web analytics
Connect with us

Opini

Ekspresi Emosional dalam Lirik Lagu “Nina” Karya .Feast

Published

on

Oleh : Resti Anggraini

Musik adalah salah satu bentuk ekspresi seni yang sangat efektif dalam menyampaikan berbagai jenis emosi manusia (Juslin & Sloboda, 2001). Melalui perpaduan antara melodi, ritme, dan lirik, musik mampu menggugah perasaan serta menciptakan pengalaman estetis yang mendalam bagi pendengarnya. Khususnya dalam musik populer, lirik memiliki peran sentral sebagai medium verbal yang menyalurkan pesan emosional dan narasi personal (Frith, 1996). Dalam konteks ini lirik lagu memegang peranan penting karna menjadi kanal utama dalam penyampaian makna,suasana dan perasaan.

Band .Feast merupakan kelompok musik berasal Indonesia yang dikenal dengan gaya musik eksploratif dan lirik-lirik yang kerap menyuarakan kritik sosial, politik, serta keresahan generasi muda. Sejak merilis single pertamanya pada tahun 2014, .Feast terus aktif berkarya dan membangun basis pendengar yang solid melalui karya-karya mereka yang provokatif dan penuh muatan naratif. Lagu-lagu seperti “Wives of ゴジラ/Gojira”, “Peradaban” hingga “Dalam Hitungan” telah menunjukkan identitas band sebagai pengusung suara kegelisahan kolektif dalam balutan rock alternatif. Namun, pada tahun 2024, .Feast merilis sebuah lagu berjudul “Nina” yang memperlihatkan sisi musikal dan emosional yang berbeda dari karya-karya sebelumnya.

Lagu “Nina” ini mendapat perhatian luas karena menghadirkan nuansa yang lebih lirih dan personal, dengan atmosfer melankolis yang kuat. Hingga saat ini, “Nina” tetap populer dan menjadi salah satu lagu .Feast yang paling banyak dibicarakan, khususnya karena kekuatan emosional yang dikandung dalam lirik dan penyampaiannya.Sebagai bagian dari lanskap musik Indonesia kontemporer, .Feast dapat dikategorikan ke dalam ranah musik populer.Meski identitas musikal mereka kerap melintasi genre dari rock alternatif hingga eksperimental.

.Feast tetap beroperasi dalam ekosistem musik populer karena karya-karya mereka diproduksi untuk konsumsi luas, disebarluaskan melalui platform digital, dan melibatkan relasi kuat dengan audiens muda urban. Lagu-lagu .Feast tidak hanya menjadi bagian dari industri hiburan, tetapi juga  menjadi medium artikulasi suara generasi muda, sehingga menempatkan mereka secara relevan dalam wacana musik populer Indonesia. Musik populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan,tetapi juga sebagai medium ekpresif yang mampu menyuarakan pengalaman batin dan emosi kolektif.

Lagu “Nina” karya .Feast menampilkan dimensi emosional yang khas dan kontras dengan identitas band yang biasanya lantang dan politis. Dalam lagu ini, .Feast menyajikan narasi kesedihan dan kesepian secara tidak langsung melalui pilihan diksi yang lirih, metafora yang gelap, serta struktur lirik yang repetitif namun membekas. Kajian terhadap lirik lagu ini menjadi penting untuk menunjukkan bagaimana emosi tidak hanya hadir dalam nada, tetapi juga dikonstruksi melalui bahasa.

Analisis dilakukan dengan menggunakan pendekatan stilistika yaitu suatu pendekatan yang memfokuskan pada kajian penggunaan bahasa dan gaya bahasa dalam sebuah teks untuk mengungkap makna serta ekspresi yang terkandung di dalamnya (Ratna, 2009; Leech & Short, 2007). Proses analisis dimulai dengan membaca secara keseluruhan lirik lagu untuk memahami konteks dan keseluruhan isi, kemudian dilanjutkan dengan identifikasi unsur-unsur gaya bahasa serta struktur naratif yang berperan dalam pembentukan ekspresi emosional.

 Analisis ini dibagi ke dalam tiga bagian:

  1. Diksi

Diksi dalam lagu “Nina” memperlihatkan pilihan kata sederhana namun memiliki konotasi emosional yang kuat. Kata-kata seperti “tertawa”, “tersakiti”, “kembali”, “pulang”, “mengembara”, dan “melindungi” dipilih untuk mewakili dinamika batin seorang ayah.

  • Bait 1:

“Saat engkau tertidur / Aku pergi menghibur”

 Kata “menghibur” mengandung makna multitafsir: bisa bermakna profesional (misalnya sebagai musisi) tetapi juga mengandung rasa tanggung jawab dan pengorbanan.

“Lihat wajahmu di layar, ku tetap bersyukur”

 Diksi “layar” menandakan komunikasi virtual, memperkuat tema keterpisahan yang tetap diliputi syukur dan kasih.

  • Bait 2–3:

“Jika ku berpulang lebih awal, tidak apa” / ” Berjumpa lagi di sana, aku tetap sama “

 Diksi “berpulang” menjadi eufemisme yang menyentuh soal kematian, diiringi penerimaan dan ketenangan.

“Tumbuh lebih baik, cari panggilanmu / Jadi lebih baik dibanding diriku”

 Pilihan frasa “panggilanmu” dan “lebih baik dibanding diriku” menandakan nilai hidup, harapan, dan pesan moral dari sang ayah.

  • Bait penutup:

“Tumbuh lebih baik, cari panggilanmu / Jadi lebih baik dibanding diriku”

Pilihan frasa “panggilanmu” dan “lebih baik dibanding diriku” menandakan nilai hidup, harapan, dan pesan moral dari sang ayah.

Dari segi pilihan kata, lagu ini menggunakan bahasa sehari-hari namun sarat dengan intensi emosional yang mendalam  sebuah ciri khas diksi yang efektif menurut Leech & Short.

 

  1. Gaya Bahasa/Majas

Menurut Gorys Keraf dalam bukunya Diksi dan Gaya Bahasa (2006), gaya bahasa (style) adalah cara khas yang digunakan oleh seseorang dalam mengungkapkan pikiran dan perasaannya melalui bahasa, baik secara lisan maupun tulisan. Gaya bahasa berfungsi tidak hanya untuk memperindah, tetapi juga memperkuat dan memperdalam pesan yang disampaikan. Gaya bahasa yang ada pada lirik ini antara lain:

  • Metafora

Lirik seperti “Untukmu kujual dunia” menunjukkan ekspresi metaforis yang menggambarkan pengorbanan ekstrem seorang ayah untuk anaknya.Lirik “Cari panggilanmu” Metafora dari pencarian jati diri. Dalam pandangan Keraf (2006), metafora adalah gaya bahasa yang membandingkan dua hal tanpa menggunakan kata pembanding. Kalimat tersebut menunjukkan betapa besar kasih sayang yang membuat sang ayah bersedia “menjual dunia” demi anaknya.

  • Hiperbola

Lirik “Segala hal kuupayakan untuk melindungi” adalah bentuk hiperbola atau pembesaran makna untuk menekankan intensitas emosi pelindungan.Lirik “ Untukmu kujual dunia”  Penguatan perasaan cinta melalui pernyataan yang berlebihan.

Lirik “Satu sampai lima tahun, cepat tak terasa”  Hiperbola waktu, menekankan betapa kuatnya rasa kehilangan selama berjauhan.Hiperbola semacam ini menurut Keraf (2006) juga berfungsi untuk memperkuat intensi pesan dan membentuk simpati emosional dari pendengar.

  • Repetisi

Lirik “Tumbuh lebih baik, cari panggilanmu, jadi lebih baik dibanding diriku” diulang dalam beberapa bagian lagu, Lirik ” Saat dewasa kau ’kan mengerti / Kar’na kelak kau ’kan tersakiti” Pengulangan frasa menciptakan ritme emosional yang dalam dan reflektif. Repetisi menciptakan penekanan dan struktur ritmis yang membuat makna lebih dalam dan membekas. Ulangan ini mencerminkan harapan ayah yang terus-menerus terhadap perkembangan anaknya.

  • Personifikasi

Kalimat seperti “pisah raga, bukan masalahku” seolah menjadikan jarak fisik sebagai entitas yang bisa diabaikan. Di sini terdapat kesan personifikasi yang menyiratkan kekuatan cinta yang melampaui ruang.

  • Eufemisme:

 “Jika ku berpulang lebih awal, tidak apa”  Kematian dikemas dalam kata yang lembut, menunjukkan sikap dewasa dan damai.

 

  1. Citraan dan Suasana Emosional dalam Lirik

Mengacu pada pendekatan Kutha Ratna (2009), emosi dalam karya sastra dapat dikaji sebagai struktur yang membentuk alur perasaan tokoh atau narator. Dalam lagu ini, struktur emosi berkembang secara dinamis dan berlapis, meliputi:

  • Citraan Visual dan Auditori:

“Lihat wajahmu di layar” , Menciptakan citraan visual yang memperlihatkan hubungan jarak jauh namun tetap intim.

 “Tunggu aku kembali lagi esok pagi” , Imaji auditori dari suara ayah yang menenangkan.

  • Suasana Emosional:
  1. Melankolis dan reflektif

 Terlihat dari kata-kata seperti “tidak apa”, “tertawa selepas-lepasnya”, “perjalanan yang tidak sempurna”.

  1. Pengorbanan dan cinta

Ditegaskan melalui “segala hal kuupayakan untuk melindungi” dan “untukmu kujual dunia”.

  1. Optimisme dan nilai moral

Pesan untuk “jadi lebih baik dibanding diriku” menunjukkan transfer nilai dan harapan.

 

Lirik lagu “Nina” karya .Feast menghadirkan representasi ekspresi emosional yang kompleks dan menyentuh melalui pilihan diksi yang sederhana namun penuh makna, serta gaya bahasa yang efektif dan puitis. Melalui pendekatan stilistika, terlihat bahwa unsur-unsur seperti metafora, hiperbola, repetisi, eufemisme, dan citraan visual serta auditori digunakan untuk membangun narasi emosional antara seorang ayah dan anaknya.

Struktur emosi dalam lirik berkembang dari rasa rindu dan penyesalan, menuju pengorbanan dan kasih sayang, hingga harapan dan penerimaan terhadap waktu serta kematian. Lagu ini tidak hanya menyampaikan pesan personal tentang hubungan orang tua dan anak, tetapi juga mencerminkan nilai-nilai kehidupan yang lebih luas seperti tanggung jawab, ketabahan, dan cinta tanpa syarat.

Dengan demikian, lagu “Nina” tidak hanya menjadi karya musikal yang menyentuh, tetapi juga teks sastra mini yang mampu menggugah dan merefleksikan dinamika emosional manusia secara mendalam. Pendekatan stilistika memungkinkan kita melihat bagaimana bahasa bekerja bukan sekadar sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai wahana ekspresi estetik dan afektif yang kuat dalam musik populer Indonesia.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Peran Sastra Populer dalam Meningkatkan Literasi di Kalangan Remaja

Published

on

Penulis : Fatin Fashahah, Mahasiswi Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya di Universitas Andalas

Sastra populer sering dipandang rendah, dianggap hanya untuk hiburan, dangkal, atau terlalu komersial. Sikap seperti ini muncul dari pendapat bahwa karya populer tak setara dengan karya-karya yang biasanya dipelajari di bangku perkuliahan. Padahal, bagi banyak remaja, sastra populer justru menjadi pintu pertama untuk mulai suka membaca. Mengabaikan atau mengecilkan peran sastra populer berarti menutup kesempatan bagi generasi muda untuk jatuh cinta pada dunia tulisan.

UNESCO menyebut Indeks minat baca masyarakat Indonesia hanya diangka 0,001% atau dari 1,000 orang Indonesia, cuma 1 orang yang rajin membaca. Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia (Kemenkominfo) dalam laman resminya juga pernah merilis hasil Riset bertajuk World’s Most Literate Nations Ranked yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 lalu, Indonesia dinyatakan menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca, persis berada di bawah Thailand (59) dan di atas Bostwana (61). Fakta ini menunjukkan bahwa masih rendahnya minat membaca rekreasi di banyak kelompok usia.

Namun, ketika pembaca terutama remaja diberi kebebasan memilih bacaan yang sesuai selera dan pengalaman mereka, minat membaca bisa saja meningkat. Dengan kata lain, relevansi isi buku terhadap kehidupan pembaca muda sangat menentukan apakah mereka akan terus membaca atau tidak. Sastra populer seperti buku young adult, novel roman remaja, dan cerita fantasi ringan sering kali menawarkan tema dan tokoh yang mudah dipahami remaja karena ceritanya seringkali dihubungkan dengan kehidupan remaja, sehingga mereka lebih tertarik untuk membaca.

Selain itu, sastra populer lebih mudah diakses lewat platform digital, cerita-cerita di aplikasi dan situs bacaan daring seperti Ipusnas, google play book, wattpad, karyakarsa dll. membuat remaja menemukan teks yang mereka suka kapan saja dengan mudah. Bentuk online juga mendorong interaksi pembaca bisa memberi komentar, berdiskusi, atau bahkan menulis kembali cerita mereka sendiri. Pengalaman berinteraksi seperti ini memberi dorongan kuat untuk terus membaca dan menulis. Beberapa karya yang awalnya populer di dunia maya kemudian diterbitkan secara cetak atau diadaptasi menjadi film dan serial menunjukkan bahwa bacaan populer punya peran penting dalam membangun ekosistem budaya yang lebih luas.

Penolakan terhadap sastra populer sering kali datang dari dua alasan utama. Pertama, alasan estetika, anggapan bahwa karya populer kurang bermutu secara sastra. Kedua, alasan moral atau konten bahwa beberapa cerita mengandung nilai yang dipertanyakan. Kritik seperti ini tidak salah jika tujuannya untuk memperbaiki kualitas karya. Namun, cara menanggapinya yang kurang tepat bisa membuat minat membaca remaja menjadi surut, seharusnya kita bukan melarang atau merendahkan bacaan tersebut. Akan lebih baik jika pembaca pemula diajarkan bagaimana cara membaca yang kritis. Dengan membimbing remaja membaca secara kritis, kita membantu mereka mengenali kekuatan dan kelemahan sebuah teks, sehingga pengalaman membaca menjadi lebih bermakna.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan minat membaca remaja diantaranya. Pertama, perpustakaan sekolah dan umum perlu menata koleksi yang seimbang baik karya klasik dan akademik berdampingan dengan bacaan populer. Pendekatan ini mengakui bahwa pembaca punya selera berbeda, dan memberi ruang bagi remaja yang sedang mencari gaya baca dan minat mereka. Kedua, guru dan pustakawan harus dilatih untuk memfasilitasi diskusi yang mengaitkan tema populer dengan konsep sastra dasar. Misalnya, dari sebuah novel populer, kita bisa mengajak pembaca membahas tokoh, alur, sudut pandang, atau pesan yang tersirat yanga terdapat di dalam novel tersebut. Langkah sederhana ini bisa mengubah bacaan ringan menjadi bahan belajar yang efektif.

Ketiga, adanya kegiatan klub baca dan lomba menulis berbasis minat yang bisa menghubungkan pembaca muda dengan mentor dan teman sebaya. Suasana komunitas yang saling mendukung membuat kegiatan membaca terasa lebih menyenangkan. Selain itu, adanya lomba menulis membuat remaja merasa diberi ruang kreatif untuk mengekspresikan dirinya. Keempat, harus ada kerja sama antara sekolah dengan platform digital. Hal ini penting untuk menyediakan akses yang aman dan terkurasi. Akses digital tanpa bimbingan bisa berisiko negatif dengan memperkenalkan konten yang kurang sesuai untuk pembaca dibawah umur. Oleh karena itu, peran pendidik dan orang tua tetap penting dalam menumbuhkan minat membaca terutama pembaca anak-anak dan remaja.

Secara budaya, sikap berhati-hati atau keraguan terhadap sastra populer sering kali membuat masyarakat melewatkan cerita-cerita yang sebenarnya dekat dengan kehidupan banyak orang, khususnya para remaja dari berbagai latar belakang. Karya populer dapat menjadi ruang untuk bereksperimen dengan bahasa, identitas, dan pengalaman sehari-hari. Ketika karya semacam ini dibahas di sekolah atau komunitas, karya tersebut berpotensi memperkaya imajinasi serta cara pandang masyarakat, terutama di kalangan generasi muda. Dengan demikian, sastra populer tidak hanya berfungsi sebagai hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari wacana budaya yang turut membentuk cara berpikir dan berinteraksi dalam kehidupan sosial.

Kesimpulannya, alih-alih memandang sastra populer secara sebelah mata, akan lebih bermanfaat jika masyarakat mencoba melihat potensinya dalam meningkatkan minat baca dan memperkuat budaya literasi. Pendekatan yang inklusif dapat dimanfaatkan untuk menjadikan daya tarik sastra populer sebagai pintu masuk bagi pembaca pemula. Tentu saja, hal ini tetap perlu disertai dengan bimbingan dan adanya pengenalan terhadap keterampilan membaca kritis serta jenis bacaan yang lebih beragam. Dengan begitu, kebiasaan membaca tidak hanya meningkat, tetapi juga dapat mendorong perkembangan kemampuan berpikir dan berbahasa generasi muda.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending