan di era globalisasi karena individu dari berbagai budaya sekarang lebih terhubung melalui teknologi, perdagangan internasional, dan migrasi global. Dengan meningkatnya interaksi antar budaya, kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan orang-orang dari latar belakang budaya yang berbeda menjadi keterampilan yang sangat penting. Hal ini memfasilitasi pemahaman, kerjasama, dan mengurangi potensi kesalahpahaman dalam berbagai konteks, baik di dunia kerja, pendidikan, maupun kehidupan sehari-hari. Dengan pembahasan ini, diharapkan kita dapat mempelajari tantangan dan peluang komunikasi lintas budaya dalam masyarakat yang semakin terhubung saat ini. Dengan pemahaman tersebut, kita dapat menghindari perpecahan atau permasalahan yang mungkin terjadi.

 

Tinjauan Pustaka

Dinamakan komunikasi antarbudaya  karena komunikasi yang terjadi di antara orang -orang yang berbeda budaya. Menurut Samavor, Porter, dan McDaniel (2010) dalam Diana & Lukman (2018) menjelaskan bahwa komunikasi antarbudaya melibatkan interaksi di antara manusia yang secara persepsi budaya dan sistem simbol cukup berbeda untuk dapat mengubah aktivitas  komunikasi. Definisi komunikasi lintas budaya berbeda dengan teori komunikasi lainnya karena setiap jenis komunikasi memiliki tujuan yang spesifik dalam penyelesaian masalah. Selain perbedaan fokus komunikasi, perbedaan juga terletak pada proses komunikasi yang dijalani dalam masing-masing teori tersebut. Peran budaya dalam membentuk cara berkomunikasi sangat penting karena budaya menjadi ciri khas dari cara individu berkomunikasi. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang dari budaya yang berbeda dan menyesuaikan diri dengan perbedaan-perbedaan tersebut, hal ini membuktikan bahwa budaya merupakan sesuatu yang dipelajari, serupa dengan tujuan media dalam komunikasi massa.

 

Pembahasan

  1. Tantangan dalam Komunikasi Lintas Budaya

Tantangan komunikasi antar budaya muncul akibat perbedaan interpretasi bahasa dan konteks budaya, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman, terutama antara budaya dengan konteks tinggi dan rendah terkait bahasa yang ambigu dan penggunaan referensi (Meng & Wang, 2024). Di era globalisasi yang terus berkembang, penting bagi masyarakat untuk memiliki pemahaman yang kuat tentang keberagaman budaya dan kewarganegaraan. Dengan kemajuan komunikasi dan teknologi informasi, pengembangan pemahaman lintas budaya menjadi semakin penting di seluruh dunia. Penelitian ini menyelidiki bagaimana literasi budaya dan kewarganegaraan diterapkan (Diba Catur Putri & Nurhasanah, 2023). Kesalahpahaman sering terjadi karena perbedaan nilai dan norma budaya yang dimiliki oleh setiap budaya, yang memengaruhi cara berpikir, bertindak, dan menafsirkan pesan. Hambatan bahasa juga menjadi masalah, karena perbedaan aksen, dialek, dan istilah dapat menyebabkan kebingungan meskipun orang berbicara dalam bahasa yang sama. Selain itu, stereotip dan prasangka terhadap kelompok budaya tertentu dapat memperkuat pandangan negatif dan menghambat komunikasi yang efektif.

  1. Peluang dalam Komunikasi Lintas Budaya

Selain tantangan, komunikasi lintas budaya juga membuka berbagai peluang dan keuntungan. Salah satunya adalah terciptanya peluang untuk kolaborasi global, yang memungkinkan individu dari berbagai budaya bekerja sama dalam berbagai bidang, seperti bisnis, pendidikan, teknologi, dan penelitian. Pertukaran pengetahuan, konsep, dan inovasi dapat terwujud melalui interaksi antarbudaya. Dengan berkomunikasi lintas budaya, orang dapat mempelajari berbagai pengalaman dan perspektif, yang pada gilirannya meningkatkan pemahaman terhadap isu sosial, ekonomi, dan politik di seluruh dunia. Kemajuan dalam inovasi dan teknologi komunikasi, seperti media sosial, aplikasi terjemahan, dan video konferensi, mempermudah interaksi antarbudaya. Teknologi ini memungkinkan komunikasi menjadi lebih efektif dan membantu mengatasi hambatan jarak.

  1. Strategi Menghadapi Tantangan Komunikasi Lintas Budaya

Untuk menjembatani kesenjangan budaya dalam suatu organisasi, penting untuk menerapkan strategi manajemen yang efektif. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan fokus pada peningkatan komunikasi yang efektif, yakni dengan membangun jalur komunikasi yang jelas dan terbuka. Hal ini akan memudahkan pemahaman antara anggota tim dari berbagai latar belakang budaya. Selain itu, menumbuhkan inklusivitas di dalam lingkungan kerja sangat krusial agar semua individu merasa dihargai dan diterima. Strategi lain yang tidak kalah penting adalah mempromosikan kesadaran antarbudaya melalui pelatihan yang berfokus pada nilai-nilai multikultural. Pelatihan ini dapat membantu mengurangi potensi konflik budaya, meningkatkan pemahaman, dan memperkuat kohesi tim. Dengan pendekatan ini, anggota tim dapat saling menghormati perbedaan, serta bekerja sama dengan lebih harmonis. Memperluas wawasan dan pemahaman tentang dunia, serta belajar mengenai nilai dan norma yang berbeda, menjadi langkah penting dalam menciptakan lingkungan kerja yang lebih inklusif dan produktif.

  1. Studi Kasus: Komunikasi Lintas Budaya dalam Dunia Bisnis

Studi kasus komunikasi lintas budaya salah satunya terjadi pada PT. Tokyu Land Indonesia, anak perusahaan Tokyu Fudosan Holdings, didirikan pada 2012 dengan tujuan memanfaatkan pengalaman lebih dari 40 tahun di industri real estate Jepang. Hubungan antara Indonesia dan Tokyu dimulai sejak 1975, dan pada 1981, Tokyu Land Corporation memperluas bisnis ke Jakarta, menciptakan 4.500 unit rumah hunian. Pada 2015, PT. Tokyu Land Indonesia meluncurkan merek kondominium Jepang “BRANZ” di Indonesia, menjadi yang pertama kali perusahaan Jepang mengembangkan merek kondominium di luar negeri. Selain penjualan kondominium, perusahaan juga fokus pada leasing dan manajemen bisnis, berkomitmen untuk menciptakan nilai baru bagi Indonesia dengan menggabungkan kebutuhan lokal dan kualitas tinggi dari Jepang. Karyawan PT. Tokyu Land Indonesia memiliki latar belakang budaya yang beragam, termasuk suku Batak, Jawa, Sunda dari Indonesia, serta dari Tokyo, Osaka, dan Fukuoka di Jepang. Komunikasi antarbudaya antara karyawan Jepang dan Indonesia terjadi dalam berbagai aktivitas seperti rapat, diskusi, dan negosiasi, baik secara verbal maupun non-verbal. Umumnya, komunikasi antarbudaya berjalan dengan baik. Karyawan Indonesia cenderung “aman” dalam menerima tugas dari orang Jepang, meskipun kadang bertanya pada sesama karyawan Indonesia jika tidak memahami perintah tersebut. Karyawan Jepang, yang memiliki budaya high-context, sering kali bertanya terlebih dahulu apakah karyawan Indonesia sibuk sebelum memberi perintah. Karyawan Jepang menghargai kolektivisme dan sering membutuhkan waktu lama untuk mengambil keputusan guna menjaga keharmonisan dalam tim. Mereka juga sangat disiplin dalam menghormati waktu, sementara karyawan Indonesia terkadang datang terlambat, meskipun orang Jepang tidak menegur secara langsung, melainkan melalui bahasa tubuh. Karyawan Jepang cukup toleran terhadap karyawan Indonesia yang beragama Islam, memberikan izin untuk beribadah dan menyediakan tempat untuk shalat. Sebaliknya, karyawan Indonesia juga saling menghormati ketika karyawan Jepang mengonsumsi makanan atau minuman yang tidak sesuai dengan agama Islam. Toleransi beragama di perusahaan ini menciptakan keharmonisan dan saling menghargai antarbudaya.

Hambatan komunikasi antarbudaya di PT. Tokyu Land Indonesia sering terjadi karena perbedaan penguasaan bahasa dan budaya. Informan Jepang dan Indonesia memiliki tingkat penguasaan bahasa yang berbeda, yang dapat menyebabkan kesalahpahaman. Misalnya, meskipun informan SZ telah tinggal 21 tahun di Indonesia, ia masih mengalami kesalahpahaman karena penjelasan yang tidak lengkap atau tidak jelas. Karyawan Indonesia sering merasa malu atau takut bertanya jika tidak memahami, yang bisa memperburuk komunikasi. Karyawan Jepang seperti KB dan KT juga mengalami kendala bahasa, terutama ketika membuat surat perjanjian atau berkomunikasi dengan karyawan Indonesia yang kurang memahami bahasa Jepang atau Indonesia. Mereka mengatasi masalah ini dengan menjelaskan secara terperinci dan meminta konfirmasi. Selain itu, karyawan Indonesia terkadang tidak menghargai waktu, datang terlambat ke kantor atau rapat dengan alasan macet atau transportasi. Kesalahpahaman juga terjadi karena perbedaan persepsi terhadap waktu dan ketelitian. Karyawan Jepang sangat menghargai waktu, sementara karyawan Indonesia terkadang kurang memahaminya. Meskipun demikian, keduanya berusaha saling memahami dan mengatasi masalah komunikasi dengan mendiskusikan ulang isu yang belum dipahami.

Stereotip antara karyawan Jepang dan Indonesia sering terjadi, seperti anggapan bahwa orang Jepang pelit, kaku, disiplin, dan pekerja keras, sementara orang Indonesia dianggap tidak disiplin, ramah, jorok, dan mudah diajak kompromi. Perbedaan penghargaan terhadap waktu kadang menyebabkan komunikasi tidak efektif. Namun, hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sering terjadi kesalahpahaman dalam pekerjaan, komunikasi pribadi antara karyawan Jepang dan Indonesia di PT. Tokyu Land Indonesia berjalan dengan baik. Karyawan Indonesia memahami kendala bahasa yang dialami karyawan Jepang, dan sebaliknya, karyawan Jepang juga memahami kebiasaan Indonesia terkait waktu. Meskipun demikian, karyawan Jepang terlihat kurang bersosialisasi dengan karyawan Indonesia, yang dapat menimbulkan kesan sombong di mata mereka.

 

Kesimpulan

            Komunikasi lintas budaya melibatkan interaksi antara individu dengan latar belakang budaya yang berbeda, baik secara verbal maupun non-verbal. Pemahaman akan perbedaan ini penting untuk menghindari kesalahpahaman yang dapat merusak hubungan. Komunikasi antarbudaya menjadi semakin relevan di era globalisasi, di mana teknologi memungkinkan individu dari berbagai budaya untuk terhubung dan berkolaborasi. Tantangan utama dalam komunikasi lintas budaya termasuk perbedaan nilai, norma, bahasa, dan stereotip yang dapat memperburuk komunikasi. Sementara itu, peluang dalam komunikasi lintas budaya meliputi kolaborasi global yang memungkinkan pertukaran pengetahuan dan inovasi antarbudaya. Teknologi seperti media sosial dan aplikasi terjemahan mempermudah interaksi lintas budaya, meningkatkan pemahaman tentang isu sosial, ekonomi, dan politik global.

Studi kasus di PT. Tokyu Land Indonesia menunjukkan komunikasi lintas budaya yang efektif meskipun terdapat kesalahpahaman antara karyawan Jepang dan Indonesia. Perbedaan dalam penguasaan bahasa dan budaya sering menyebabkan hambatan, namun kedua belah pihak berusaha memahami satu sama lain, misalnya dengan menjelaskan lebih terperinci atau meminta konfirmasi. Disiplin waktu menjadi salah satu perbedaan yang sering memicu kesalahpahaman, tetapi melalui komunikasi yang terbuka dan saling menghormati, kedua budaya ini dapat bekerja sama dengan baik. Meskipun terdapat stereotip antara kedua kelompok, seperti anggapan orang Jepang pelit dan orang Indonesia tidak disiplin, pada umumnya karyawan Jepang dan Indonesia di PT. Tokyu Land Indonesia saling menghormati dan memahami kendala masing-masing. Kesadaran akan perbedaan budaya dan upaya untuk menjembatani kesenjangan komunikasi sangat penting untuk menjaga hubungan kerja yang harmonis.

 

Referensi

 

Adawiyyah N. Fadhilah N. Putri A. O. A. Setawaty S. H. Syahrani R. H. Widyanarti T. 2024.

Tantangan dan Inovasi dalam Komunikasi Antar Budaya di Era Globalisasi.

Universitas Muhammadiyah Tangerang. Tangerang

 

Febiyana A. Turistiati A. T. 2019. Komunikasi Antarbudaya dalam Masyarakat Multikultur

(Tudi Kasus opada Karyawan Warga Negara Jepeang dan Indonesia di PT. Tokyu Land Indonesia). Institut Ilmu Sosial dan Manajemen STIAI

 

Hamidah L. Sihabudin. 2022. Komunikasi Antarbudaya Dahulu dan Kini. KENCANA

Jakarta.

 

Khotimah U.K. Nurbaiti S. Sari S. A. Widianarti T. 2024. Komunikasi Antar Budaya di Era

Globalisasi : Tantangan dan Peluang.Universitas Muhammadiyah Tangerang.

Tangerang

 

Putri K. A. P. Putri K.W. Mukhlisin A. S.  Naila S. S. Purwanto E. Rahmah A. Widiyanarti T.

  1. Mengatasi Hambatan Komunikasi Antar Budaya. Muhammadiyah Tangerang.

Tangerang

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja

Published

on

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas

Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.

UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.

Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.

Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.

Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.

Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.

Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.

Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending