web analytics
Connect with us

Ekspresi

Diskusi Asik: Memang bisa menjadi lebih baik setelah trauma?

Published

on

Posttraumatic Growt (PTG)

Yogyakarta, 04 Desember 2023 – sesuai dengan apa yang telah diagendakan, siang ini di Mitra Wacana ada diskusi menarik terkait Posttraumatic Growt (PTG) yang di sampaikan oleh mahasiswa magang dari UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Antusiasme dari teman-teman Mitra Wacana juga sagat bagus terkait topik PTG ini. Nah, Apasih sebenarnya Post traumatic Growt itu? Mimin akan membagi informasinya kepada temen-temen. Lets go….

Sebelum masuk ke Post Traumatic Growt (PTG), trauma sendiri merupakan suatu kondisi yang diakibatkan oleh peristiwa buruk yang menimpa diri seseorang. Pada dasarnya, siapa pun memiliki potensi yang sama untuk mengalami trauma, akan tetapi seseorang akan semakin rentan mengalami jika dalam kondisi yang tidak setabil. Respon trauma ini tidak dapat diukur dari kejadian yang dialami, melainkan bagaimana diri seseorang itu menerima dan menanggapi peristiwa tersebut. Dukungan dari orang terdekat, kondiri Kesehatan fisik dan mental, serta kemempuan diri dalam menghadapi situasi tersebut dapat mempengaruhi reaksi seseorang terhadap kejadian traumatis. 

Seseorang yang mampu melewati peristiwa traumatis dengan kembali membentuk pandangannya terkait kehidupan menuju perubahan yang lebih positif ini dinamakan PostTraumatic Growt (PTG). Menurut Calhoun & Tedescri (2006) menggambarkan PTG ini sebagai pengalaman perubahan kehidupan yang lebih positif sebagai hasil dari perjuangan menghadapi krisis atau peristiwa yang mengguncang. PTG ini merupakan hasil dari perjuangan seseorang dalam menghadapi realita baru setelah mengalami kejadian traumatic, bukan hasil langsung setelah peristiwa tersebut (Shafira, 2011). PTG ini merupakan hasil dari pengalaman traumatic, bukan suatu bentuk mekanisme coping dalam menghadapi peristiwa trumatik. 

Peristiwa traumatic ini diibaratkan gempa bumi yang mengguncang dapat menyiksa dan juga seseorang akan menganggap hal ini merupakan suatu tantangan yang berat. Setelah kejadian yang mengguncang tersebut seseorang akan membangun kembali proses kognitifnya, hal ini diibaratkan membangun kembali bangunan fisik yang telah hancur setelah kejadian gempa bumi. Adapun untuk factor-faktor yang mempengaruhi Post Traumatik Growt dalah Hope (harapan), dukungan sosial, optimism, agama dan spiritual, usia, time since event, dan karakteristik dari kejadian traumatic. Posttraumatic Growt (PTG)

Aspek-Aspek Posttraumatic Growt

Menurut Calhoun dan tedenschi menyebutkan bahwa perubahan dalam diri seseorang setelah kejadian traumatik dan juga merupakan elemen PTG adalah sebagai berikut: 

  1. Penghargaan terhadap hidup (Appreciation for life), ini merupakan perubahan yang penting dalam hidup seseornag, dimana ini adalah perubahan mengenai prioritas hidup seseorang dan dapat meningkatkan penghargaan terhadapa apa yang dimilikinya. 
  2. Hubungan dengan orang lain (Relation to others), seseorang mungkin akan memperbaiki hubungan dengan keluarga dan juga temannya menjadi lebih dekat, dan lebih berarti. 
  3. Kekuatan dalam diri (Personal strength), merupakan perubahan berupa peningkatan kekuatan personal, ataulebih mengenal kekuatan yang ada dalam diri yang dimiliki. 
  4. Kemungkinan kemungkinan baru (New possibilities), merupakan kemungkinana untuk mengambil ola kehisupan yang baru dan berbeda, contohnya ketertarikan terhadap hal-hal baru, aktivitas baru dll. 
  5. Perkembangan spiritual (Spiritual development)

Contoh Kasus: 

 “Hubungan Anak Broken Home Terhadap Post Traumatic Growth

Subjek O mengalami trauma akibat perceraian orang tuanya sehingga membuat jiwa dan psikisnya terguncang. Namun, ia sudah mampu melewati fase trauma berat hingga membawanya pada tahapan Post Traumatic Growth. Hal ini dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa support system dari keluarganya (dukungan sosial) dan faktor internal berupa dorongan yang kuat untuk bangkit melewati fase trauma dalam hidupnya, dengan cara lebih menyibukkan diri berkumpul bersama teman-temannya untuk melakukan hal-hal positif dan sibuk dalam dunia pendidikan. Dari hasil analisis, terlihat bahwa subjek O sudah bisa melewati fase traumatiknya hingga pada fase post traumatic growth. Hal tersebut tentunya tidak semudah yang dibayangkan dalam melewati fase sulit tersebut sebab pengalaman yang begitu dalam sehingga perubahan yang terjadi dalam fase itu perlu adanya dorongan dan support system yang baik. 

Jadi jangan terus biarkan trauma menyelimuti dengan kesedihan dan kecemasan yang berlarut-larut. Walaupun membutuhkan proses untuk pulih, percaya dan yakinlah kamu pasti dapat melewati dan menjadi orang yang lebih baik.  (Romdhotul)

Sumber:

Shafira, Farah (2011). Faktor-faktor yang mempengaruhi Postraumatic Growt pada Recovering addict di Unit Pelaksanaan Teknis (UPT) Terapi dan Rehabilitasi BNN Lido. 

https://hellosehat.com/mental/gangguan-kecemasan/trauma/

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Ekspresi

Narasi Cinta yang Terbelah di Simpang Keyakinan Dalam Lagu “Mangu”

Published

on

Penulis Yuliani Tiara (Mahasiswi jurusan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas)

Abstrak

Lagu Mangu karya Fourtwnty dan Charita Utami menampilkan dinamika cinta yang tidak sekadar kandas oleh konflik biasa, melainkan oleh perbedaan spiritual yang fundamental. Artikel ini mengeksplorasi makna lirik sebagai bentuk refleksi eksistensial, dan memperluas pemahaman melalui pendekatan musikologis. Musik populer dalam hal ini menjadi medium kontemplatif terhadap isu-isu kepercayaan, identitas, dan spiritualitas.

Pendahuluan

Di tengah arus musik populer yang kerap menyederhanakan tema cinta, Mangu hadir sebagai pengecualian yang memikat. Kata mangu, yang berarti tertegun atau diam dalam kebimbangan, menjadi landasan emosional dari lagu ini. Dirilis dalam album Linimasa (2017) dan kembali viral pada 2025, lagu ini menandai kebangkitan musik reflektif di tengah masyarakat yang semakin haus makna.

Cinta dalam Simpang Spiritualitas

Lirik Mangu menyampaikan tragedi cinta yang tidak bisa dipertahankan karena benturan spiritual.

“Cerita kita sulit dicerna,

Tak lagi sama,

Cara berdoa”

Bait ini memperlihatkan pergulatan antara perasaan dan keyakinan. Penggunaan diksi seperti “kiblat” dan “berdoa” menunjukkan bahwa relasi ini berhenti bukan karena hilangnya rasa, melainkan karena jalan spiritual yang tidak searah. Lagu ini mengangkat dilema etis yang jarang disentuh oleh musik populer bahwa cinta kadang harus tunduk pada iman.Musikologis: Ketika Aransemen Menjadi Medium Sunyi Secara musikal, Mangu mengusung pendekatan minimalistik dengan warna akustik yang kuat. Lagu ini dibangun di atas progresi akor yang repetitif dan lembut, yang menciptakan ruang emosional yang kontemplatif. Beberapa poin penting dari analisis musikologis:

  1. Tempo dan Ritme:

Lagu ini berjalan dalam tempo lambat (sekitar 70–75 BPM), mendekati karakter ballad. Ritme yang datar dan tenang mendukung nuansa meditasi dan renungan. Tidak ada ketukan tajam atau dinamika mendadak; semua bergerak dengan lembut, menciptakan suasana mangu itu sendiri—diam, termenung, dan berat.

  1. Harmoni dan Progresi Akor:

Progresi akor lagu ini tidak kompleks, namun sangat efektif dalam menciptakan resonansi emosional. Akor minor mendominasi, dengan sesekali modulasi ke akor mayor yang memberikan kesan “harapan yang gagal”. Struktur ini mencerminkan situasi emosional lirik: cinta yang pernah hangat, namun perlahan surut tanpa bisa dicegah.

  1. Vokal dan Ekspresi:

Kekuatan utama Mangu terletak pada teknik vokal yang mengandalkan restrain (penahanan). Vokal Fourtwnty tidak pernah meledak; justru dengan desahan dan nada rendah itulah kesedihan tersampaikan lebih dalam. Kehadiran Charita Utami sebagai kolaborator menambah dimensi naratif: suara laki-laki dan perempuan yang sama-sama lirih, menandakan keterlibatan emosional dua pihak secara setara dalam perpisahan ini.

  1. Instrumentasi:

Dominasi gitar akustik dan ambience suara latar seperti efek reverb menciptakan ilusi ruang hampa—seolah narasi ini terjadi dalam ruangan kosong yang penuh gema. Unsur musik ambient menjadi semacam pengingat bahwa yang hadir bukan hanya manusia, tapi juga kesadaran spiritual yang tak terlihat.

Simbolisme Arah Kiblat: Antara Religiusitas dan Identitas

Frasa “arah kiblat” menjadi titik kunci dalam lirik. Secara literal, ia merujuk pada arah shalat umat Islam. Namun secara simbolik, kiblat adalah arah hidup: nilai, tujuan, dan orientasi eksistensial. Dua insan yang saling mencintai tetapi kehilangan arahkiblat yang sama adalah dua jiwa yang berpotensi saling mencintai, namun tak bisa berjalan bersama.

Penutup: Musik Populer sebagai Ruang Perenungan

Lagu Mangu bukan hanya karya musik, tetapi juga artefak kultural. Ia berbicara tentang ketegangan antara cinta dan spiritualitas dalam masyarakat plural. Analisis musikologis memperkuat kenyataan bahwa kesedihan dan kontemplasi tidak hanya datang dari lirik, melainkan juga dari bagaimana musik dibangun secara struktural. Dalam dunia yang semakin tergesa, Mangu hadir untuk mengajak kita berhenti sejenak, memikirkan ulang makna cinta, keyakinan, dan diam. Lagu ini tidak memberikan jawaban, melainkan ruang untuk memahami luka yang sunyi namun

dalam.

Referensi

  • Kierkegaard, S. (1843). Fear and Trembling.
  • Meyer, Leonard B. (1956). Emotion and Meaning in Music. University of Chicago Press.
  • Tagg, Philip. (2013). Music’s Meanings: A Modern Musicology for Non-Musos.
  • Spotify. (2017). Mangu – Fourtwnty ft. Charita Utami.
  • Liputan6. (2025). Di Balik Viralnya Lagu Mangu dari Fourtwnty.
  • Detik. (2025). Lirik Lagu Mangu Fourtwnty ft. Charita Utami

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending