web analytics
Connect with us

Opini

Edukasi Pemulihan Segera Prasarana dan Sarana Vital

Published

on

Sumber foto: Seputargk

Faisal Tahadju, ST., MSi
Analis Bencana
Penata Tkt. I. (III/d)
NIP. 198504052008011011
BPBD Kabupaten Morowali Utara

Dasar hukum edukasi pemulihan segera prasarana dan sarana vital pada saat keadaan darurat bencana diatur dalam:

  • UU 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
  • Peraturan Pemerintah 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana
  • Peraturan BNPB Nomor 3 Tahun 2022 tentang Pemulihan dengan Segera Prasarana dan Sarana Vital

Siklus Manajemen Bencana

Pada Saat terjadinya bencana prinsipnya cepat, tepat,  dan prioritas.

Tim Pra Bencana melakukan  dapat kajian ilmiah dan upaya Pengurangan Resiko Bencana (PRB). Tim Penanganan Darurat dan Logistik/Peralatan melakukan upaya Tanggap Darurat (TD). Tim Rehabilitasi dan Rekonstruksi (RR) melakukan pendataan kerusakan dan kerugian akibat Bencana.

Siklus manajemen bencana bukan merupakan suatu siklus yang terpotong antara tiap tahapan bencana. Pra bencana, tanggap darurat, dan pasca bencana namun dibutuhkan kolaborasi bersama dengan proporsi berbeda dalam setiap penanganan bencana yang terjadi.

Keadaan Darurat Bencana adalah suatu keadaan yang dapat mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan sekelompok orang/masyarakat yang memerlukan respon cepat dalam penanggulangan bencana yang harus dilakukan dengan segera secara efektif dan efisien.

STATUS DARURAT BENCANA 

Siaga Darurat

Suatu keadaan terdapat potensi bencana pada suatu wilayah, dengan keadaan peningkatan eskalasi ancaman bencana yang penentuannya didasarkan atas hasil pemantauan yang akurat oleh instansi yang berwewenang dan juga mempertimbangkan kondisi nyata/dampak yang terjadi di masyarakat.

Tanggap Darurat

Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera, pada saat kejadian bencana, untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan akibat bencana.

Transisi Darurat ke Pemulihan

Keadaan dimana penanganan darurat hanya bersifat sementara yang berdasarkan kajian teknis dari instansi yang berwewenang dengan tujuan agar sarana dan prasarana vital serta kegiatan ekonomi masyarakat dapat segera berfungsi dengan baik.

Pemulihan fungsi Prasarana dan Sarana vital dapat dilakukan dengan memperbaiki atau mengganti kerusakan yang diakibatkan bencana. (Pasal 56 UU No. 24 Thn 2007)

  1. Agar berfungsinya prasarana dan sarana vital dengan segera
  2. Dilaksanakan oleh instansi/lembaga terkait, dikoordinasikan oleh Kepala BNPB dan/atau Kepala BPBD sesuai kewenangannya   (Pasal 54 PP No.21 Thn 2008)

Penyelenggaran pemulihan dengan Segera

Pembersihan lokasi

  • Puing-puing antara lain reruntuhan bangunan, gedung, pesawat terbang, pohon tumbang;
  • Sampah;
  • Lumpur;
  • Abu vulkanik;
  • Material Longsor
  • Bahan/barang yang rusak; dan
  • Limbah bahan berbahaya dan beracun yang mengganggu lingkungan hidup masyarakat sebagai proses awal pemulihan prasarana dan sarana vital.

Perbaikan Darurat

  • Jaringan air bersih/minum;
  • Jaringan listrik dan lampu penerangan;
  • Jaringan telekomunikasi;
  • Jaringan irigasi;
  • Jalan dan Jembatan
  • Transportasi; Bandara, Dermaga
  • Sumber daya Air Bersih
  • Sarana pengisian bahan bakar umum (SPBU), Gas; dan
  • Sanitasi dan MCK
  • Fasilitas pelayanan umum

Demikan Edukasi Pemulihan dengan Segera Prasarana dan Sarana Vital pada Saat Keadaan Darurat Bencana

Semoga kita semua dapat dijauhkan dari Marabahaya dan Selalu dalam Lindungan Tuhan Yang Maha Kuasa

Amin…….

Salam Tangguh

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Opini

Click with Caution: Keeping Indonesian Kids Safe Online

Published

on

Sumber: Freepik
 

Author: Sarah Crockett (Intern from Australia)

The world has become increasingly interconnected, with the use of smartphones and the internet skyrocketing globally. Children and young adults in particular are heavy users of social media and are at the forefront of digital usage. This rise in digital engagement has brought with it a host of opportunities, but also significant risks for young users. As children navigate the online world, they are increasingly exposed to dangers such as cyberbullying, online sexual exploitation, and harmful content. Addressing online safety is thus an urgent priority for all countries. However, Indonesian children in particular have a high rate of access to the internet and all of the potential accompanying issues. 
 
According to the 2023 report by Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), over 80% of children aged 10-17 in Indonesia have access to the internet, with the majority engaging through mobile devices. Popular platforms include TikTok, YouTube, WhatsApp, and Instagram, often used without adequate supervision. While internet use can support learning and creativity, it also poses challenges when digital literacy and parental guidance are lacking. Many parents are less, or totally unfamiliar with some or all of these platforms, making it difficult to warn against same of the dangers of online engagement.
 
Children in Indonesia face a range of online risks. Cyberbullying has become prevalent on social media and there is also a risk of online grooming and sexual exploitation. These issues are exacerbated by the anonymity and accessibility of online communication, the ability of individuals to hide their identity emboldens them in their actions. ECPAT Indonesia noted a significant rise in online child sexual exploitation cases during the COVID-19 pandemic. Exposure to harmful content, including pornography, hate speech, and graphic violence, is also widespread and frequently insufficiently regulated. Girls in particular are more at risk of facing online harassment and discrimination.
 
Indonesia has enacted several laws to address online risks, including Law No. 11/2008 on Electronic Information and Transactions and Law No. 35/2014 on Child Protection. While these frameworks provide a foundation for action, enforcement remains inconsistent, and child-specific digital protections are still evolving. The Ministry of Communication and Information (Kominfo) has launched digital literacy campaigns, but their reach and impact vary. Regional disparities and limited teacher training further constrain effective implementation.
 
To address this growing concern, the Indonesian government is preparing stronger safeguards for children on digital platforms. Inspired by recent steps taken by countries like Australia, Indonesia is considering a law that would restrict access to social media for users under the age of 16. The move follows increasing reports of online abuse and growing concerns among parents, educators, and child protection advocates. There has been a mixed response to this proposed safeguard, with some feeling it is overly restrictive and authoritarian while others feel it is a necessary measure to protect the mental health and safety of Indonesia’s children.
 
Kominfo is also working on interim child protection guidelines. These guidelines aim to regulate digital content, enforce stricter age verification mechanisms, and compel social media companies to take greater responsibility for harmful content on their platforms. While some critics worry about overregulation and the potential to limit young people’s access to information, many experts argue that the safety of children must come first. “Digital literacy alone is not enough,” says a child rights activist based in Jakarta. “We need infrastructure, policy, and corporate accountability to protect our children in cyberspace.”
 
There are various strategies that can be utilised to improve the safety of children online. In the home parents can be empowered with tools and knowledge about how to protect their children’s safety online through workshops. Schools can implement digital literacy programs into the curriculum to help children to understand the potential risks. Reporting systems for instances of online abuse can be created and made readily accessible and child-protection laws can also be enhance and updated to reflect the current online landscape.
 
Online safety for children in Indonesia is a pressing concern requiring coordinated action across sectors. With its growing digital youth population, Indonesia is well-positioned to lead regional efforts in child online protection. Prioritizing inclusive, culturally sensitive, and rights-based strategies will help ensure that all children can explore the digital world safely and confidently.
 
References
• APJII. (2023). Penetrasi & Perilaku Pengguna Internet Indonesia.
• ECPAT Indonesia. (2020). Online Child Sexual Exploitation in Indonesia.
• Kominfo. (2023). Digital Literacy Campaigns.
• Raharjo, B. (2022). Digital Parenting in Indonesia: Challenges and Cultural Contexts.
• UNICEF Indonesia. (2021). Digital Literacy for Children and Adolescents in Indonesia.
• UNICEF Office of Research – Innocenti. (2020). Growing Up in a Connected World.
• UNESCO Jakarta. (2019). Safe Internet Use for Indonesian Youth.

Continue Reading

Trending