web analytics
Connect with us

Kulonprogo

MITRA WACANA LAKUKAN EVALUASI PROYEK DI KULONPROGO

Published

on

Oleh Mansur

Mitra Wacana melakukan evaluasi proyek pencegahan TPPO di wilayah Kabupaten Kulonprogo, komunitas wilayah Kapanewon Kokap menjadi komunitas ketiga yang dilakukan evaluasi, Kamis (28/3/2024). Kegiatan evaluasi yang dilangsungkan di Rumah Makan Joglo Girli bertujuan untuk menilai kebermanfaatan proyek bagi komunitas di wilayah Kabupaten Kulonprogo.

Kegiatan evaluasi ini mengundang tiga komunitas perempuan dampingan Mitra Wacana dan dua komunitas media di wilayah Kapanewon Kokap. Setidaknya 18 orang dari dua komunitas ini ikut berpartisipasi dalam kegiatan evaluasi tersebut. bersama-sama mereka akan terlibat dalam penilaian kebermanfaatan dari proyek Mitra Wacana bagi mereka.

MSC (Most Significant Change) menjadi pendekatan yang digunakan Mitra Wacana dalam evaluasi kali ini, dimana komunitas akan menuliskan cerita mereka yang paling signifikan yang mereka rasakan berkaitan dengan proyek Mitra Wacana.

Proses evaluasi ini difasilitasi oleh Muadzim selaku manajer proyek untuk pencegahan TPPO di Kabupaten Kulonprogo. Proses diawali penyampaian tujuan diadakannya kegiatan yang mengundang komunitas diwilayah kokap oleh Ruliyanto dan dilanjutkan dengan teknik pelaksanaan evaluasi oleh Muadzim. Dalam proses ini komunitas yang hadir diminta untuk mengisi beberapa formulir dalam kertas kerja yang telah disediakan. Terkait informasi diri, seperti nama, alamat, dan nomer telepon yan menjadi hal wajib untuk di isi, termasuk lembar persetujuan dari komunitas bila nantinya hasil dari evaluasi tersebut akan dipublikasikan melalui laporan.

Selanjutnya peserta dari komunitas ini diminta untuk menuliskan ceritanya dalam 3 domain utama yang ingin dilakukan evaluasi. Pertama berkaitan kebermanfaatan proyek yang berdampak terhadap kualitas hidup peserta, kedua terkait perubahan partisipasi peserta dalam proses pembangunan di desa, dan terakhir tentang menfaaat proyek terhadap kelangsungan organisasi mereka. Kegiatan evaluasi yang belangsung kurang lebih dua jam ini berlangsung lancar dan peserta menikmati proses yang mereka lakukan. Beberapa merasa metode semacam ini terasa tidak dievaluasi karena hanya mengungkap cerita yang mereka rasakan, seperti yang disampaikan oleh Bu Lusi, salah seorang anggota komunitas dari Hargorejo, “ Evaluasi biasanya kita kan ditanya tanya, terkait ini itu dan sebagainya, ini kok beda hanya menuliskan cerita, tapi asyik”, ungkapnya selesai sesi penulisan cerita.

Setelah sesi penulisan cerita, peserta diajak untuk memberikan penilaian dari cerita yang dituliskan oleh peserta yang hadir. Hal ini bertujuan untuk menentukan cerita mana dari masing-masing domain yang dianggap oleh komunitas cerita paling penting dari proses pendampingan yang dilakukan Mitra Wacana. Setelah semua sesi dilewati, kegiatan ditutup dengan buka bersama.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Workshop DRPPA: Dalam Diskusi Bahas Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Efisiensi Anggaran

Published

on

Workshop Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang diinisiasi oleh Mitra Wacana, Senin, (24/3/2025). Kegiatan yang diadakan di Balai Langit, Kalurahan Salamrejo ini merupakan transformasi dari program Rumah Bersama Indonesia (RBI), disesuaikan dengan perubahan kebijakan pemerintah terbaru. Meski berganti nama, komitmen untuk mewujudkan desa yang inklusif bagi perempuan dan anak melalui pemenuhan hak serta perlindungan dari kekerasan tetap menjadi inti agenda.

Acara dihadiri oleh perwakilan tiga kalurahan (Salamrejo, Sentolo, Demangrejo),  dan Mitra Wacana. Denagn tema “Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran” mengemuka, menyoroti dampak kebijakan nasional seperti Inpres No. 1/2025, MBG (Makan Bergizi Gratis) dan efisiensi dana desa terhadap program pemberdayaan.

Dampak Kebijakan Pusat pada Perencanaan Desa
Pak Teguh, Lurah Sentolo, menjelaskan bahwa perubahan kebijakan pusat seringkali mengganggu perencanaan jangka panjang desa. “RPJMKal (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan) yang disusun 8 tahun harus menyesuaikan instruksi baru, seperti program ketahanan pangan yang tiba-tiba memerlukan penyertaan modal BUMDes. Ini berdampak pada alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak,” ujarnya.

Aji Jogoboyo, mewakili Lurah Demangrejo, menambahkan bahwa efisiensi anggaran tidak hanya mengalihkan dana tetapi memotongnya langsung. “Contohnya, anggaran untuk kelompok P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Anak) sempat tertunda, sehingga kami harus berkolaborasi dengan mitra seperti Mitra Wacana untuk menjaga keberlanjutan program,” paparnya.

Suara dari Kelompok Perempuan: Tantangan Nyata di Lapangan
Ibu Sri Hari Murtiati dari Tim Penggerak PKK Salamrejo menyoroti dampak langsung pemangkasan anggaran pada program pemberdayaan perempuan. “Terus terang, dampaknya terasa hingga ke tingkat bawah. Misalnya, program cor blok jalan dua jalur yang tidak ramah bagi ibu hamil atau kurangnya polisi tidur yang aman. Padahal, infrastruktur yang inklusif adalah hak dasar perempuan,” tegasnya.

Ia juga mengungkapkan keprihatinan atas kasus perundungan (bullying) di Sentolo. “Kami berencana mengadakan sosialisasi di sekolah, tetapi anggaran yang dipotong membuat kegiatan ini terancam. Meski begitu, PKK berkomitmen untuk tetap bergerak, sekalipun dengan dana terbatas.”

Lebih lanjut, Ibu Sri menekankan pentingnya membangun ketangguhan perempuan. “Perempuan tangguh bukan hanya mampu mengelola ekonomi, tetapi juga menjadi ‘penyejuk’ dan ‘pemanas’ keluarga. Tanggung jawab kami besar: merawat suami, anak, sekaligus aktif di masyarakat. Karena itu, dukungan untuk PKK sebagai ujung tombak pemberdayaan perempuan dan anak harus tetap menjadi prioritas,” tandasnya.

Strategi Kolaborasi dan Inovasi Lokal
Pak Dani, Lurah Salamrejo, menekankan pentingnya memberdayakan perempuan sebagai kunci pembangunan. “65% penduduk kami adalah perempuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pendidikan anak dan penguatan ekonomi keluarga. Kami fokus pada program non-fisik seperti pelatihan dan pendampingan,” tegasnya.

Sementara itu, Alfi dari Mitra Wacana mengapresiasi upaya desa melibatkan perempuan dalam forum diskusi. “Budaya ‘bisu’ pada perempuan masih jadi tantangan. Kehadiran perempuan sebagai pembicara hari ini adalah langkah progresif untuk membuka ruang partisipasi,” ujarnya.

Solusi di Tengah Tantangan
Beberapa solusi yang mengemuka antara lain:

  1. Kolaborasi dengan BUMDes dan Mitra: Memanfaatkan BUMDes untuk program MBG dan usaha lokal seperti peternakan ayam petelur di Demangrejo.
  2. Penguatan Kelembagaan Perempuan: Memastikan kelompok seperti KWT (Kelompok Wanita Tani) dan P3A mendapat pendampingan berkelanjutan.
  3. Advokasi Kebijakan Berperspektif Gender: Mendesak pemerintah pusat mempertimbangkan dampak efisiensi anggaran pada program pemberdayaan.

Workshop ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mendorong terwujudnya Generasi Emas 2045 melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Perubahan nama dari DRPPA ke RBI bukanlah hambatan, selama esensi pemenuhan hak perempuan dan anak tetap menjadi prioritas.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending