web analytics
Connect with us

Berita

Film Sebagai Media Kampanye Pencegahan Perdagangan Orang

Published

on

Melakukan kampanye dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti membuat diskusi, lokakarya, membuat gambar atau mural, membuat poster sampai dengan membuat video untuk menyampaikan pesan kepada masyarakat. Dengan perkembangan teknologi saat ini yang semakin canggih , maka semakin memudahkan kita untuk menyebarkan informasi tersebut lewat media social.

Hal ini juga menjadi pertimbangan kita dalam memilih bentuk media yang akan kita pakai dalam menyebarkan informasi agar banyak orang yang melihatnya. Menurut Kantor Perpustakaan Nasional Republik Indonesia mencatat 90 persen penduduk usia di atas 10 tahun gemar menonton televisi, tapi tidak suka membaca buku. Ini membuktikan bahwa masyarakat di Indonesia lebih menyukai video / film dibandingkan tulisan yang panjang lebar.

Minggu (28/03/2021) Pusat Pembelajaran Perempuan dan Anak (P3A) Rengganis bersama Tim Media Desa Kalurahan Salamrejo melakukan pertemuan di kediaman Ravita Dusun Klebakan dihadiri oleh 16 orang . Melihat data dan fakta diatas, maka pertemuan tersebut membahas strategi kampanye kolaboratif antara P3A dan tim media desa yang memutuskan membuat film sebagai media kampanyenya. Dalam diskusi tersebut tim media desa dan P3A sepakat untuk membuat film dokumenter mantan buruh migran.

Rencananya pembuatan film documenter ini akan mengangkat kisah nyata dan pengalaman dari Bu Sekti (Ketua P3A Rengganis) yang pernah menjadi pekerja migran dan mengalami kekerasan saat bekerja di Arab Saudi. Film dokumenter yang akan dibuat tersebut juga akan memperlihatkan kepada kita semua bagaimana dampak dari pemberangkatan pekerja migran unprosedural seperti pemalsuan data, kontrak kerja yang tidak sesuai sampai dengan hal – hal yang sering tidak disadari oleh pekerja migran kalau ternyata dirinya terkena trafficking.

Sebelum ke pembuatan film dokumenter tersebut, tim terlebih dahulu akan melakukan survey untuk menggali informasi langsung dilapangan. Survey ini sangat penting karena untuk memastikan informasi yang kita sampaikan lewat film dukumenter sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Selain itu juga sebagai bahan untuk menentukan siapa saja kelompok sasaran dari pembuatan film tersebut. Survey akan dilakukan di setiap dusun oleh tim media desa dan juga anggota P3A dan memastikan kerahasiaan responden atau relawan yang bersedia memberikan informasi.

Tujuan dari pembuatan film ini menurut bu jumini sebagai anggota P3A adalah memberikan pemahaman kepada masyarakat agar sadar bahwa trafficking itu merupakan masalah bersama dan bisa menimpa siapa saja. Kebanyakan dari kita ingin keluar negeri karena ingin merubah nasib akan tetapi tidak semua yang berangkat keluar negeri berhasil dan sukses, malah sebagian dari mereka mengalami kekerasan sampai ada yang meninggal di luar negeri. Selain itu juga trafficking tidak hanya dialami oleh mereka yang keluar negeri saja tetapi bisa juga dialami oleh orang-orang yang bekerja di dalam negeri / luar kota.

Bu sekti menambahkan bahwa kita sering tidak sadar kalau kita mengalami trafficking, padahal trafficking itu mulai dari awal seperti pengurusan dokumen yang dipalsukan, tidak diberikan keahlian yang dibutuhkan oleh agensi, tidak diberikan kontrak kerja sampai dengan tidak sesuainya jam kerja dan penempatan seperti yang sudah dituangkan dalam kontrak kerja. Hal-hal tersebut harus kita perhatikan sebelum kita berangkat ke luar negeri. Sebaiknya kita memahami betul bagaimana caranya migrasi yang aman dan procedural sesuai dengan peraturan pemerintah imbuhnya.

(jj)

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Berita

Masyarakat Baciro Ikuti Lokalatih Deteksi Dini Intoleransi dan Radikalisme Kolaborasi Lintas Iman untuk Menjaga Keberagaman

Published

on

Puluhan warga Kelurahan Baciro, Gondokusuman, mengikuti Lokalatih deteksi dini intoleransi, radikalisme, dan ekstremisme (IRE) di Aula Kelurahan setempat, Rabu (19/3/2025). Kegiatan yang diselengarakan oleh Mitra Wacana yang didukung oleh Yayasan Keadilan dan Perdamaian Indonesia (YKPI). Pelatihan ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman masyarakat dalam mengenali tanda-tanda dini IRE serta membangun strategi perlindungan diri dan komunitas.

Sebanyak 24 peserta yang berasal dari berbagai kelompok, termasuk perempuan, pemuda, tokoh agama, dan perwakilan pemerintah kelurahan, mengikuti kegiatan ini dengan antusias. Lokalatih ini merupakan bagian dari program Merajut Kolaborasi Lintas Iman dalam Upaya Pencegahan Intoleransi, Radikalisme, dan Ekstremisme, yang hadir sebagai respons atas meningkatnya kasus intoleransi di Yogyakarta. Kota yang dikenal dengan keberagamannya ini menghadapi berbagai tantangan, seperti ujaran kebencian, tindakan diskriminatif, serta ketegangan berbasis perbedaan identitas yang dapat mengancam harmoni sosial. Oleh karena itu, pemahaman tentang deteksi dini IRE menjadi sangat penting.

Dalam sambutannya, Lurah Baciro, Sutikno, menegaskan pentingnya upaya preventif untuk menjaga perdamaian dan kerukunan di wilayahnya. “Kelurahan Baciro adalah miniatur Yogyakarta: padat, majemuk, namun rentan gesekan. Pelatihan ini menjadi langkah penting dalam membangun kesadaran kolektif agar konflik dapat dicegah sedini mungkin. Kami sangat mengapresiasi Mitra Wacana atas inisiatif ini,” ujarnya.

Dua narasumber dengan latar belakang berbeda dihadirkan untuk memberikan perspektif yang mendalam. Bayu, perwakilan dari Kesbangpol Kota Yogyakarta, membahas situasi terkini terkait IRE, mengenali bentuk-bentuk intoleransi, serta strategi deteksi dini. Ia juga memaparkan beberapa studi kasus insiden intoleransi yang pernah terjadi di Yogyakarta sebagai pembelajaran bagi peserta. Sementara itu, Siti Aminah dari Srikandi Lintas Iman Yogyakarta mengajak peserta untuk menggali cara menghilangkan prasangka terhadap kelompok berbeda, membangun dialog lintas iman yang konstruktif, serta memahami strategi perlindungan diri dari pengaruh negatif IRE.

Tidak hanya sekadar sesi pemaparan materi, kegiatan ini juga mengedepankan diskusi interaktif dan simulasi dalam mengidentifikasi potensi IRE di lingkungan sekitar. Peserta diajak untuk berbagi pengalaman serta mendiskusikan solusi yang dapat diterapkan di komunitas masing-masing. Dengan metode yang partisipatif, pelatihan ini berhasil menciptakan ruang dialog yang inklusif dan mendorong keterlibatan aktif peserta.

“Harapan kami, kegiatan ini tidak hanya memberi pemahaman, tetapi juga membangun komitmen peserta sebagai agen perubahan di komunitas mereka. Dengan meningkatkan kesadaran dan keterampilan dalam membangun dialog yang sehat, kita bisa bersama-sama menjaga keberagaman agar tetap menjadi kekuatan, bukan sumber konflik,” ungkap Ruliyanto, Koordinator Program.

Melalui lokakarya ini, diharapkan peserta dapat memahami berbagai bentuk IRE, memperkuat jejaring komunikasi lintas iman, serta membangun lingkungan yang lebih damai dan harmonis di Baciro dan sekitarnya. Dengan meningkatnya kesadaran masyarakat, diharapkan ancaman intoleransi dan radikalisme dapat dicegah sebelum berkembang lebih jauh.

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending