Berita
Refleksi Asistensi Administrasi P3A Putri Arimbi
Published
2 years agoon
By
Mitra Wacana
Oleh Alfi Ramadhani
Selasa, 23 Januari 2024 P3A Putri Arimbi mengadakan Asistensi Administrasi untuk Organisasi. Acara yang seharusnya dimulai pukul 15.00 mundur ke pukul 16.00 karena masih menunggu anggota yang telat. Alasannya adalah masih di sawah dan melayat tetangga yang meninggal di siang hari. Acara dilakukan sore karena melihat kesibukan anggota yang sedang musim tanam sehingga harus seharian di sawah dan sore ialah waktu istirahat bagi mereka.

Acara diawali dengan pembukaan oleh MC, yaitu Bu Ira. Sebagai notulen ialah mbak Tonik. Dilanjutkan dengan smabutan Ketua P3A Putri Arimbi, Bu Sulastri. Dalam pidatonya ia senang karena sore ini banyak yang hadir di acara Asistensi walaupun semua memiliki kesibukan masing-masing. Bu Sulastri juga menkankan agar P3A Putri Arimbi selalu kompak. Tadi kebetulan bertemu Bu Sekti yang menjadi ketua P3A Rengganis Salamrejo dan bilang bahwa kok P3A Putri Arimbi masih semangat datang. Nah ini menjadi semangat juga untuk kelompok agar selalu kompak dan hadir di pertemuan.
Selanjutnya MC meminta CO untuk mengambil alih forum. Co bertanya apa itu asistensi dan tujuannya kepada peserta dan banyak yang belum mengerti arti asistensi meskipun mereka tahu Asisten. Setelah itu, CO meminta pendapat kelompok apa yang kira-kira harus diperbaiki dalam hal administrasi. Beberapa menjawab presensi, notulensi, kekompakan, pemateri, dan materi. Dari situ CO mencoba fokus kepada pengertian dan tujuan notulensi.
co bertanya apa saja yang ahrus ditulis didalam notulensi. Bu Ira menjawab lokasi, bu Sulastri menjawab waktu, bu Keminem menjawab tanggal. Lalu ada yg menjawab materi. Namun belum ada yang menjawab pemateri dan nama yang bertanya. Disini CO mencoba untuk menanamkan bahwa nama orang yang aktif bertanya atau menyampaikan pendapat juga penting untuk ditulis.
Setelah itu co bertanya kendala menulis notulensi. Mbak Erni dna mbak Tonik menjawab bahwa kadang tidak bisa menulis cepat dan kadang yang bicara terlalu cepat, sehingga sulit mencatat. Solusi mbak tonik ialah mencatat point yg penting dulu di buku/kertas, nanti kalau ada waktu akan disalin sekaligus dirapikan dirumah. Kendala juga ada dalam menyusun kalimat yang diucapkan. Sebagai tambahan, P3A Putri Arimbi belum biasa menggunakan Laptop untuk mengetik notulensi sehingga semuanya ditulis manual dengan tangan di buku.
Setelah itu acara dilanjutkan dengan ice breaking yang dipandu oleh CO dan bergantian dnegan anggota lainnya. Karena masih ada waktu, Co mencoba mengajak kelompok untuk menganalisa dengan metode SWOT. Dikarenakan waktu yang terbatas, Peserta dibagi menjadi 2 kelompok. Kelompok 1 menganalisa Kekuatan dan kelemahan. Sedangkan kelompok 2 menganalisa Peluang dan Tantangan. Diskusi dilakukan selama 10 menit dan setiap kelompok presentasi secara bergantian sehingga semua peserta mendapat kesempatan untuk menyampaikan point-point dan sekaligus menjelaskan kondisi real di kelompok.

Kemudia ada tanggapan dari Bu Ira atas P3A Putri Arimbi bahwa P3A bekerja dengan Desa Prima itu seharusnya bisa dilakukan dengan lebih baik lagi. Karena Desa Prima sekarang sudah mulai merambah ke Padukuhan Kijan, semoga kita juga bisa ke Kijan atau setidaknya ada perwakilan P3A yang dari Kijan. Mbak Tonik menanggapi bahwa untuk bulan depan itu ada pelatihan membuat sabun yang diharapkan bisa dimasukkan di acara0acara Desa prima karena beberapa anggota P3A juga masuk desa prima sehingga hubungan baik bisa diwujudkan. Acara ditutup.
You may like
Berita
Mitra Wacana Dorong Pemerintah Perkuat Pelindungan bagi Pekerja Migran Indonesia
Published
2 days agoon
11 November 2025By
Mitra Wacana
Jakarta, 10 November 2025 — Mitra Wacana turut berpartisipasi aktif dalam Konsultasi Nasional tentang Akses terhadap Pelindungan Sosial yang Layak dan Berkelanjutan bagi Pekerja Migran Indonesia yang diselenggarakan di Swiss-Belresidences Kalibata, Jakarta Selatan. Kegiatan ini diinisiasi oleh Migrant Forum in Asia (MFA) bekerja sama dengan Migrant Care, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dan Solidaritas Perempuan, dengan dukungan dari IOM melalui program Migration, Business and Human Rights in Asia (MBHR Asia) yang didanai oleh Uni Eropa dan Pemerintah Swedia.
Acara yang dihadiri oleh perwakilan pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan serikat buruh ini bertujuan untuk memperkuat advokasi dan sinergi kebijakan dalam menjamin akses perlindungan sosial bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI), baik di tahap pra-penempatan, selama bekerja di luar negeri, maupun setelah kembali ke tanah air.
Dalam sesi diskusi, berbagai isu krusial mencuat, mulai dari minimnya akses pendidikan dan lapangan kerja yang layak di dalam negeri hingga praktik perekrutan yang tidak adil dan jeratan hutang yang menjerat calon pekerja migran. Kondisi ini, menurut para peserta, memperlihatkan bagaimana kemiskinan struktural masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah.
“Ketika pemerintah tidak menyediakan akses pendidikan dan pekerjaan yang layak, masyarakat akhirnya mencari penghidupan di luar negeri. Tapi di sana pun mereka menghadapi eksploitasi dan kekerasan, bahkan ada yang tidak kembali dengan selamat,” ungkap salah satu peserta diskusi yang menyoroti rentannya posisi pekerja migran di berbagai negara penempatan.
Mitra Wacana, melalui perwakilannya Nurmalia, menegaskan pentingnya tanggung jawab negara dalam memastikan perlindungan menyeluruh bagi PMI. Ia menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan lembaga internasional agar pekerja migran dan keluarganya memperoleh jaminan sosial yang adil.
“Negara harus hadir secara konkret, tidak hanya menjadikan PMI sebagai pahlawan devisa, tetapi juga memastikan mereka terlindungi dari hulu ke hilir. Kami mendesak pemerintah untuk memperkuat kerja sama antara BPJS Ketenagakerjaan dan perwakilan Indonesia di luar negeri, agar sistem perlindungan berjalan efektif dan tidak ada lagi korban yang dipulangkan tanpa pemulihan yang layak,” tegas Nurmalia, mewakili Mitra Wacana.
Konsultasi nasional ini juga merekomendasikan penguatan kebijakan jaminan sosial lintas negara serta sistem reimbursement yang memungkinkan pekerja mendapatkan layanan kesehatan sebelum dipulangkan. Para peserta berharap hasil diskusi ini menjadi pijakan bagi advokasi regional dalam memperjuangkan kebijakan yang lebih adil, berkelanjutan, dan berpihak pada pekerja migran.
Kegiatan ditutup dengan komitmen bersama untuk memperluas jaringan advokasi dan mendorong pembentukan kebijakan yang tidak hanya melindungi pekerja migran, tetapi juga memberikan jaminan kesejahteraan bagi keluarga mereka di tanah air.








