web analytics
Connect with us

Opini

Revolusi Digital dan Keterasingan Sosial: Siapa yang Diuntungkan?

Published

on

Sumber foto: Freepik
Fadhel Fikri Co-Founder di Sophia Insitute dan pegian filsafat dan Sains. Dan pembisnis di Sabda Literasi Palu

Fadhel Fikri Co-Founder di Sophia Insitute dan pegian filsafat dan Sains. Dan pembisnis di Sabda Literasi Palu

Revolusi digital telah membawa perubahan signifikan dalam cara kita berinteraksi, bekerja, dan berpikir. Teknologi seperti internet, smartphone, dan media sosial telah mengubah hubungan sosial secara mendasar. Di satu sisi, kita dapat terhubung lebih mudah dan cepat; namun, di sisi lain, teknologi ini memunculkan fenomena keterasingan sosial. Apakah kemajuan teknologi ini benar-benar mendekatkan kita, atau justru menciptakan jarak baru?

Saya di sini akan mencoba mengeksplorasi dampak revolusi digital terhadap hubungan sosial, fenomena keterasingan di era teknologi, serta siapa yang sebenarnya diuntungkan dari perubahan besar ini.

Sebelum era digital, interaksi sosial lebih banyak terjadi secara langsung. Orang bertemu di tempat umum, berkumpul dengan keluarga, dan menghabiskan waktu bersama teman-teman. Namun, dengan kehadiran media sosial dan internet, pola komunikasi telah bergeser. Kini, banyak interaksi yang terjadi secara digital, di mana pesan singkat dan video call menggantikan interaksi tatap muka.

Meskipun teknologi memungkinkan kita terhubung dengan banyak orang, hubungan sosial yang terbentuk sering kali lebih dangkal. Media sosial memungkinkan kita untuk melihat “highlight reel” atau momen-momen terbaik dari kehidupan orang lain, menciptakan ilusi hubungan yang akrab. Sayangnya, interaksi ini sering kali tidak menghasilkan kedekatan emosional yang mendalam. Fenomena ini menunjukkan bagaimana hubungan sosial di era digital telah berubah menjadi lebih superfisial, dengan komunikasi yang sering kali minim makna.

Fenomena Keterasingan di Tengah Keterhubungan

Ironisnya, meskipun teknologi memungkinkan kita terhubung dengan ribuan orang, banyak penelitian menunjukkan bahwa perasaan keterasingan dan kesepian justru meningkat. Studi dari University of Pennsylvania, misalnya, menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan perasaan kesepian dan isolasi sosial. Fenomena ini dikenal sebagai “keterasingan digital,” di mana meskipun kita memiliki banyak “teman daring,” hubungan tersebut sering kali terasa kurang bermakna.

Perasaan keterasingan ini terutama dialami oleh generasi muda yang tumbuh di era digital, di mana komunikasi tatap muka digantikan oleh interaksi online yang cepat dan sering kali dangkal. Meskipun teknologi menyediakan akses luas untuk terhubung dengan orang lain, kualitas koneksi tersebut sering kali kurang mendalam, menciptakan paradoks di mana kita semakin “terhubung” namun merasa semakin “terasing.”

Siapa yang Diuntungkan? 

Di balik kemajuan teknologi digital, ada pihak-pihak yang mendapatkan keuntungan besar, terutama perusahaan teknologi besar seperti Facebook, Google, dan Amazon. Perusahaan-perusahaan ini tidak hanya menguasai pasar digital, tetapi juga mendapatkan keuntungan dari data pribadi pengguna yang dikumpulkan setiap kali kita mengakses platform mereka. Data ini kemudian dijual ke pengiklan atau digunakan untuk menargetkan iklan yang lebih efektif, menghasilkan keuntungan finansial yang besar bagi perusahaan teknologi.

Algoritme media sosial dirancang untuk meningkatkan waktu layar pengguna, memastikan bahwa kita menghabiskan lebih banyak waktu di platform tersebut. Semakin lama kita terlibat dengan platform ini, semakin banyak data yang bisa dikumpulkan, dan semakin besar keuntungan bagi perusahaan. Dalam ekosistem digital ini, pengguna sering kali menjadi “produk” yang diperdagangkan, sementara perusahaan teknologi terus memperoleh keuntungan besar dari data pribadi kita.

Struktur Sosial dan Ketimpangan Sosial

Revolusi digital juga memperlebar jurang ketimpangan sosial, terutama antara mereka yang memiliki akses ke teknologi dan mereka yang tidak. Fenomena ini dikenal sebagai “digital divide,” di mana akses terhadap teknologi tidak merata, menciptakan perbedaan dalam kesempatan pendidikan, pekerjaan, dan bahkan akses terhadap layanan kesehatan. Mereka yang tidak memiliki akses terhadap teknologi modern cenderung tertinggal dalam hal informasi dan kesempatan, memperkuat ketimpangan sosial yang sudah ada.

Ketimpangan akses terhadap teknologi tidak hanya berdampak pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga menciptakan struktur sosial yang semakin tidak setara. Mereka yang memiliki akses ke teknologi cenderung memiliki keunggulan dalam pendidikan dan pekerjaan, sementara yang tidak memiliki akses berisiko semakin terpinggirkan. Ketimpangan ini menunjukkan bahwa revolusi digital tidak serta merta menciptakan akses yang merata bagi semua, melainkan memperdalam jurang sosial yang sudah ada.

Membangun Kembali Koneksi Sosial yang Lebih Bermakna

Meskipun dampak negatif teknologi terhadap hubungan sosial nyata adanya, terdapat beberapa alternatif dan solusi untuk mengurangi efek tersebut. Salah satunya adalah gerakan “slow-tech,” yang mendorong penggunaan teknologi secara bijak dan tidak berlebihan. Slow-tech menekankan pentingnya mengatur waktu layar dan menghargai interaksi langsung yang lebih mendalam.

Digital detox juga semakin populer, di mana individu secara sengaja mengurangi atau membatasi penggunaan teknologi untuk memperbaiki kualitas hidup dan hubungan sosial. Dengan mengurangi ketergantungan pada media sosial, orang dapat lebih fokus pada interaksi yang bermakna dengan keluarga dan teman-teman. Strategi ini dapat membantu mengurangi efek negatif dari keterasingan digital dan mendorong masyarakat untuk membangun kembali koneksi sosial yang lebih dalam.

Apakah Teknologi Mendekatkan atau Menjauhkan?

Revolusi digital telah membawa perubahan besar dalam cara kita berkomunikasi dan berinteraksi. Di satu sisi, teknologi memungkinkan kita untuk terhubung dengan lebih banyak orang di seluruh dunia. Namun, di sisi lain, keterhubungan ini sering kali bersifat dangkal dan bahkan dapat menyebabkan keterasingan sosial. Selain itu, keuntungan dari revolusi digital ini tampaknya lebih banyak dinikmati oleh perusahaan besar yang mengendalikan data dan platform, sementara pengguna menjadi semakin tergantung pada teknologi yang justru berpotensi merugikan mereka.

Teknologi adalah alat yang dapat memberikan manfaat besar jika digunakan dengan bijak. Namun, tanpa pengelolaan yang tepat, teknologi justru dapat menciptakan jurang baru dalam hubungan sosial kita. Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita akan membiarkan teknologi mengendalikan hubungan sosial kita, atau apakah kita akan mengambil langkah untuk menciptakan koneksi yang lebih bermakna di dunia yang semakin digital ini?

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Stranger Things – Siap Melihat Kisah Akhir dari Kota Hawkins? Ini 5 Hal yang Bikin Stranger Things Iconic!

Published

on

Sumber foto: Stranger Things

Zaky Nur Maktsuroh

Halo! Kalian ada yang belum nonton serial Stranger Things? Ini adalah saatnya untuk langsung kejar semua season-nya! Serial ini salah satu serial terbaik yang pernah ada di Netflix. Dari season 1 sampai season 4, perjalanan serial ini bikin aku speechless. Dan pada bulan November 2025 ini, Stranger Things akan hadir kembali untuk final season. Sebelum nonton season 5 yuk kita throwback dulu!

Season 1: Kita ingat lagi saat seorang anak hilang di sebuah kota Hawkins. Ternyata ada cerita ke dunia lain yang disebut “Upside Down”! Plot twist yang gila. Season 1 ini misterinya dapat dan pengenalan karakter yang smooth. Winona Ryder sebagai Joyce Byers bawa beban emosional yang berat dengan sempurna, ini buat penonton nangis sih.

Season 2: Alurnya agak melambat di bagian tengah, tapi tetap worth it ditonton. Perkembangan karakternya terlihat, terutama Eleven. Lalu ada pengenalan Maxine yang fresh dan bikin vibes lebih colorful. Banyak orang bilang season ini “underrated“, tapi tetap punya momen emosi pastinya!

Season 3: SEASON 3 PALING KEREN! Dinamika karakter yang udah demasa, akting nya intens, dan yang bikin season ini paling keren adalah nostalgia 80s-nya. Dari setting mall, synth musik, dan pertemanan yang semakin solid bikin season ini banyak disukai orang.

Season 4:  Episode panjang dan munculnya Vecna sebagai penjahat yang legit menakutkan. Season ini ada yang suka dan ada yang kurang suka. Episode 1-7 mungkin agak membosankan, terus episode 8-9 boom! Semuanya seakan terjadi dalam satu waktu. Backstory-nya sangat kompleks. Chemistry Millie Bobby Brown dan Winona Ryder di season ini heartbreaking banget.

 

5 Hal yang Bikin Stranger Things Ikonik?

  1. Nostalgia 80s, dari fashion sampai musik vintage buat aestetik. Bagi yang pernah hidup di era 80-an, serial ini adalah perjalanan nostalgia yang menyenangkan. Sementara bagi generasi muda, Stranger Things menjadi jendela untuk melihat keindahan kesederhanaan masa lalu.
  2. Perkembangan Karakter yang smooth dari season 1 sampai season 4, perkembangan karakternya nya nggak terasa dipaksa. Terutama dari sekelompok anak-anak yang gemar bermain Dungeons & Dragons – Mike, Dustin, Lucas, dan Will – kita melihat mereka tumbuh dan berkembang melalui empat season.
  3. Kombinasi horror, drama, dan komedi yang seimbang. Serial ini tahu kapan harus takut, kapan harus fokus, dan kapan harus lucu. Kemampuan serial ini untuk berpindah antar genre dengan mulus tanpa kehilangan fokus cerita adalah hal yang keren.
  4. Persahabatan dan Kekeluargaannya yang solid, persahabatan Mike, Dustin, Lucas, dan Will adalah fondasi dari seluruh cerita, tidak peduli seberapa menakutkan ancaman yang kita hadapi, bersama teman-teman kita bisa menghadapi apa pun. Mereka menunjukkan loyalitas tanpa batas, saling melindungi, dan tidak pernah menyerah satu sama lain. Bahkan karakter-karakter dewasa seperti Joyce Byers dan Jim Hopper menunjukkan betapa kuatnya cinta dan pengorbanan untuk melindungi orang-orang yang mereka sayangi.
  5. Dunia Upside Down yang Misterius. Dimensi paralel yang gelap dan menakutkan ini menjadi sumber misteri dan ketegangan sepanjang serial. Monster-monster ikonik seperti Demogorgon, Mind Flayer, dan Vecna menjadi antagonis yang menakutkan sekaligus menarik. Setiap season mengungkap lebih banyak rahasia tentang dimensi ini, membuat penonton terus penasaran dan berspekulasi.

 

Nah, season 5 udah di depan mata! Ini final season, jadi harus menutup semua cerita dengan memuaskan. Sekarang tinggal tunggu season 5 dan bersiap-siap untuk petualangan terakhir! Siapa tau ada yang bakal bikin kita terharu. This is the end—jadi pastikan kalian sudah nonton season 1-4 sebelum season 5 tayang!

Highly recommended untuk semua orang! Serius, nggak peduli umur, series ini punya sesuatu untuk semua orang. Ada horror, drama, action, humor, dan nostalgia yang bikin kita penonton betah dan penasaran terus.

Happy watching!

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending