web analytics
Connect with us

Opini

Nonton Bareng Film Ngenes dan Wani Ngomong

Published

on

Waktu dibaca: 2 menit

Video Ngenes dan Wani Ngomong adalah seri film dokumenter pendek tentang remaja perempuan yang tengah menghadapi stigma dan permasalahan pelecehan seksual di desanya. Video Ngenes dan Wani ngomong di produksi oleh para remaja di dua desa; Karangjati kecamatan Sususkan dan Petuguran kecamatan Punggelan. Keduanya berada di kabupaten Banjarnegara pada 2016. Mitra Wacana WRC sebagai lembaga pendamping memfasilitasi terselenggaranya kedua video tersebut atas support AWO International.

Acara nonton film ini diselenggaran oleh Mitra Wacana WRC bekerjasama dengan pemerintah desa setempat dilaksanakan di Balaidesa Karangjati dan Petuguran pada Sabtu (24/12/16). Ada dua Film yang putar. Pertama, film Ngenes dari desa Petuguran karya para remaja yang tergabung dalam Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) Bareng Bocah Petuguran (BABORAN), mengisahkan perjalanan beberapa remaja perempuan yang digosipkan oleh warga desa ketika pulang sekolah hingga malam. Beberapa remaja ini merasa mendapatkan stigma negatif oleh para tetangga dan warga setempat hanya gara-gara sering pulang sekolah hingga malam.

Kedua, video Wani Ngomong oleh para remaja yang tergabung dalam Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) KACANG TANAH mengisahkan dua remaja perempuan yang masih duduk di bangku sekolah mendapatkan pelecehan seksual dari orang dekat yang dikenalnya. Dalam video ini para korban mengaku “bingung” harus berbuat apa ketika mengalami pelecehan karena pelakunya adalah orang dekat korban.

Kedua video tersebut menceritakan persoalan pendidikan, kebebesan dalam berekspresi, kebebasan berpendapat, akses kelembagaan, keluarga, dan keadilan gender.

 

Berikut adalah sinopsis dari kedua film tersebut

Wani NgomongKarangjati, Susukan

DURASI 8 menit 42 detik

Sutradara : Citra Eka Lestrai

Annisa Qotrunnada Khoirun Nita (15 tahun) dan Citra Eka Lestari (16 Tahun) dari Desa Karangjati, Susukan, Banjarnegara, Jawa Tengah menceritakan kisah pengalamannya mendapat perlakuan pelecehan seksual dari tetangganya dan orang yang dianggap “tokoh”. Akibatnya, Citra dan Nada mengaku risih, jengkel, gemes terhadap pelaku. Mereka berdua mengaku trauma dengan kejadian tersebut.

Disadari atau tidak, yang dialami Citra dan Nada adalah bentuk pelecehan yang tidak bisa dibenarkan. Bagaimana menyelesaikan hal tersebut? Sampai kapan hal ini terus berlangsung? Apa yang mestinya dilakukan oleh tokoh agama dan pemerintah desa melihat hal ini?

Link film : Wani Ngomong

Isu Tentang Kesetaraan Gender

Isu : Keadilan gender

Petuguran, Punggelan
Ngenes

DURASI 7 menit 16 detik

Sutradara : Wiwit Lestari

Wiwit Lestari (13 tahun) adalah satu dari remaja dari desa Petuguran, kecamatan Punggelan yang ingin mengekspresikan hobbinya dengan mengikuti kegiatan-kegiatan ektra kurikuler di sekolahnya, SMP N Punggelan. Akibatnya, Wiwit sering pulang sekolah hingga malam dikarenakan Wiwit aktif dalam berbagai kegiatan di sekolah. Dari Sinilah persoalan muncul, Wiwit bersama beberapa teman-temannya mendapatkan stigma negatif oleh para warga dengan berbagai “tuduhan”.

Setiap anak memiliki hak untuk mengikuti kegiatan di sekolah. Apakah ketika anak-anak aktif mengikuti kegiatan positif di sekolah pantas mendapatkan stigma negatif? Bagaimana seharusnya orang tua, warga dan pemerintah desa melihat hal ini?

Link Film : Ngenes

 

 

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Opini

Bentuk-Bentuk Kekerasan di Tempat Kerja

Published

on

Sumber: Freepik
Waktu dibaca: 2 menit

Oleh Wahyu Tanoto

Menurut studi yang dilakukan oleh Equal Employment Opportunity Commission (EEOC) pada 2016 di Amerika Serikat, sekitar 75% orang yang mengalami pelecehan di tempat kerja tidak melaporkan kejadian kepada manajer, supervisor, atau perwakilan serikat pekerja. Salah satu alasan utama adalah karena merasa takut akan keamanan kerja serta takut kehilangan sumber pendapatan mereka. Selain itu ada beberapa faktor lain, seperti:

  1. Faktor relasi kuasa. Salah satu pihak memiliki kekuatan, posisi atau jabatan yang lebih tinggi atau dominan dibandingkan korban. Misalnya, antara bos dengan karyawan.
  2. Kebijakan perlindungan pekerja masih tidak jelas. Absennya perlindungan terhadap korban dapat menyebabkan korban merasa takut untuk melapor karena khawatir pelaku akan balas dendam dan melakukan kekerasan yang lebih parah.
  3. Mekanisme penanganan kasus kekerasan seksual yang tidak tersedia. Misalnya, perusahaan belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) mengenai kekerasan seksual, sehingga tidak ada jalur pelaporan atau sanksi yang jelas.
  4. Budaya yang kerap menyalahkan korban, seperti: “Kamu sih ke kantor pakai baju seperti itu!” “Kamu ngapain memangnya sampai bos marah begitu?”

Namun, kemungkinan lain adalah karena banyak orang belum memahami atau tidak yakin perilaku apa saja yang melanggar batas dan dapat dikategorikan sebagai pelecehan atau kekerasan. Maka dari itu, yuk kita bahas apa saja bentuk-bentuk pelecehan dan kekerasan di tempat kerja!

Kekerasan verbal

Kekerasan verbal termasuk ucapan yang merendahkan, melakukan gerakan yang ofensif, memberikan kritik yang tidak masuk akal, memberikan cercaan atau komentar yang menyakitkan, serta melontarkan lelucon yang tidak sepantasnya. Beberapa contohnya adalah:

  • Mengirim email dengan lelucon atau gambar yang menyinggung identitas seseorang, seperti identitas gender, orientasi seksual, ras, atau agama.
  • Berulang kali meminta kencan atau ajakan seksual, baik secara langsung atau melalui pesan.
  • Membuat komentar yang menghina tentang disabilitas seseorang.
  • Mengolok-olok aksen berbicara (logat) seseorang.

Kekerasan psikologis

Perilaku berulang atau menjengkelkan yang melibatkan kata-kata, perilaku, atau tindakan yang menyakitkan, menjengkelkan, memalukan, atau menghina seseorang. Ini termasuk:

  • Mengambil pengakuan atas pekerjaan orang lain.
  • Menuntut hal-hal yang mustahil.
  • Memaksakan tenggat waktu (deadline) yang tidak masuk akal pada karyawan tertentu.
  • Secara terus-menerus menuntut karyawan untuk melakukan tugas-tugas merendahkan yang berada di luar lingkup pekerjaannya.

Kekerasan fisik

Pelecehan di tempat kerja yang melibatkan ancaman atau serangan fisik, termasuk sentuhan yang tidak diinginkan. Misalnya:

  • Menyentuh pakaian, tubuh, baju, atau rambut orang lain.
  • Melakukan penyerangan fisik. Misalnya: memukul, mencubit, atau menampar.
  • Melakukan ancaman kekerasan.
  • Merusak properti pribadi. Misalnya: mengempeskan ban kendaraan, melempar ponsel orang lain.

Kekerasan berbasis digital

Ini merupakan berbagai bentuk kekerasan atau pelecehan yang dilakukan di ranah daring (online), seperti:

  • Memposting ancaman atau komentar yang merendahkan di media sosial.
  • Membuat akun palsu dengan tujuan merundung seseorang secara online.
  • Membuat tuduhan palsu.
  • Menyebarkan foto atau rekaman orang lain yang bersifat privat atau bernuansa seksual.

Kekerasan seksual

  • Rayuan seksual yang tidak diinginkan.
  • Melakukan sentuhan yang tidak pantas atau tidak diinginkan.
  • Melontarkan lelucon bernuansa seksual.
  • Membagikan media pornografi.
  • Mengirim pesan yang bersifat seksual.
  • Pemerkosaan dan kegiatan seksual lain yang dilakukan dengan paksaan.
  • Meminta hubungan seksual sebagai imbalan atau promosi pekerjaan.

Jika kamu atau teman kerjamu mengalami salah satu atau beberapa bentuk kekerasan seperti yang disebutkan di atas dan membutuhkan bantuan lembaga layanan, kamu bisa cek website https://carilayanan.com/ atau belipotbunga.com ya. Jangan ragu untuk segera mengontak lembaga layanan, karena mereka ada untuk membantu kamu!

Sumber

 https://carilayanan.com/kekerasan-di-tempat-kerja/

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian