web analytics
Connect with us

Kulonprogo

Mengurai Akar KDRT: Patriarki dan Domestifikasi Perempuan dalam Diskusi Forum Perempuan Hargorejo

Published

on

Kulon Progo, Yogyakarta — Pada Kamis, 23 Januari 2025, Forum Perempuan Hargorejo menggelar diskusi intensif tentang penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Acara yang dihadiri oleh 10 peserta ini mengusung tema budaya patriarki dan domestifikasi perempuan sebagai akar persoalan KDRT. Dipantik oleh Mansur dari Mitra Wacana, diskusi ini bertujuan membedah konstruksi sosial yang kerap menjebak perempuan dalam lingkaran kekerasan, sekaligus mencari solusi kolektif untuk memutusnya. 

Mansur, sebagai pemantik diskusi, menjelaskan bahwa budaya patriarki menempatkan perempuan dalam posisi subordinat di bawah laki-laki. “Sistem ini tidak hanya menguatkan dominasi laki-laki, tetapi juga mengurung perempuan dalam peran domestik melalui domestifikasi. Perempuan dianggap ‘wajib’ mengurus rumah, anak, dan melayani suami, sementara kontribusi di luar ranah itu sering diabaikan,” paparnya. Kombinasi kedua faktor ini, menurut Mansur, menciptakan ketimpangan kekuasaan yang membuat perempuan rentan menjadi korban KDRT. Ketika ekspektasi terhadap peran domestik tidak terpenuhi—entah karena beban ganda atau kondisi lain—perempuan mudah disalahkan, bahkan mengalami kekerasan. 

Diskusi semakin hidup ketika peserta mulai berbagi pengalaman. Ratmini, anggota Forum Perempuan Hargorejo, menyoroti pentingnya dukungan sosial bagi korban. Ia menceritakan kasus nyata: seorang ibu muda yang mengalami KDRT selama tiga tahun karena dianggap “tidak becus” mengurus rumah tangga. “Dia harus mengasuh dua anak balita sendirian, hampir tak punya waktu untuk diri sendiri. Suaminya, yang merasa sebagai pencari nafkah tunggal, marah ketika layanan rumah tangganya dianggap kurang. Korban akhirnya berani melapor ke Dinsos PPA dan mendapat pendampingan,” ungkap Ratmini. Kisah ini menggarisbawahi betapa beban domestik yang tidak terdistribusi adil dapat memicu kekerasan, sekaligus menunjukkan pentingnya intervensi pihak ketiga. 

Selama dua jam, peserta aktif menyampaikan pandangan tentang peran masyarakat dalam pencegahan KDRT. Beberapa menekankan perlunya edukasi gender sejak dini, sementara lainnya mendorong keterlibatan laki-laki dalam kampanye kesetaraan. Seorang peserta mengingatkan, “Selama KDRT dianggap urusan privat, korban akan terus dikungkung rasa malu dan takut.” 

Di akhir diskusi, Forum menyepakati bahwa KDRT bukanlah masalah personal, melainkan buah dari ketidakadilan sistemik. Solusinya pun harus bersifat struktural: menciptakan budaya yang menolak patriarki, mendorong pembagian peran domestik yang setara, serta memperkuat jaringan dukungan bagi korban. “Kita perlu mengubah cara berpikir masyarakat: urusan rumah tangga adalah tanggung jawab bersama, bukan beban perempuan semata,” tegas Mansur. 

Diskusi ini menjadi pengingat bahwa penghapusan KDRT tidak bisa hanya mengandalkan hukum, tetapi juga transformasi budaya. Forum Perempuan Hargorejo berkomitmen terus mengadvokasi isu ini, karena hanya dengan kesadaran kolektif, kekerasan dalam rumah tangga dapat dihapuskan hingga ke akarnya.

Penulis : Yunia 

Penyunting : Ruly

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Mitra Wacana Dorong Peningkatan Kapasitas Masyarakat Kulon Progo untuk Wujudkan Kalurahan Ramah Perempuan dan Anak

Published

on

Kulon Progo – Mitra Wacana gelar sosialisasi Kalurahan Ramah Perempuan dan Peduli Anak (KRPPA) di tiga kapanewon Kabupaten Kulon Progo. KRPPA merupakan program yang didorong oleh Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bersama pemerintah daerah, organisasi, dan masyarakat setempat dalam menciptakan lingkungan yang aman dan inklusif bagi perempuan dan anak.

KRPPA merupakan program nasional yang mendorong setiap kalurahan untuk lebih responsif terhadap kebutuhan, perlindungan, dan pemberdayaan perempuan serta anak. Melalui sosialisasi ini, masyarakat diajak untuk memahami dan berperan aktif dalam penerapan prinsip-prinsip KRPPA di lingkungan mereka.

Sosialiasasi ini merupakan tindak lanjut dari penandatanganan komitmen KRPPA yang sebelumnya telah dilakukan oleh masing-masing pemangku kepentingan di tingkat lokal, yakni Kalurahan Salamrejo, Sentolo, dan Demangrejo untuk wilayah Kapanewon Sentolo, Kalurahan Tirtorahayu, Nomporejo, dan Banaran untuk wilayah Galur, dan Kalurahan Hargotirto, Hargorejo, dan Kalirejo untuk wilayah Kapanewon Kokap. Pelakasanaan sosialisasi ini dilakukan selama enam hari di tiga kapanewon, masing-masing selama dua hari, yaitu Kapanewon Sentolo pada 20-21 Oktober 2025, Kapanewon Galur pada 22-23 Oktober 2025, dan penutupnya di Kapanewon Kokap pada 27-28 Oktober 2025, yang dihadiri oleh pemangku kepentingan lokal dari pemerintah Kalurahan, unsur penggerak perempuan, tokoh masyarakat dan kelompok P3A (Pusat Pembelajaran Perempuan&Anak) dampingan Mitra Wacana.

Selama dua hari kegiatan, peserta dari berbagai kalurahan di setiap kapanewon mendengarkan empat materi yang dipaparkan oleh pegiat Mitra Wacana. Sebelum sesi pemaparan materi dimulai, hari pertama kegiatan diawali dengan pre-test yang bertujuan untuk mengukur sejauh mana pengetahuan setiap peserta tentang KRPPA. Selanjutnya, peserta mendapatkan dua materi, yaitu Hak dan Perlindungan Perempuan, serta Hak dan Perlindungan Anak. Kedua materi ini menyoroti pentingnya kesetaraan akses, perlindungan hukum, serta peran masyarakat dalam menghapus diskriminasi terhadap perempuan dan anak.

Pada hari kedua, kegiatan berlanjut dengan materi tentang Pengarusutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). SAPA merupakan sebuah inisiatif partisipatif yang mendorong masyarakat untuk berperan aktif dalam pencegahan kekerasan berbasis gender dan perlindungan anak. Di akhir kegiatan, diadakan juga post-test untuk mengukur tingkat pemahaman dan penguasaan peserta terhadap materi yang telah disampaikan.

Materi tentang Hak dan Perlindungan Perempuan membahas berbagai bentuk diskriminasi berbasis gender, Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) sebagai payung hukum internasional dalam melindungi hak-hak perempuan, serta prinsip dan tantangan dalam mewujudkan kesetaraan gender. Setelah itu, dilanjutkan materi tentang Hak dan Perlindungan Anak membahas tentang landasan hukum dalam melindungi hak anak, serta berdiskusi tentang kasus-kasus pelanggaran hak anak, seperti kasus pernikahan anak, putus sekolah, dan keterbatasan ruang aman dalam bermain.

Hari kedua kegiatan dimulai dengan pemaparan materi Pengarutamaan Gender (PUG) dan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak). Dalam sesi PUG, tim Mitra Wacana menjelaskan kesetaraan gender tidak sekadar memperjuangkan hak perempuan, tetapi meningkatkan kapasitas dan partisipasi aktif perempuan dan laki-laki dalam pembangunan daerah. Tim Mitra Wacana juga menjelaskan indikator keberhasilan PUG meliputi partisipasi pengambilan keputusan, akses ekonomi, kesejahteraan, pendidikan, keadilan sosial, dan kesadaran terhadap perubahan sosial.

“Kesetaraan gender bukan hanya tentang perempuan, tapi tentang bagaimana laki-laki dan perempuan memiliki hak dan tanggung jawab yang sama dalam kehidupan,” tegas Alfi Rahmadani, tim Mitra Wacana, pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).

Setelah pemaparan PUG selesai, dilanjutkan dengan pemaparan Panduan Pelaksanaan Gerakan SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak) oleh Muhammad Mansur, tim Mitra Wacana. Gerakan SAPA menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga layanan, apparat hukum dan masyarakat dalam menciptakan sistem perlindungan yang cepat tanggap dan berkeadilan. Setelah menjelaskan tentang SAPA, Mansur mengajak semua peserta untuk berdiskusi tentang implementasi gerakan SAPA di tingkat kalurahan.

“Melalui gerakan SAPA, kita wujudkan lingkungan aman, setara, dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak,” ujar Mansur pada sosialisasi di Kapanewon Galur, Kamis (23/10/2025).

Melalui kegiatan ini, Mitra Wacana berharap adanya peningkatan kapasitas masyarakat, serta memperkuat pondasi pemahaman dan kesadaran kolektif dalam masyarakat tentang KRPPA. Selain itu, diharapkan proses kolaborasi ini dapat berjalan lebih efektif, partisipatif, dan berkelanjutan demi terciptanya kalurahan yang setara, aman, dan inklusif bagi perempuan dan anak.

 

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending