web analytics
Connect with us

Berita

Wakil Walikota Yogyakarta melalui Dinkes Kota Yogyakarta dukung Mitra Wacana dalam Pemenuhan Hak Kesehatan Reproduksi

Published

on

Waktu dibaca: 3 menit

Rabu(26/06/2019), Mitra Wacana mengadakan semiloka UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan untuk multi stakeholder dan monitoring kader perempuan dan perempuan muda di 3 Kecamatan Jetis, Tegalrejo dan Mergangsan di Hotel Arjuna Yogyakarta. Wakil Walikota Yogyakarta, Heroe Poerwadi yang diwakili Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta Fita Yulia Kisworini menyampaikan dukunganya dalam upaya bersama dengan tujuan meningkatkan kesadaran akan kesehatan reproduksi perempuan terintegrasi dalam rangka mendukung pembangunan di bidang kesehatan di Kota Yogyakarta. Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Fita Yulia Kisworini mengatakan pihaknya terus berupaya agar angka kematian ibu dan bayi di wilayah Kota Yogyakarta agar terus menurun dengan peningkatan kapasitas masyarakat melalui program yang telah eksis di Kota Jogja yakni Si Kesi Gemes sesuai prioritas pembangunan kesehatan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Kesehatan 2015-2019.

Fita Yulia Kisworini juga mengatakan, angka kematian ibu di kota Yogyakarta pada tahun 2015 ada 5 kasus sedangkan untuk tahun 2016 , 2017 sampai dengan 2018 masing masing 4 kasus tiap tahunnya. Untuk angka kematian bayi pada tahun 2017 ada 33 kasus dan mengalami kenaikan pada tahun 2018 dengan 35 kasus. Jumlah kehamilan tidak diinginkan (KTD) di tahun 2017 mencapai 165 KTD, sedangkan di tahun 2018 naik menjadi 195 KTD.

Oleh karena itu Fita Yulia melalui Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta melakukan upaya dengan peningkatan pelayanan Asuhan Paska Keguguran (APK) di 5 Fasilitas Kesehatan (Faskes) di Kota Yogyakarta, yakni Puskesmas Tegalrejo, Puskesmas Jetis, Klinik AMC, RS Pratama, dan RS Jogja. Hal tersebut mengacu pada PP Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi. Permenkes Nomor 3 Tahun 2016 tentang Pelatihan dan Penyelenggaraan Pelayanan Paska Keguguran.

Kesehatan Reproduksi telah dimasukkan di dalam UU no 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, khususnya di dalam bagian keenam, Kesehatan reproduksi merupakan keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi pada laki-laki dan perempuan (pasal 71 ayat 1). Kesehatan reproduksi adalah hak bagi setiap orang tanpa terkecuali. Dalam UU No.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ini telah diatur tentang hak masyarakat dan juga kewajiban Pemerintah dalam pelayanan Kesehatan Reproduksi. Pemerintah juga telah mengeluarkan aturan pelaksanaan tentang Kesehatan Reproduksi ini melalui Peraturan Pemerintah No.61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi.

Walaupun telah 10 tahun diundangkan, namun banyak aparat pemerintah / pemerintah daerah maupun masyarakat yang belum mengetahui tentang UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan maupun PP No. 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi tadi, Sebagai akibatnya, dapat menimbulkan pelayanan yang belum maskimal dalam hal Kespro, juga tidak maksimalnya partisipasi masyarakat ataupun penggunaan pelayanan kespro oleh masyarakat. 
Melihat kondisi tersebut diatas Mitra Wacana bermaksud membangun sinergitas multi stakeholder dari 3 Kecamatan (Mergangsan, Jetis dan Tegalrejo) untuk bersama-sama mempelajari Undang-Undang No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan maupun PP 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi.

Semiloka tersebut terselengara dari program pemenuhan hak kesehatan reproduksi Mitra Wacana dan Yayasan Inisiatif Perubahan Akses menuju Sehat (IPAS) Indonesia. Acara diisi dengan paparan dan tanya jawab bersama Kadinkes Kota Yogyakarta, Kepala Puskesmas Jetis Ani Mufidah Sari, Kepala Puskesmas Tegalrejo Abdul Latief, Kepala Puskesmas Mergangsan Risa Diana, dan peserta multistaholder dari 3 Kecamatan Jetis, Tegalrejo, dan Mergangsan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Berita

Konsultasi Hak Asasi Manusia dan Pemberantasan Perdagangan Orang AICHR 2023

Published

on

Waktu dibaca: 2 menit

Pada 26-28 Juni 2023, Komisi Antarpemerintah untuk Hak Asasi Manusia ASEAN (AICHR) menyelenggarakan Konsultasi Hak Asasi Manusia dan Pemberantasan Perdagangan Orang di Yogyakarta, Indonesia. Konsultasi ini diselenggarakan bekerja sama dengan Komisi Nasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Kementerian Luar Negeri Indonesia, dan Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM).

Lebih dari 56 peserta mewakili AICHR, Komisi ASEAN untuk Pemajuan dan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak, Komite ASEAN untuk Implementasi Deklarasi ASEAN tentang Perlindungan dan Pemajuan Hak Pekerja Migran, Satuan Tugas atau unit serupa yang bertanggung jawab untuk penanggulangan perdagangan orang (TIP) di Negara-negara Anggota ASEAN (AMS), Lembaga Hak Asasi Manusia Nasional, organisasi masyarakat sipil, termasuk Mitra Wacana, dan universitas menghadiri pertemuan tersebut.

Pada sambutan pembukaannya, Ketua AICHR dan Perwakilan Indonesia Wahyuningrum menekankan pentingnya mekanisme rujukan nasional untuk memastikan bahwa layanan yang diberikan kepada semua korban TIP yang diduga atau teridentifikasi dalam yurisdiksi suatu negara berhak atas hak asasi manusia tanpa memandang latar belakang, kebangsaan, dan kewarganegaraan mereka.

Direktur Regional IOM untuk Asia Pasifik Sarah Lou Arriola menekankan pendekatan yang berpusat pada penyintas dalam sistem rujukan yang menghormati suara, pilihan, dan persetujuan para penyintas selama proses berlangsung. Hal ini pada akhirnya akan menjamin hasil yang lebih baik bagi penyelidikan penegakan hukum dan kesejahteraan jangka panjang para penyintas serta kemampuan mereka untuk membangun kembali kehidupan dan penghidupan di komunitas mereka.

Foto: Dokumentasi AICHR

Pada konsultasi tersebut, para peserta berbagi pembelajaran, tantangan dan inovasi mengenai pengalaman mereka dalam menyediakan sistem rujukan sebagai respons terhadap penanganan kekerasan berbasis gender (GBV) dan TIP; cara-cara untuk meningkatkan mekanisme rujukan untuk menyelamatkan, menyaring, dan melindungi korban TIP dan kerja paksa di sektor perikanan serta korban TIP karena penyalahgunaan teknologi; dan praktik-praktik baik terkait operasi penyelamatan dan reintegrasi yang dimanfaatkan pada inisiatif regional.

Berikut adalah beberapa rekomendasi penting dari konsultasi tersebut:

  1. Penerapan strategi berbasis masyarakat serta kemitraan dengan pemerintah dan aktor masyarakat sipil dalam isu GBV dan TIP. Strategi ini akan membantu untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang GBV dan TIP, serta meningkatkan akses korban ke layanan yang mereka butuhkan.
  2. Mengintensifkan pelatihan bagi spesialis bantuan korban. Pelatihan ini akan membantu para spesialis untuk memberikan layanan yang berkualitas dan berpusat pada penyintas.
  3. Mengembangkan satu-pusat TIP yang bersifat stop-shop untuk perempuan dan anak-anak. Pusat ini akan memudahkan korban untuk mendapatkan akses ke berbagai layanan yang mereka butuhkan.
  4. Memperkuat kerja sama regional dan platform kolaboratif mengenai TIP dan kerja paksa di kapal penangkap ikan. Kerja sama regional akan membantu untuk meningkatkan efektivitas upaya penanggulangan TIP.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending

EnglishGermanIndonesian