web analytics
Connect with us

Ekspresi

Kunjungan Penelitian Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ke Mitra Wacana

Published

on

kunjungan mahasiswa uin sunan kalijaga ke mitra wacana

4 mahasiswa UIN Sunan Kalijaga program studi Manajemen Dakwah melakukan kunjungan penelitian ke Mitra Wacana untuk mengetahui bagaimana managemen organisasi dan pola kepemimpinan yang diterapkan Mitra Wacana. Proses penelitian dilakukan dengan cara wawancara kepada pihak Mitra Wacana. Kedatangan satu mahasiswa dan tiga mahasiswi UIN tersebut disambut baik oleh pihak Mitra Wacana pada Kamis, 30 November 2023.

Sebelumnya, mahasiswa UIN tersebut mengungkapkan alasannya memilih Mitra Wacana 

kunjungan mahasiswa uin sunan kalijaga ke mitra wacana

untuk menjadi tempat kunjungan. Mahasiswa tersebut mengatakan bahwa dia telah mengenal salah satu pegiat Mitra Wacana yakni bernama Muazim yang juga tergabung dalam satu organisasi dengannya. Selain itu, dia mengatakan bahwa Mitra Wacana memiliki fokus isu yang menarik yakni mengenai gender, perempuan, human trafficking (perdagangan manusia), dan lainnya. Berdasarkan alasan itulah mahasiswa UIN Sunan Kalijaga tersebut memilih Mitra Wacana sebagai tempat kunjungan penelitian mereka.

Dalam proses wawancara tersebut, Wahyu Tanoto selaku Sekretaris dan Ruliyanto selaku Koordinator Divisi Media dan Litbang Mitra Wacana memberikan penjelasan terhadap apa yang ditanyakan oleh mahasiswa tersebut.  Proses wawancara dan penjelasan berjalan cukup menarik dan interaktif. Wahyu Tanoto menjelaskan bahwa Mitra Wacana memberikan hak yang sama bagi seluruh pegiatnya dalam menyampaikan gagasannya. Keputusan tertinggi Mitra Wacana ada ditangan musyawarah anggota. Dia juga menambahkan bahwa untuk setiap permasalahan atau hal apapun yang perlu didiskusikan selalu diselesaikan dengan musyawarah mufakat.

Setelah selesai melakukan wawancara, mahasiswa UIN tersebut menyampaikan kesannya terhadap Mitra Wacana. 

“Sangat menarik, karkunjungan mahasiswa uin sunan kalijaga ke mitra wacanaena tidak semua lembaga dapat menerima dengan mudah setiap orang yang ingin melakukan kegiatan di lembaga tersebut. Sedangkan Mitra Wacana dapat secara terbuka memberikan kesempatan untuk setiap orang yang datang untuk melakukan penelitian dan lainnya”, ujar salah seorang mahasiswa.

“Saya pikir lembaga atau organisasi yang berfokus terhadap isu gender itu tidak banyak, tidak bertahan lama, dan kebanyakan hanya bergerak di sosial media. Tetapi ternyata ada lembaga yang nyata, bertahan lama, hingga melakukan banyak pendampingan seperti Mitra Wacana ini”, ujar seorang mahasiswi lainnya. (ulfia)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Ekspresi

Narasi Cinta yang Terbelah di Simpang Keyakinan Dalam Lagu “Mangu”

Published

on

Penulis Yuliani Tiara (Mahasiswi jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)

Abstrak

Lagu Mangu karya Fourtwnty dan Charita Utami menampilkan dinamika cinta yang tidak sekadar kandas oleh konflik biasa, melainkan oleh perbedaan spiritual yang fundamental. Artikel ini mengeksplorasi makna lirik sebagai bentuk refleksi eksistensial, dan memperluas pemahaman melalui pendekatan musikologis. Musik populer dalam hal ini menjadi medium kontemplatif terhadap isu-isu kepercayaan, identitas, dan spiritualitas.

Pendahuluan

Di tengah arus musik populer yang kerap menyederhanakan tema cinta, Mangu hadir sebagai pengecualian yang memikat. Kata mangu, yang berarti tertegun atau diam dalam kebimbangan, menjadi landasan emosional dari lagu ini. Dirilis dalam album Linimasa (2017) dan kembali viral pada 2025, lagu ini menandai kebangkitan musik reflektif di tengah masyarakat yang semakin haus makna.

Cinta dalam Simpang Spiritualitas

Lirik Mangu menyampaikan tragedi cinta yang tidak bisa dipertahankan karena benturan spiritual.

“Cerita kita sulit dicerna,

Tak lagi sama,

Cara berdoa”

Bait ini memperlihatkan pergulatan antara perasaan dan keyakinan. Penggunaan diksi seperti “kiblat” dan “berdoa” menunjukkan bahwa relasi ini berhenti bukan karena hilangnya rasa, melainkan karena jalan spiritual yang tidak searah. Lagu ini mengangkat dilema etis yang jarang disentuh oleh musik populer bahwa cinta kadang harus tunduk pada iman.Musikologis: Ketika Aransemen Menjadi Medium Sunyi Secara musikal, Mangu mengusung pendekatan minimalistik dengan warna akustik yang kuat. Lagu ini dibangun di atas progresi akor yang repetitif dan lembut, yang menciptakan ruang emosional yang kontemplatif. Beberapa poin penting dari analisis musikologis:

  1. Tempo dan Ritme:

Lagu ini berjalan dalam tempo lambat (sekitar 70–75 BPM), mendekati karakter ballad. Ritme yang datar dan tenang mendukung nuansa meditasi dan renungan. Tidak ada ketukan tajam atau dinamika mendadak; semua bergerak dengan lembut, menciptakan suasana mangu itu sendiri—diam, termenung, dan berat.

  1. Harmoni dan Progresi Akor:

Progresi akor lagu ini tidak kompleks, namun sangat efektif dalam menciptakan resonansi emosional. Akor minor mendominasi, dengan sesekali modulasi ke akor mayor yang memberikan kesan “harapan yang gagal”. Struktur ini mencerminkan situasi emosional lirik: cinta yang pernah hangat, namun perlahan surut tanpa bisa dicegah.

  1. Vokal dan Ekspresi:

Kekuatan utama Mangu terletak pada teknik vokal yang mengandalkan restrain (penahanan). Vokal Fourtwnty tidak pernah meledak; justru dengan desahan dan nada rendah itulah kesedihan tersampaikan lebih dalam. Kehadiran Charita Utami sebagai kolaborator menambah dimensi naratif: suara laki-laki dan perempuan yang sama-sama lirih, menandakan keterlibatan emosional dua pihak secara setara dalam perpisahan ini.

  1. Instrumentasi:

Dominasi gitar akustik dan ambience suara latar seperti efek reverb menciptakan ilusi ruang hampa—seolah narasi ini terjadi dalam ruangan kosong yang penuh gema. Unsur musik ambient menjadi semacam pengingat bahwa yang hadir bukan hanya manusia, tapi juga kesadaran spiritual yang tak terlihat.

Simbolisme Arah Kiblat: Antara Religiusitas dan Identitas

Frasa “arah kiblat” menjadi titik kunci dalam lirik. Secara literal, ia merujuk pada arah shalat umat Islam. Namun secara simbolik, kiblat adalah arah hidup: nilai, tujuan, dan orientasi eksistensial. Dua insan yang saling mencintai tetapi kehilangan arahkiblat yang sama adalah dua jiwa yang berpotensi saling mencintai, namun tak bisa berjalan bersama.

Penutup: Musik Populer sebagai Ruang Perenungan

Lagu Mangu bukan hanya karya musik, tetapi juga artefak kultural. Ia berbicara tentang ketegangan antara cinta dan spiritualitas dalam masyarakat plural. Analisis musikologis memperkuat kenyataan bahwa kesedihan dan kontemplasi tidak hanya datang dari lirik, melainkan juga dari bagaimana musik dibangun secara struktural. Dalam dunia yang semakin tergesa, Mangu hadir untuk mengajak kita berhenti sejenak, memikirkan ulang makna cinta, keyakinan, dan diam. Lagu ini tidak memberikan jawaban, melainkan ruang untuk memahami luka yang sunyi namun

dalam.

Referensi

  • Kierkegaard, S. (1843). Fear and Trembling.
  • Meyer, Leonard B. (1956). Emotion and Meaning in Music. University of Chicago Press.
  • Tagg, Philip. (2013). Music’s Meanings: A Modern Musicology for Non-Musos.
  • Spotify. (2017). Mangu – Fourtwnty ft. Charita Utami.
  • Liputan6. (2025). Di Balik Viralnya Lagu Mangu dari Fourtwnty.
  • Detik. (2025). Lirik Lagu Mangu Fourtwnty ft. Charita Utami

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending