Arsip
KONTEKSTUALISASI SYUKUR DALAM PRESPEKTIF AL-QUR’AN
Published
2 years agoon
By
Mitra Wacana

Penulis : Dwi Novita Sari Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah
Kata syukur adalah sebuah kata yang berasal dari bahasa Arab, Namun perkembangan selanjutnya, kata ini sudah menjadi ungkapan yang di dalam bahasa Indonesia, sehingga memunculkan dua makna, yaitu: pertama, rasa terima kasih kepada Allah, kedua, untung (menyatakan lega, senang, dan sebagainya). Ar-Raghib al-Shafahani menjelaskan bahwa kata syakara yang bermakna gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkan ke permukaan. Ada pula pendapat, sebagaimana dikutip oleh al-Shafahani, bahwa kata ini berasal dari kasyara yang bermakna membuka atau lawan dari kata kafara bermakna kufur yang berarti menutup-nutupi atau melupakan nikmat.
Dari makna yang dicetuskan oleh pakar di atas, maka dapat dipahami bahwa hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dalam arti menyebut nikmat yang telah diberikan kepadanya dengan memanfaatkanya kejalan yang dikehendaki oleh pemberinya atau mengaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwasanya syukur itu paling tidak ada tiga bentuk, sebagaimana yang dituturkan oleh M. Quraish Shihab, yaitu:
- Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah Allah
- Syukur dengan lisan, yaitu mengakui anugerah dan memuji pemberian Allah
- Syukur dalam bentuk perbuatan, yaitu dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahan Allah
Dalam hal ini, hakikat syukur adalah menampakkan nikmat dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikan. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakanya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah.
Dalam konteks ini, al-Qur’an telah memberikan informasi perlunya bersikap terbuka dan ikhlas dalam kehidupan sebagai bentuk rasa syukur. Secara jelas, redaksi pengakuan syukur dari Nabi Sulaiman yang diabadikan Al-Qur’an: “Ini adalah sebagai anugerah Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur” (QS An-Naml: 40). Sementara itu, perlunya sikap terbuka yang termaktub dalam ayat ini: “Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebut” (QS. Adhuha: 2). Dalam hal ini, Nabi Muhammad SAW pun bersabda: “Allah senang melihat bukti nikmatnya dalam penampilan hambanya” Akhirnya, disini mungkin kita bertanya-tanya, apa saja yang perlu kita syukuri? Jawabanya apa saja yang telah kita terima, apa saja yang sedang kita terima dan apa saja yang mungkin belum kita terima juga perlu kita syukuri.
Lalu, mengapa kita harus mensyukuri segala nikmat yang telah, sedang, atau bahkan yang belum diberikan kepada kita? Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-ku), maka pasti azab-ku sangatlah berat, (QS Ibrahim: 7). Dalam kehidupan sehari-hari, dapat kita lihat bahwasanya orang-orang yang dermawan dan suka menginfakkan hartanya untuk kepentingan umum dan menolong orang, pada umumnya tak pernah jatuh miskin ataupun sengsara. Bahkan, rezekinya senantiasa bertambah, kekayaanya makin meningkat, dan hidupnya bahagia, dicintai serta dihormati dalam pergaulan. Sebaliknya, orang-orang kaya yang kikir, atau suka menggunakan kekayaanya untuk hal-hal yang tidak di ridhoi Allah SWT, seperti judi atau memungut riba, maka kekayaanya tidak bertambah, bahkan lekas menyusut. Disamping itu, ia senantiasa akan dibenci dan dicela orang banyak, dan di akhirat memperoleh hukuman yang berat
Lalu apa manfaat syukur dalam hidup kita? Ternyata, syukur itu memiliki kedahsyatan, kekuatan dan keutamaan yang luar biasa di mata manusia sekaligus di hadapan Allah SWT. Banyak data dan fakta menarik yang mengungkapkan, menyebutkan dan juga menjelaskan tentang bukti nyata efek positif bila kita mau bersyukur kepada Allah SWT. Karena kedahsyatannya yang luar biasa, syukur itu membuat setan-iblis tidak senang. Bahkan, setan-iblis berjanji akan selalu menggoda setiap manusia yang mau bersyukur kepada Allah SWT, melalui berbagai cara dan arah mata angin. Seperti diungkap dalam al-Qur’an, setan-iblis selalu berusaha menggoda setiap umat manusia untuk tidak bersyukur kepada Allah Swt dari sisi kanan-kiri, depan dan belakang. Ahmad Hadi Yasin menegaskan bahwa bersyukur adalah kewajiban setiap hamba kepada Dzat sang pemberi nikmat, Allah SWT. Orang yang mengingkarinya berarti ia mengkufuri nikmat-Nya.
Konteks syukur sebagaimana yang tersebut dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa dalam memahami konsep syukur secara lebih praktis dan bermakna memiliki sumbangan yang besar terhadap sukses dan bahagianya seseorang. Lebih dari itu, syukur yang lebih kontekstual juga memiliki dimensi kemanfaatan dan kemaslahatan sosial yang luas. Kunci-kunci pemahaman dan penafsiran yang lebih humanis berdimensi insaniah sekaligus lebih transcendental berdimensi ilahiah selalu menguatkan mata batin syukur pelakunya.
Kontekstual syukur disini membuat kita berusaha konsisten dalam mengamalkan syukur dalam dunia nyata sekaligus dunia maya. Dalam kondisi ini, kita sadari bahwa syukur merupakan proses dinamis yang tidak pernah ada ujung usainya (Never ending process) semakin banyak bersyukur, semakin berlipat ganda kebahagiaan yang dirasakan. Di sinilah, pemahaman yang sesuai dengan kepentingan, kebutuhan dan tantangan yang dihadapi, diharapkan pengalaman dan pengalaman syukur kepada Allah benar-benar bermula dari ketulusan hati dan keikhlasan untuk beramal, sehingga dapat memberikan menfaat didalam kehidupan manusia di dunia dan akhiratnya.
Dengan demikian dapat kita ketehaui bahwa fadhilah syukur begitu besar seperti mendapatkan rezeki yang berkah, mendapatkan tambahan nikmat, dan meningkatkan keimanan sesorang. Maka dari itu kita dianjurkan untuk selalu bersyukur dalam keadaan apapun. Karena, segala yang diberikan Allah kepada hambanya selalu ada hikmah dibalik pemberian tersebut. Sehingga kita harus mensyukuri apapaun yang telah Allah berikan. Bukankah Allah telah menakar rezeki terhadap setiap makhluk-Nya? Seperti halnya semut hitam yang berjalan diatas batu hitam di tengah gelap malam.
Arsip
Menguatkan Ruang Kerja Bersama untuk Pemerintahan Terbuka, Mitra Wacana Berpartisipasi dalam Forum OGP Lokal DIY
Published
2 weeks agoon
3 December 2025By
Mitra Wacana
Yogyakarta, 3 Desember 2025. Mitra Wacana hadir dalam Forum Open Government Partnership (OGP) Local yang digelar oleh Dinas Komunikasi dan Informatika DIY di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan Danurejan. Pertemuan ini berlangsung sejak pagi dan mempertemukan beragam lembaga yang selama ini terlibat dalam pelayanan publik, kebencanaan, kemanusiaan, pendidikan, serta kerja-kerja pemberdayaan masyarakat.
Lebih dari tiga puluh lembaga hadir, termasuk unsur pemerintah daerah, akademisi, lembaga humaniter, organisasi kebencanaan, filantropi, dan NGO. Bagi Mitra Wacana, kehadiran dalam forum ini menjadi kesempatan untuk menyampaikan pengalaman lapangan terkait kebutuhan warga, khususnya kelompok rentan yang sering kesulitan mengakses informasi dan layanan.

Acara dibuka oleh Asisten Sekda Bidang Administrasi Umum Setda DIY yang menggarisbawahi perlunya membangun ruang pertemuan yang memberi tempat bagi warga. Setelah itu, beberapa lembaga berbagi pengalaman. Dalam kesempatan tersebut, Perkumpulan Ide dan Analitika Indonesia (IDEA) memaparkan pendekatan penanggulangan kemiskinan yang mengajak berbagai pihak bergerak bersama.
Sedangkan dari Forum Pengurangan Risiko Bencana DIY membagikan pembelajaran dari pendampingan masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana.
Paparan tersebut memperlihatkan bahwa pendekatan pemerintahan terbuka akan lebih dinamis ketika pengalaman masyarakat menjadi bagian dari prosesnya. Mitra Wacana hadir membawa perspektif dari kerja pendampingan perempuan, anak, penyintas kekerasan, serta warga rentan. Dalam pertemuan tersebut, perwakilan Mitra Wacana menyampaikan beberapa hal yang perlu diperkuat dalam proses OGP DIY.
Pertama, ruang dialog yang memungkinkan warga berbagi pengalaman tanpa merasa dibatasi. Kedua, penyediaan data yang mudah diakses masyarakat. Ketiga, penyusunan kebijakan yang sejak awal mempertimbangkan kebutuhan kelompok yang sering luput dari pembahasan. Keempat, pentingnya menjaga keberlangsungan ruang keterlibatan warga, bukan hanya dalam bentuk pertemuan per tahun, tetapi melalui mekanisme yang jelas.
Masukan tersebut diterima sebagai bagian dari rangkaian ide yang kelak dipertimbangkan dalam penyusunan agenda tindak lanjut OGP Local DIY.
Pertemuan ini diikuti antara lain oleh Bappeda DIY, BPBD DIY, Dinas Sosial DIY, Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga DIY, Forum PRB DIY, IDEA, YEU, SIGAB Indonesia, Human Initiative, Baznas DIY, Lazismu DIY, NU Care Lazisnu, MDMC PWM DIY, Kwarda Pramuka DIY, Konsorsium Pendidikan Bencana DIY, Mitra Wacana, IRE, YASANTI.

Melalui keikutsertaan dalam forum ini, Mitra Wacana memperkuat komitmen untuk terlibat dalam penyusunan agenda pemerintahan terbuka di tingkat daerah. Mitra Wacana akan terus mengembangkan kerja sama lintas lembaga dan memastikan nilai-nilai keadilan, keberpihakan pada kelompok rentan, serta pelibatan warga tetap menjadi dasar dalam proses penyusunan kebijakan publik. (Tnt).

Si Cantik, Si Ganteng, dan Kampus Kita

Mitra Wacana Hadiri Rapat Koordinasi Organisasi Kemasyarakatan Kabupaten Bantul








