Opini
Menguasai Meja Makan, Memuluskan Diplomasi : Pelatihan Table Manner Bagi Mahasiswa Hubungan Internasional

Published
11 months agoon
By
Mitra Wacana

Satya Putri Djawas
Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta
Dalam dunia diplomasi dan Hubungan Internasional, perjamuan makan menjadi salah satu momen penting untuk menjalin hubungan dan membangun kerjasama. Table manner atau etika makan bukan hanya tentang aturan tata cara di meja makan, tetapi juga merupakan bagian penting dalam diplomasi dan hubungan internasional. Acara-acara formal, pertemuan bisnis, hingga pertemuan diplomatik sering kali melibatkan jamuan makan di mana etika makan yang baik dapat menciptakan kesan positif dan mempererat hubungan antar negara. Dalam konteks diplomasi, table manner memiliki peran yang sangat signifikan. Makan bersama sering kali menjadi bagian dari proses negosiasi dan komunikasi antar diplomat. Etika makan yang baik mencerminkan penghormatan dan perhatian terhadap tuan rumah serta tamu, yang pada gilirannya dapat menciptakan suasana yang lebih kondusif untuk berdiskusi dan bernegosiasi. Di sanalah keahlian dalam berdiplomasi tidak hanya diuji dalam perbincangan, tetapi juga dalam etika dan tata cara makan atau yang dikenal sebagai “table manner”.
Table Manner sebagai Bagian dari Soft Diplomacy :
Etika makan juga merupakan bagian dari soft diplomacy, di mana budaya dan kebiasaan menjadi alat untuk memperkuat hubungan internasional. Dengan menunjukkan kesopanan dan pengetahuan yang baik tentang table manner, para diplomat dapat membangun hubungan personal yang lebih erat dengan mitra mereka dari negara lain. Sebagai contoh, dalam sebuah jamuan makan malam antara pejabat tinggi Indonesia dan Jepang, penggunaan sumpit dengan benar oleh diplomat Indonesia dapat menunjukkan penghormatan dan penghargaan terhadap budaya Jepang, yang dapat berdampak positif pada hubungan bilateral kedua negara.
Selain itu, pemahaman terhadap table manner juga menunjukkan kemampuan seorang diplomat untuk beradaptasi dengan budaya lain. Setiap negara memiliki aturan dan tradisi makan yang berbeda, dan menunjukkan pengetahuan serta penghormatan terhadap tradisi tersebut dapat memperkuat hubungan bilateral. Misalnya, di Jepang, menghargai makanan dengan tidak meninggalkan sisa di piring sangat dihargai, sementara di beberapa negara Barat, penggunaan alat makan yang benar menjadi perhatian utama. Memahami pentingnya aspek ini, program studi Hubungan Internasional Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta khususnya pada mata kuliah Diplomasi baru-baru ini mengadakan pelatihan table manner bagi mahasiswanya. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali mereka dengan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk tampil dengan sopan dan profesional dalam jamuan makan formal, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Kemampuan ini sangatlah penting untuk membangun kepercayaan dan menjalin hubungan baik dengan para tamu atau mitra.
Dengan menguasai table manner, para mahasiswa diharapkan dapat membangun citra diri yang positif dan menjalin hubungan baik dengan para pemangku kepentingan di kancah internasional.
Dampak Table Manner dalam Diplomasi dan Hubungan Internasional :
- Membangun kepercayaan dan menjalin hubungan baik :Table manner yang baik dapat membantu membangun rasa percaya dan menjalin hubungan baik dengan para tamu atau mitra. Hal ini karena table manner menunjukkan rasa hormat dan penghargaan terhadap budaya orang lain.
- Meningkatkan citra diri : Menguasai table manner dapat meningkatkan citra diri seseorang sebagai individu yang sopan, profesional, dan berbudaya. Hal ini tentu akan memberikan keuntungan dalam membangun karir di bidang diplomasi dan Hubungan Internasional.
- Memudahkan komunikasi : Table manner yang baik dapat membantu melancarkan komunikasi dan membangun suasana yang nyaman saat jamuan makan. Hal ini dapat membuka peluang untuk menjalin kerjasama dan mencapai tujuan diplomasi.
- Meningkatkan Kerjasama Internasional : Pelaksanaan table manner yang baik membantu dalam meningkatkan kerjasama internasional, terutama dalam menghadiri konferensi dan pertemuan-pertemuan internasional serta membantu dalam membangun hubungan yang harmonis dan menghormati budaya yang berbeda.
Pelatihan table manner bagi mahasiswa Hubungan Internasional merupakan bagian penting dan langkah yang tepat untuk mempersiapkan mereka menjadi diplomat yang handal dan profesional. Pelaksanaan table manner tidak hanya berfungsi sebagai aturan tata cara di meja makan, tetapi juga memiliki peran strategis dalam diplomasi dan hubungan internasional. Kegiatan ini membantu dalam membangun hubungan yang harmonis, meningkatkan pengalaman diplomatik, dan meningkatkan kerjasama internasional. Dengan menguasai table manner, para mahasiswa diharapkan dapat membangun citra diri yang positif, menjalin hubungan baik dengan para pemangku kepentingan, dan mencapai tujuan diplomasi dengan lebih mudah. Oleh karena itu, pelatihan dan pengetahuan tentang table manner menjadi investasi penting dalam meningkatkan kualitas diplomasi dan hubungan internasional.
Opini
Puisi ‘Dendam’ Karya Chairil Anwar: Estetika dan Semiosis Peirce Cinta Aulia Margaretha Habeahan

Published
3 days agoon
20 June 2025By
Mitra Wacana

Cinta Aulia Margaretha Habeahan
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Andalas
Estetika adalah cabang filsafat yang mempelajari keindahan. Estetika merupakan bagian dari seni, seni yang berhubungan dengan keindahan. Menurut Aristoteles (1993:28) keindahan menyangkut pada keseimbangan dan keteraturan ukuran, yakni ukuran material, dan pandangannya dengan ini berlaku untuk benda-benda alam maupun untuk karya seni buatan manusia. Bagi karya sastra, estetika sebagai aspek-aspek keindahan sastra yang didominasi oleh gaya bahasa. Keindahan bahasa tidak terkandung dalam bentuk huruf melainkan dalam isi suatu karya. Maka dari itu, estetika dan sastra memiliki hubungan yang begitu erat, di mana estetika berperan sebagai landasan dalam memahami dan menciptakan keindahan suatu karya sastra.
Karya sastra begitu banyak memiliki keindahan gaya bahasa terutama yaitu puisi. Puisi merupakan ungkapan atau curahan hati penyair dan kumpulan bahasa yang setiap baitnya memiliki makna. Salah satu puisi yang memiliki keindahan bahasa yaitu puisi ‘Dendam’ karya Chairil Anwar, yang ditulis pada 13 Juli 1943, dalam buku kumpulan puisi yang berjudul Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949).
Dalam puisi ‘Dendam’ karya Chairil Anwar ini bukan hanya sebuah lontaran emosi saja, melainkan suatu luapan kata-kata kelam, kegelisahan batin, dan pencarian makna dalam kehidupan. Melalui larik-larik yang pendek dan iteratif, Chairil menggambarkan dendam batin manusia yang tidak dapat diluapkan secara langsung.
Namun, melihat lebih jauh, puisi ini dapat dibedah melalui elemen estetika – dari segi pendekatan estetika dan semiosis (tanda dan makna). Berikut puisi ‘Dendam’ karya Chairil Anwar:
Dendam
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di jari
Aku mencari
Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak nampak
13 Juli 1943
Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
Semiosis yang digunakan Charles Sanders Peirce sebagai tindak pertandaan, proses pertandaan, atau proses semiotis. Sehingga, dapat menelusuri bagaimana makna-makna tersembunyi dalam puisi yang dibentuk melalui system tanda.
- Dari mimpi aku bengis dielak
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata bengis yaitu kejam, penderitaan, tajam dan pedas; sedangkan kata dielak ialah imbuhan yang membentuk kata kerja pasif dari kata elak yaitu menghindar. Maka, dari bait ini dapat disimpulkan ia terbangun dari mimpinya dengan perasaan yang kejam dan ada keinginan untuk membalas dendam.
- Bulan bersinar sedikit tak nampak
Dalam bait ini bulan melambangkan perasaan, kemampuan, bahkan harapan, dan puisi ini ditandai dengan kegelapan, cahaya bulan yang tak terlihat lagi. Maka, dimaknai sebagai harapan yang nyaris hilang.
- Keris berkarat kugenggam di hulu
Kata keris sebagai simbol warisan, kekuatan, dan sekaligus kekerasan. Karat di keris menyiratkan bahwa dendam itu lama tersimpan, bukan sekadar amarah sesaat. Maka, kata keris dan berkarat membawa konotasi kekerasan, dan warisan dendam lama.
- Diri tercerai dari hati
Bait ini menandakan ia tak hanya marah, tapi juga mendapatkan kehampaan dari hati, sekaligus kehilangan hubungan dengan jiwanya sendiri.
Maka, melalui pendekatan estetika dapat ditemukan bahwa keindahan dalam puisi ‘Dendam’ ini adanya kegelapan, dendam, dan kekosongan. Chairil Anwar tidak menunjukkan kedamaian, tapi memperlihatkan luka dan menghadirkan perasaan dan penderitaan dalam puisinya. Melalui semiosis Peirce, dapat dipahami bahwa puisi ini dapat system tanda yang kompleks. Dari kata-kata seperti keris, bulan, dan diri tercerai menjadi tanda-tanda yang menciptakan makna begitu terikat dengan trauma, kegelisahan batin, dan kekosongan hidup.

Puisi ‘Dendam’ Karya Chairil Anwar: Estetika dan Semiosis Peirce Cinta Aulia Margaretha Habeahan

Nilai Metafora Pada Puisi “ Hujan Deras di Waktu Senja”
