Berita
Membangun Sinergi Media: Mitra Wacana Adakan Briefing Informal Pencegahan Intoleransi dan Radikalisme Bersama Jurnalis

Published
1 month agoon
By
Mitra Wacana
Bantul, 14 Maret 2025 – Dalam upaya memperkuat peran media dalam menyuarakan pesan perdamaian dan keberagaman, Mitra Wacana mengadakan Informal Media Briefing di Joglo Kopi Plumbon, Banguntapan, Bantul. Kegiatan ini dihadiri oleh 6 perwakilan jurnalis dari Aji Yogyakarta, yang diajak berdiskusi tentang peran strategis media dalam pencegahan intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme (IRE).
Acara yang berlangsung pada Jumat malam ini merupakan bagian dari program Merajut Kolaborasi Lintas Iman dalam Upaya Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Ekstremisme yang dilaksanakan di Kelurahan Baciro, Kota Yogyakarta. Program ini bertujuan untuk membangun sinergi lintas sektor dalam menanggulangi isu keberagaman dan memperkuat kohesi sosial melalui edukasi serta kampanye berbasis media.
Ketua Dewan Pengurus Mitra Wacana, Wahyu Tanoto, dalam sambutannya menegaskan bahwa media memiliki peran vital dalam membentuk opini publik dan menciptakan narasi yang inklusif. “Di tengah maraknya ujaran kebencian dan polarisasi sosial, media memiliki tanggung jawab besar untuk menyajikan informasi yang tidak hanya faktual, tetapi juga berperspektif damai dan membangun. Melalui briefing ini, kami ingin menggandeng rekan-rekan jurnalis untuk bersama-sama menyebarluaskan pesan perdamaian,” ujarnya.
Dalam sesi pemaparan, pengelola program memaparkan rangkaian kegiatan yang akan dilakukan dalam program Merajut Kolaborasi Lintas Iman. Jurnalis yang hadir diberikan gambaran tentang berbagai inisiatif yang telah dan akan dilaksanakan, termasuk pelatihan bagi kelompok perempuan, dialog lintas iman, serta kampanye digital yang melibatkan content creator dan influencer untuk memperluas jangkauan pesan toleransi di media sosial.
Diskusi semakin dinamis saat jurnalis mulai berbagi pengalaman terkait tantangan dalam peliputan isu keberagaman. Salah satu peserta, menyampaikan bahwa pemberitaan yang dilakukan oleh media masih tergantung dengan alogaritma, sehingga isu intoleransi, radikalisme dan ektremisme ini tidak begitu popular. Untuk itu perlu kepedulian bersama untuk bisa mengangkat isu ini agar semakin banyak orang yang memahami dampak dari intoleransi, radikalisme dan ekstremisme di masyarakat.
Menanggapi hal ini, Mitra Wacana menawarkan pendekatan kolaboratif melalui pelibatan jurnalis dalam setiap pelatihan yang dilakukan. Selain itu, disepakati pula rencana tindak lanjut untuk memperkuat jaringan komunikasi antara media dan pengelola program guna memperluas dampak kampanye toleransi dan keberagaman.
“Harapan kami, melalui kolaborasi dengan media, pesan-pesan tentang toleransi dan perdamaian dapat menjangkau lebih banyak orang dan memberikan pengaruh positif di tengah masyarakat. Jurnalis memiliki peran kunci sebagai agen perubahan yang dapat membantu mengarahkan opini publik ke arah yang lebih damai dan inklusif,” tambah Ruliyanto, salah satu koordinator program.
Briefing ini diakhiri dengan penyusunan langkah konkret yang akan dilakukan bersama, termasuk penerbitan berita, produksi konten edukatif, serta keterlibatan jurnalis dalam kegiatan program yang akan datang. Dengan sinergi antara media dan organisasi masyarakat sipil, diharapkan kampanye pencegahan intoleransi dan radikalisme dapat semakin kuat dan efektif dalam menciptakan tatanan sosial yang lebih harmonis.
You may like
Berita
Workshop DRPPA: Dalam Diskusi Bahas Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Efisiensi Anggaran

Published
4 weeks agoon
27 March 2025By
Mitra Wacana
Workshop Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) yang diinisiasi oleh Mitra Wacana, Senin, (24/3/2025). Kegiatan yang diadakan di Balai Langit, Kalurahan Salamrejo ini merupakan transformasi dari program Rumah Bersama Indonesia (RBI), disesuaikan dengan perubahan kebijakan pemerintah terbaru. Meski berganti nama, komitmen untuk mewujudkan desa yang inklusif bagi perempuan dan anak melalui pemenuhan hak serta perlindungan dari kekerasan tetap menjadi inti agenda.
Acara dihadiri oleh perwakilan tiga kalurahan (Salamrejo, Sentolo, Demangrejo), dan Mitra Wacana. Denagn tema “Strategi Pemberdayaan Perempuan di Tengah Kebijakan Efisiensi Anggaran” mengemuka, menyoroti dampak kebijakan nasional seperti Inpres No. 1/2025, MBG (Makan Bergizi Gratis) dan efisiensi dana desa terhadap program pemberdayaan.
Dampak Kebijakan Pusat pada Perencanaan Desa
Pak Teguh, Lurah Sentolo, menjelaskan bahwa perubahan kebijakan pusat seringkali mengganggu perencanaan jangka panjang desa. “RPJMKal (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kalurahan) yang disusun 8 tahun harus menyesuaikan instruksi baru, seperti program ketahanan pangan yang tiba-tiba memerlukan penyertaan modal BUMDes. Ini berdampak pada alokasi anggaran untuk pemberdayaan perempuan dan anak,” ujarnya.
Aji Jogoboyo, mewakili Lurah Demangrejo, menambahkan bahwa efisiensi anggaran tidak hanya mengalihkan dana tetapi memotongnya langsung. “Contohnya, anggaran untuk kelompok P3A (Pemberdayaan Perempuan dan Anak) sempat tertunda, sehingga kami harus berkolaborasi dengan mitra seperti Mitra Wacana untuk menjaga keberlanjutan program,” paparnya.
Suara dari Kelompok Perempuan: Tantangan Nyata di Lapangan
Ibu Sri Hari Murtiati dari Tim Penggerak PKK Salamrejo menyoroti dampak langsung pemangkasan anggaran pada program pemberdayaan perempuan. “Terus terang, dampaknya terasa hingga ke tingkat bawah. Misalnya, program cor blok jalan dua jalur yang tidak ramah bagi ibu hamil atau kurangnya polisi tidur yang aman. Padahal, infrastruktur yang inklusif adalah hak dasar perempuan,” tegasnya.
Ia juga mengungkapkan keprihatinan atas kasus perundungan (bullying) di Sentolo. “Kami berencana mengadakan sosialisasi di sekolah, tetapi anggaran yang dipotong membuat kegiatan ini terancam. Meski begitu, PKK berkomitmen untuk tetap bergerak, sekalipun dengan dana terbatas.”
Lebih lanjut, Ibu Sri menekankan pentingnya membangun ketangguhan perempuan. “Perempuan tangguh bukan hanya mampu mengelola ekonomi, tetapi juga menjadi ‘penyejuk’ dan ‘pemanas’ keluarga. Tanggung jawab kami besar: merawat suami, anak, sekaligus aktif di masyarakat. Karena itu, dukungan untuk PKK sebagai ujung tombak pemberdayaan perempuan dan anak harus tetap menjadi prioritas,” tandasnya.
Strategi Kolaborasi dan Inovasi Lokal
Pak Dani, Lurah Salamrejo, menekankan pentingnya memberdayakan perempuan sebagai kunci pembangunan. “65% penduduk kami adalah perempuan. Mereka adalah garda terdepan dalam pendidikan anak dan penguatan ekonomi keluarga. Kami fokus pada program non-fisik seperti pelatihan dan pendampingan,” tegasnya.
Sementara itu, Alfi dari Mitra Wacana mengapresiasi upaya desa melibatkan perempuan dalam forum diskusi. “Budaya ‘bisu’ pada perempuan masih jadi tantangan. Kehadiran perempuan sebagai pembicara hari ini adalah langkah progresif untuk membuka ruang partisipasi,” ujarnya.
Solusi di Tengah Tantangan
Beberapa solusi yang mengemuka antara lain:
- Kolaborasi dengan BUMDes dan Mitra: Memanfaatkan BUMDes untuk program MBG dan usaha lokal seperti peternakan ayam petelur di Demangrejo.
- Penguatan Kelembagaan Perempuan: Memastikan kelompok seperti KWT (Kelompok Wanita Tani) dan P3A mendapat pendampingan berkelanjutan.
- Advokasi Kebijakan Berperspektif Gender: Mendesak pemerintah pusat mempertimbangkan dampak efisiensi anggaran pada program pemberdayaan.
Workshop ditutup dengan komitmen bersama untuk terus mendorong terwujudnya Generasi Emas 2045 melalui pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Perubahan nama dari DRPPA ke RBI bukanlah hambatan, selama esensi pemenuhan hak perempuan dan anak tetap menjadi prioritas.