Kulonprogo
P3A Kalurahan Banaran (P3A Pesisir) Membuat Perencanaan Organisasi Tahun 2025

Published
4 months agoon
By
Mitra Wacana
Senin, 13 Januari 2025, Pusat Pembelajaran Peremuan dan Anak (P3A) Pesisir mengadakan pertemuan rutin bulanan yang berlangsung di rumah Ibu Ngatinem, Dusun Sidakan, Kalurahan Banaran, Galur, Kulon Progo. Pertemuan yang dimulai pukul 10.00 WIB ini dihadiri oleh 22 anggota P3A Pesisir. Agenda utama pertemuan adalah menyusun perencanaan kegiatan organisasi untuk tahun 2025, yang sejalan dengan arah organisasi sebagaimana telah ditentukan dalam AD/ART.
Kegiatan ini difasilitasi oleh Muhammad Mansur, seorang fasilitator berpengalaman yang memandu para anggota untuk mengidentifikasi berbagai permasalahan yang dihadapi perempuan dan anak di sekitar Kalurahan Banaran. Dengan menggunakan metode pohon masalah, anggota P3A Pesisir diajak untuk menggali akar permasalahan, dampak, serta solusi yang mungkin dilakukan.
Selama proses diskusi, berbagai isu krusial terungkap, mulai dari kurangnya akses pendidikan dan keterampilan bagi perempuan, hingga meningkatnya risiko kekerasan dalam rumah tangga dan perdagangan manusia. Identifikasi masalah ini menjadi pijakan penting untuk merumuskan kegiatan yang akan dilaksanakan sepanjang tahun 2025. Beberapa program yang diusulkan meliputi pelatihan keterampilan bagi perempuan, kampanye kesadaran tentang kekerasan dalam rumah tangga, serta penguatan jaringan perlindungan perempuan dan anak di tingkat desa.
Muhammad Mansur menekankan pentingnya rencana yang terstruktur untuk mencapai visi organisasi, yaitu “Terciptanya potensi masyarakat dalam mensejahterakan keluarga sehingga tercapai kesejahteraan sosial, agar terhindar dari tindak kekerasan dan perdagangan orang di Kulon Progo.” Dalam proses perencanaan, setiap kegiatan dirancang agar mendukung pencapaian visi ini secara langsung.
Selain itu, pertemuan ini juga menjadi momen refleksi bagi anggota untuk mengevaluasi capaian kegiatan di tahun sebelumnya. Hal ini dilakukan agar perencanaan tahun 2025 dapat lebih terarah dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat. Suasana diskusi berlangsung dinamis, dengan antusiasme tinggi dari para anggota yang aktif memberikan masukan dan ide.
Hasil dari pertemuan ini diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi P3A Pesisir dan masyarakat Kalurahan Banaran secara keseluruhan. Perencanaan yang matang tidak hanya mempermudah pelaksanaan program, tetapi juga menjadi bukti komitmen organisasi dalam memberdayakan perempuan dan anak, serta mencegah terjadinya kekerasan dan perdagangan manusia.
Dengan semangat kolaborasi dan visi yang jelas, P3A Pesisir optimis dapat menjalankan program-programnya dengan lebih efektif di tahun 2025. Langkah ini menjadi bukti bahwa organisasi lokal mampu berperan aktif dalam menciptakan perubahan nyata di komunitasnya.
You may like
Berita
Workshop DRPPA: Dalam Diskusi Bahas Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Efisiensi Anggaran

Published
2 months agoon
27 March 2025By
Mitra Wacana
Workshop Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang diinisiasi oleh Mitra Wacana, Senin, (24/3/2025). Kegiatan yang diadakan di Balai Langit, Kalurahan Salamrejo ini merupakan transformasi dari program Rumah Bersama Indonesia (RBI), disesuaikan dengan perubahan kebijakan pemerintah terbaru. Meski berganti nama, komitmen untuk mewujudkan desa yang inklusif bagi perempuan dan anak melalui pemenuhan hak serta perlindungan dari kekerasan tetap menjadi inti agenda.
Acara dihadiri oleh perwakilan tiga kalurahan (Salamrejo, Sentolo, Demangrejo), dan Mitra Wacana. Denagn tema “Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran” mengemuka, menyoroti dampak kebijakan nasional seperti Inpres No. 1/2025, MBG (Makan Bergizi Gratis) dan efisiensi dana desa terhadap program pemberdayaan.
Dampak Kebijakan Pusat pada Perencanaan Desa
Pak Teguh, Lurah Sentolo, menjelaskan bahwa perubahan kebijakan pusat seringkali mengganggu perencanaan jangka panjang desa. “RPJMKal (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan) yang disusun 8 tahun harus menyesuaikan instruksi baru, seperti program ketahanan pangan yang tiba-tiba memerlukan penyertaan modal BUMDes. Ini berdampak pada alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak,” ujarnya.
Aji Jogoboyo, mewakili Lurah Demangrejo, menambahkan bahwa efisiensi anggaran tidak hanya mengalihkan dana tetapi memotongnya langsung. “Contohnya, anggaran untuk kelompok P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Anak) sempat tertunda, sehingga kami harus berkolaborasi dengan mitra seperti Mitra Wacana untuk menjaga keberlanjutan program,” paparnya.
Suara dari Kelompok Perempuan: Tantangan Nyata di Lapangan
Ibu Sri Hari Murtiati dari Tim Penggerak PKK Salamrejo menyoroti dampak langsung pemangkasan anggaran pada program pemberdayaan perempuan. “Terus terang, dampaknya terasa hingga ke tingkat bawah. Misalnya, program cor blok jalan dua jalur yang tidak ramah bagi ibu hamil atau kurangnya polisi tidur yang aman. Padahal, infrastruktur yang inklusif adalah hak dasar perempuan,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan keprihatinan atas kasus perundungan (bullying) di Sentolo. “Kami berencana mengadakan sosialisasi di sekolah, tetapi anggaran yang dipotong membuat kegiatan ini terancam. Meski begitu, PKK berkomitmen untuk tetap bergerak, sekalipun dengan dana terbatas.”
Lebih lanjut, Ibu Sri menekankan pentingnya membangun ketangguhan perempuan. “Perempuan tangguh bukan hanya mampu mengelola ekonomi, tetapi juga menjadi ‘penyejuk’ dan ‘pemanas’ keluarga. Tanggung jawab kami besar: merawat suami, anak, sekaligus aktif di masyarakat. Karena itu, dukungan untuk PKK sebagai ujung tombak pemberdayaan perempuan dan anak harus tetap menjadi prioritas,” tandasnya.
Strategi Kolaborasi dan Inovasi Lokal
Pak Dani, Lurah Salamrejo, menekankan pentingnya memberdayakan perempuan sebagai kunci pembangunan. “65% penduduk kami adalah perempuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pendidikan anak dan penguatan ekonomi keluarga. Kami fokus pada program non-fisik seperti pelatihan dan pendampingan,” tegasnya.
Sementara itu, Alfi dari Mitra Wacana mengapresiasi upaya desa melibatkan perempuan dalam forum diskusi. “Budaya ‘bisu’ pada perempuan masih jadi tantangan. Kehadiran perempuan sebagai pembicara hari ini adalah langkah progresif untuk membuka ruang partisipasi,” ujarnya.
Solusi di Tengah Tantangan
Beberapa solusi yang mengemuka antara lain:
- Kolaborasi dengan BUMDes dan Mitra: Memanfaatkan BUMDes untuk program MBG dan usaha lokal seperti peternakan ayam petelur di Demangrejo.
- Penguatan Kelembagaan Perempuan: Memastikan kelompok seperti KWT (Kelompok Wanita Tani) dan P3A mendapat pendampingan berkelanjutan.
- Advokasi Kebijakan Berperspektif Gender: Mendesak pemerintah pusat mempertimbangkan dampak efisiensi anggaran pada program pemberdayaan.
Workshop ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mendorong terwujudnya Generasi Emas 2045 melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Perubahan nama dari DRPPA ke RBI bukanlah hambatan, selama esensi pemenuhan hak perempuan dan anak tetap menjadi prioritas.

Mewaspadai Radikalisme Digital: Mencegah Intoleransi, Radikalisme, dan Ekstremisme di Era Media Sosial

Sinau Sareng Mitra Wacana: Menakar Ulang Mitigasi Bencana yang Inklusif bagi Kelompok Rentan
