web analytics
Connect with us

Arsip

Media Sosial Sebagai Alternatif Dakwah di Era Digital

Published

on

Media Sosial Sebagai Alternatif Dakwah di Era Digital
Media Sosial Sebagai Alternatif Dakwah di Era Digital

Penulis : Sintya Nur Rokhimah Mahasiswa UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung

Keperluan dakwah pada zaman sekarang tidak akan lepas dari dunia digital. Media digital internet sudah menjadi konsumsi informasi sehari-hari manusia, bukan menjadi rahasia umum jika sekarang ini banyak konten konten dakwah di media sosial seperti Instagram, Twitter, Tiktok, YouTube, dsb. Membuat vidio pendek, artikel, atau tulisan mengenai dakwah lalu mempostingnya di media sosial sudah bisa di lakukan banyak orang. Mudahnya akses dalam berdakwah di Media sosial menjadi peluang kepada banyak orang untuk ikut mengikuti trend tersebut. Beragamnya kreatifitas konten dakwah seperti video, gambar, maupun audio yang berbasis multimedia jelas memiliki nilai tambah tersendiri karena inovasi tersebut membuat pesan dakwah lebih menarik.

Data (Tren) Pengguna Internet dan Media sosial di Indonesia Tahun 2023Fenomena ini menunjukkan bahwa digitalisasi dakwah di era sekarang menjadi sarana penyiaran dakwah yang mudah di akses dimanapun dan kapanpun sehingga dapat dengan cepat tersebar luaskan. Adanya kemudahan aksesibilitas tersebut menjadikan peluang besar kepada kita untuk menyebarkan dakwah, selain itu dakwah di media sosial tentu saja lebih efektif karena 213 juta penduduk Indonesia merupakan pengguna aktif internet (We Are Social,Januari 2023). Peluang yang besar ini sangat membantu para da’i atau pendakwah untuk menyebarkan pesan Islam, namun juga harus memastikan pesan dan nilai yang terkandung didalamnya tetap sesuai dan akurat dengan nilai-nilai Islam.

Pemanfatan media sosial selain sebagai sarana penyebaran dakwah yang luar biasa cepat karena ketika audien membagikan ulang postingan dakwah ke akun media sosisl mereka maka penyebarannya dua kali lebih cepat. Dakwah di media sosial bisa menjadi amal jariyah (amal yang tidak terputus) bukan hanya kepada seorang pendakwah saja tetapi juga kepada audien yang mendukung perkembangan dakwah tersebut. Sesuai dengan hadis Nabi Muhammad “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat, anak sholeh yang selalu mendo’akannya” (H.R Muslim No.1631).

Dakwah di media sosial seperti ceramah, kajian, tausiyah, webinar, dan pengajian online maupun live straming merupakan salah satu bentuk perwujudan dari sikap bijak berteknologi. Dengan menerapkan prinsip-pirnsip keislaman kita akan lebih terarah ke dalam hal-hal positif yang dapat memperkuat keimanan, mempertebal ketaqwaan, menjauhi perbuatan maksiat, mempererat persaudaraan dengan sesama muslim, mendapatkan relasi pertemanan yang positif di media sosial, serta menjadi pribadi yang lebih baik.

Semakin banyak konten dakwah bisa memberikan harapan besar untuk memajukan intelektual Islam terlebih untuk generasi muda. Mereka dapat mengikuti arus perkembangan zaman dengan tetap berpedoman dengan syari’at Islam sehingga generasi muda sebagai generasi penerus dapat juga dapat belajar dari generasi sebelumnya lewat media. Selain sarana untuk menyebarkan kebaikan juga dapat meminimalisir dampak negatif konten-konten yang bersifat maksiat, menampung opini, kritik dan saran agar para da’i atau penceramah dapat lebih mengembangkan potensi dan strategi dakwahnya. Dengan begitu maka Islam semakin meningkat dengan pesat.

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Arsip

Merajut Kolaborasi Lintas Iman: Mencegah Intoleransi, Radikalisme dan Ekstremisme Di Baciro

Published

on

Sebagai upaya melakukan pencegahan terhadap fenomena intoleransi, radikalisme dan ekstremisme (IRE), Mitra Wacana melaksanakan program kolaboratif dengan masyarakat lintas iman sepanjang bulan Maret hingga Mei 2025. Program ini dilaksanakan di Kalurahan Baciro, Kapanewon Gondokusuman Kota Yogyakarta. Dijalankannya program ini tidak terlepas dari eskalasi kasus intoleransi yang sempat terjadi di Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut menjadi goresan-goresan luka bagi realitas masyarakat Yogyakarta yang kaya akan keberagaman dan menjunjung kehidupan yang toleran.

Kalurahan Baciro dipilih karena beberapa alasan. Pertama, Kalurahan Baciro merepresentasikan kemajemukan masyarakatnya yang meliputi warga urban, mahasiswa dan masyarakat lintas iman. Kedua,  di Baciro pernah terjadi tindakan intoleran berupa penolakan rumah ibadah dan persekusi terhadap kelompok Ahmadiyah. Ketiga, tokoh lokal dan struktur formal di Kalurahan Baciro memberikan dukungan untuk dilaksanakannya program ini. Selain itu, Baciro juga telah ditetapkan sebagai Kalurahan Kerukunan sehingga memiliki potensi besar untuk dijadikan model replikasi upaya pencegahan IRE.

Melalui program ini, Mitra Wacana hadir dengan pendekatan partisipatif, melibatkan perempuan, orang muda, tokoh agama, aparat, kelompok minoritas, organisasi lintas iman dan media sebagai agen yang merawat keberagaman. Pelaksana program menggunakan pendekatan edukasi berbasis komunitas berperspektif gender, menghadirkan ruang aman bagi dialog lintas iman serta melakukan kampanye narasi damai baik secara daring maupun luring.

            Program ini diawali dengan dialog bersama para jurnalis untuk mengkampanyekan narasi damai di media. Selain mengajak jurnalis dan admin media berbagai komunitas dan lembaga, media Mitra Wacana sendiri juga melakukan produksi konten narasi damai dan mempublikasikannya dengan mengajak jejaring sebagai kolaborator postingan media sosial. Di samping itu, Mitra Wacana juga memberikan workshop mengenai kampanye digital kepada admin media sosial komunitas-komunitas yang ada di Yogyakarta.

Implementasi program ini juga meliputi lokalatih tentang pengenalan IRE dan strategi pencegahannya yang dilaksanakan sebanyak dua kali, peluncuran Buku Panduan Praktis Deteksi Dini IRE, talkshow di radio untuk memperluas jangkauan isu, evaluasi partisipatif hingga audiensi ke Walikota Yogyakarta dan Kesbangpol DIY. Namun, pencegahan IRE tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa hal masih menjadi tantangan dalam pelaksanaan program misalnya masih adanya stigma terhadap minoritas (Ahmadiyah, penghayat). Kemudian, pencegahan IRE juga tidak dianggap populer di media, tidak semua masyarakat dan organisasi terjangkau langsung serta durasi program yang sangat singkat.

Mitra Wacana perlu menerapkan strategi khusus agar program pencegahan IRE ini berjalan lancar dan menghasilkan output serta outcome yang tepat sasaran. Adapun beberapa strategi yang dilakukan Mitra Wacana antara lain: membangun kepercayaan melalui komunikasi personal dengan kelompok minoritas, melakukan kolaborasi strategis dengan Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, distribusi buku deteksi dini IRE ke 21 Rukun Warga serta advokasi ke Wali Kota dan Kesbangpol untuk keberlanjutan kebijakan dan replikasi program.

Program yang dijalankan Mitra Wacana ini berhasil menjangkau 53 peserta dari beragam gender, agama dan usia. Kemudian, menghasilkan lebih dari 25 konten digital edukatif dengan lebih dari 82 ribu penonton, menjangkau 41 kolaborator, menghasilkan 10 artikel dan 38 publikasi kegiatan, tersusunnya Buku Panduan Praktis Deteksi Dini IRE serta menjangkau 21 content creator.

Hasil survei terhadap peserta menunjukkan bahwa peserta meningkat dari sisi pengetahuan, sikap dan perilaku. Tools deteksi dini IRE juga dirasakan sangat membantu sebagai alat mengidentifikasi gejala intoleransi, radikalisme dan ekstremisme dalam masyarakat. Nugraha Dhayu Mukti dari Gema Pakti mengaku setelah mengikuti program ini dia merasa lebih paham tentang bentuk dan perilaku IRE. Selain itu dia merasa lebih percaya diri karena penghayat kepercayaan sudah mulai diterima berkegiatan secara umum atau lintas iman karena Mitra Wacana selalu melibatkan kelompok penghayat di setiap kegiatan.

Adapun Abdul Halim dari FKUB Kota Yogyakarta menyampaikan program-program yang dilaksanakan Mitra Wacana menjadi ruang dialog lintas iman yang sesungguhnya. “Kegiatan lintas iman seperti ini memberi ruang untuk membangun silaturahmi lintas iman. Tidak sekadar teori, tapi benar-benar menghidupkan dialog” ungkapnya. Program ini membuktikan bahwa perdamaian bisa dibangun mulai dari ruang-ruang kecil yang partisipatif dan keterlibatan lintas kelompok menjadi kunci keberhasilan. (wiji nur asih)

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending