Ekspresi
Edukasi Pencegahan Kekerasan Anak di Jalan Bagi Pendidik di Kulon Progo

Published
1 year agoon
By
Mitra Wacana
Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Kulon Progo mengadakan edukasi untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Sosialisasi ini diadakan di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rabu (6/3/2024). Kepala Dinsos-PPPA Kulon Progo, Bowo Pristiyanto, mengatakan bahwa 50 kepala SMA/SMK diundang dalam sosialisasi ini. Mereka diharapkan menjadi agen informasi dalam mencegah kekerasan anak di jalan.
Bowo menilai sekolah dapat menjadi tempat untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Guru dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua murid untuk memberikan edukasi tentang pencegahan kekerasan. Bowo juga melihat bahwa anak-anak di Kulon Progo sering berkumpul di berbagai lokasi hingga larut malam. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.Bowo berharap wali pelajar juga berperan dalam mencegah kekerasan anak di jalan. Menurutnya para guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan anak.
Kanit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Rifai Anas Fauzi, mengatakan bahwa terdapat 17 kasus kekerasan anak di jalan yang dilaporkan dari tahun 2023 hingga awal Maret 2024. Kasus ini terjadi di 8 kapanewon, dengan Pengasih dan Wates sebagai yang terbanyak dengan 8 kasus. Rifai menduga bahwa sebenarnya ada lebih banyak kasus kekerasan anak di jalan yang tidak dilaporkan.
Wahyu Tanoto dari Organisasi Kemasyarakatan Mitra Wacana mengatakan bahwa pandangan orang dewasa terhadap anak sering kali memperkuat stigma dan perlakuan tidak adil terhadap anak. Tanoto mengatakan bahwa orang dewasa, termasuk pendidik, perlu mengubah sudut pandangnya terhadap anak dengan cara melibatkan mereka dalam proses pencegahan kekerasan. Tanoto juga mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam mencegah kekerasan terhadap anak di jalan. “Yang terpenting sekarang adalah implementasi dan pengawasan yang serius.”. Ujarnya. (Tnt).
You may like
Catatan Kilas Balik Perjalanan Perkumpulan Mitra Wacana 2024
IMPLEMENTASI PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PUSAT PEMBELAJARAN PEREMPUAN DAN ANAK (P3A) OLEH LSM MITRA WACANA DI KULON PROGO
Catatan Program Partisipasi Perempuan untuk Mencegah Ekstremisme Kekerasan Di Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta 2018
Ekspresi
Mahasiswa asal Norway Penelitian Isu Kesetaraan Gender di Mitra Wacana

Published
2 months agoon
3 February 2025By
Mitra Wacana
Yogyakarta — Mitra Wacana, organisasi yang konsen pada isu kesetaraan gender, menerima kunjungan akademis dari Anja Bulic, mahasiswa S1 Global Development asal University of Agder, Norwegia, pada Senin (3/1/2025). Kunjungan pukul 11.00–12.00 WIB ini merupakan bagian dari penelitian Anja tentang ketidakadilan dan kekerasan berbasis gender di Indonesia yang dilakukan dalam rangka kerja sama antara University of Agder Norwegia dengan Universitas Gadjah Mada (UGM). Anja diterima langsung oleh Wahyu Tanoto (Dewan Pengurus) dan Alfi Ramadhani (Koordinator Divisi Pendidikan dan Pengorganisasian Mitra Wacana).
Sebelum kunjungan, Anja telah mengirim surat permohonan penelitian dilengkapi panduan pertanyaan dan kebutuhan data. Penelitian ini tidak hanya menjadi bahan skripsinya, tetapi juga bagian dari program kolaborasi antar universitas yang memfasilitasi mahasiswa Norwegia untuk melakukan studi lapangan di Indonesia. Fokus Anja adalah menganalisis korelasi konstruksi / peran gender dengan kekerasan berbasis gender, serta dampak sosial-budaya terhadap kesetaraan.
Dalam diskusi, Anja menyoroti tiga aspek utama: gambaran peran gender di ranah domestik dan publik, hubungannya dengan kasus kekerasan berbasis gender, serta pengaruh sosial-budaya dan keberagaman masyarakat terhadap kesetaraan gender.
Wahyu Tanoto menjelaskan, ketimpangan gender di Indonesia masih dipengaruhi kuat oleh struktur patriarki. “Di ranah domestik, perempuan sering dianggap sebagai pengurus rumah tangga, sementara laki-laki diharapkan menjadi pencari nafkah. Ini memicu ketimpangan akses pendidikan dan partisipasi politik,” jelasnya. Sementara Alfi Ramadhani menambahkan, mitos-mitos dan stigma yang berkembang di masyarakat yang justru memperparah kerentanan kelompok marginal.
Anja juga menggali program Mitra Wacana dalam mendorong kesetaraan gender, seperti pelatihan kesadaran gender bagi masyarakat, pendampingan korban kekerasan, dan advokasi kebijakan inklusif. “Kami menggunakan pendekatan multisektor, mulai dari edukasi di tingkat akar rumput hingga kolaborasi dengan pemerintah,” papar Alfi.
Kunjungan ini dinilai strategis untuk memperluas perspektif global terkait isu gender. “Kerja sama dengan akademisi internasional seperti Anja membantu kami mendokumentasikan praktik terbaik dan memperkuat jejaring advokasi,” tutup Wahyu.
Penelitian Anja diharapkan tidak hanya menyelesaikan tugas akademik, tetapi juga memberikan rekomendasi berbasis data untuk mengurangi kesenjangan gender di Indonesia. (ruly)