Opini
Jadi Diri Sendiri : Kunci Mengatasi FOMO dan Menghadapi Trend dengan Bijak

Published
12 months agoon
By
Mitra Wacana

Kharisma Miftha
Mahasiswa Manajemen Administrasi Universitas Sebelas Maret
Sebagai generasi yang tumbuh di tengah kemajuan internet dan digital, kita telah menjadi sangat terbiasa dengan teknologi yang semakin Canggih. Terutama, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan kita. Dari Media sosial tersebut, kita sering kali merasa tertarik dan terpaku pada apa yang dilakukan oleh teman, keluarga,bahkan orang asing sekalipun. Ini memberikan dampak yang buruk bagi diri kita seperti munculnya rasa takut ketinggalan atau bisa dikatakan dengan istilah FOMO (Fear of Missing Out). Bagi yang belum mengetahui apa itu FOMO, FOMO yakni adanya perasaan takut tertinggal terhadap sesuatu yang sedang trend, Ini membuat kita merasa perlu untuk terus mengikuti dan bahkan meniru gaya hidup orang lain.
Salah satu contoh nyata FOMO yang marak akhir-akhir ini yaitu Remaja yang selalu ingin memiliki fashion atau gadget terbaru. Misalnya, ketika Apple merilis iPhone terbaru, banyak remaja yang merasa harus memiliki model terbaru tersebut meskipun harga yang ditawarkan sangat mahal. Trend fashion juga tidak kalah penting. Remaja seringkali merasa harus mengikuti mode terbaru yang dipamerkan oleh influencer di Instagram. Mereka rela menghabiskan banyak uang untuk membeli pakaian, sepatu, atau aksesori hanya untuk terlihat modis di mata teman-temannya.
Selain fashion dan gadget, acara Konser dan festival seperti Konser K-pop,Coachella, Tomorrowland, atau even lokal seperti We The Fest juga menjadi momen di mana banyak remaja merasa FoMO. Mereka rela mengeluarkan uang banyak untuk tiket dan akomodasi hanya untuk bisa hadir dan memamerkan momen tersebut di media sosial. Padahal, tidak sedikit dari mereka yang sebenarnya tidak terlalu menikmati acara tersebut dan mungkin sebenarnya tidak tahu lagu-lagu dari artis yang tampil, tetapi hanya ingin terlihat keren di mata teman-temannya.
Berdasarkan fenomena diatas, ada beberapa faktor pendorong seseorang terkena FOMO. Faktor pendorong yang mudah diidentifikasi antara lain penggunaan media sosial, perasaan gengsi dan keinginan divalidasi (Ego).
FoMO adalah dampak langsung dari kemajuan teknologi, khususnya media sosial. Remaja yang kesepian dan stress akan lebih memilih untuk menghabiskan waktunya dirumah dengan mengakses sosial media. Rata-rata waktu penggunaan minguan pada remaja yang kesepian cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang tidak sendirian. Mereka cenderung lebih senang berinteraksi secara virtual. Menurut sebuah studi dari University of Pennsylvania, penggunaan media sosial yang berlebihan dapat meningkatkan perasaan cemas dan ketidakpuasan hidup
Gengsi adalah faktor utama yang memperparah fenomena FOMO. Dalam banyak kasus, orang melakukan sesuatu bukan karena mereka benar-benar menyukai atau membutuhkan, tetapi lebih karena mereka tidak ingin terlihat kurang dari orang lain. Misalnya, seseorang mungkin membeli tiket konser mahal atau barang mewah hanya untuk dipamerkan di media sosial. Hal ini sering kali dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari orang lain, meskipun harus mengeluarkan uang yang lebih besar.
Peribahasa lama mengatakan, “besar pasak daripada tiang”, yang berarti pengeluaran lebih besar daripada pendapatan. Dalam konteks FOMO, banyak orang yang rela berhutang atau mengorbankan tabungan demi memenuhi keinginan gengsi tersebut. Hal ini jelas berdampak buruk bagi kondisi keuangan kita. Dalam jangka panjang, kendala finansial yang diakibatkan oleh FOMO dapat menimbulkan stres dan bahkan masalah kesehatan mental.
Selain gengsi, ego juga memainkan peran besar dalam fenomena FOMO. Ego sering kali mendorong kita untuk ingin diakui dan dihargai oleh orang lain. Ketika kita melihat orang lain menikmati hidup mereka dengan berbagai kegiatan menarik, ego kita mendorong untuk melakukan hal yang sama agar mendapatkan pengakuan serupa.
Ada pepatah dari Jepang yang mengatakan, “Kerbau yang punya tanduk, tak kan perlu memamerkan tanduknya”, yang artinya seseorang yang benar-benar hebat tidak perlu memamerkan kehebatannya. Namun, zaman sekarang banyak yang justru merasa perlu memamerkan setiap hal yang mereka lakukan untuk mendapatkan validasi dari orang lain. Hal ini tentunya menjadi masalah besar ketika dilakukan secara berlebihan.
Dari faktor faktor pendorong tersebut kita bisa lihat bagaimana FOMO berpengaruh besar pada remaja. FOMO Menjadikan kita untuk terus Mencari validasi dan kepuasan dari luar, yang akhirnya bikin stres dan krisis finansial. Tapi, sebagai remaja, kita bisa lawan FOMO dengan beberapa solusi seperti
1. Mengurangi Penggunaan Media Sosial
Salah satu cara terbaik untuk mengatasi FOMO adalah dengan mengurangi penggunaan media sosial. Batasi waktu yang dihabiskan untuk scrolling di media sosial dan cobalah menyibukkan diri dengan aktivitas aktivitas yang lebih bermanfaat. Seperti mengikuti organisasi, Seminar, Atau kerja Part time yang mana itu akan sangat bermanfaat bagi kita
2. Jadilah Diri Sendiri
Alih-alih membandingkan diri dengan orang lain, fokuslah pada diri sendiri dan apa yang membuat kita bahagia. Setiap orang memiliki jalan hidup yang berbeda, dan penting untuk menghargai perjalanan hidup kita sendiri tanpa harus mengikuti standar orang lain.
3. Bersyukur
Latihlah diri untuk lebih bersyukur dengan apa yang dimiliki. Orang yang rutin bersyukur akan memiliki kesehatan mental yang lebih baik dan lebih puas dengan hidup yang kita jalani. Cobalah untuk mencatat hal-hal yang kita syukuri setiap hari, tidak peduli seberapa kecil itu.
4. Jalin Hubungan Nyata
Maksudnya kita menjalin hubungan dengan orang orang disekitar kita,seperti teman dan keluarga. Habiskan waktu dengan keluarga dan teman-teman secara langsung, bukan hanya Melalui media sosial. Dengan hubungan nyata ini kita akan merasa tidak kesepian dan akan mendapatkan lebih banyak suport dari mereka. Karena Hubungan yang nyata dapat memberikan kepuasan yang lebih daripada interaksi di dunia maya.
Di era digital ini, FOMO memang menjadi masalah bagi banyak orang, terutama para remaja. Namun, penting untuk diingat bahwa kebahagiaan dan kepuasan hidup tidak ditentukan oleh apa yang dimiliki atau dilakukan orang lain. Marilah kita bijak dalam menggunakan media sosial dan fokus pada diri sendiri. Jangan sampai FOMO mengendalikan hidup kita. Beranilah untuk menjadi diri sendiri dan ciptakan kebahagiaanmu sendiri.
Opini
Puisi ‘Dendam’ Karya Chairil Anwar: Estetika dan Semiosis Peirce Cinta Aulia Margaretha Habeahan

Published
2 days agoon
20 June 2025By
Mitra Wacana

Cinta Aulia Margaretha Habeahan
Mahasiswa Sastra Indonesia, Universitas Andalas
Estetika adalah cabang filsafat yang mempelajari keindahan. Estetika merupakan bagian dari seni, seni yang berhubungan dengan keindahan. Menurut Aristoteles (1993:28) keindahan menyangkut pada keseimbangan dan keteraturan ukuran, yakni ukuran material, dan pandangannya dengan ini berlaku untuk benda-benda alam maupun untuk karya seni buatan manusia. Bagi karya sastra, estetika sebagai aspek-aspek keindahan sastra yang didominasi oleh gaya bahasa. Keindahan bahasa tidak terkandung dalam bentuk huruf melainkan dalam isi suatu karya. Maka dari itu, estetika dan sastra memiliki hubungan yang begitu erat, di mana estetika berperan sebagai landasan dalam memahami dan menciptakan keindahan suatu karya sastra.
Karya sastra begitu banyak memiliki keindahan gaya bahasa terutama yaitu puisi. Puisi merupakan ungkapan atau curahan hati penyair dan kumpulan bahasa yang setiap baitnya memiliki makna. Salah satu puisi yang memiliki keindahan bahasa yaitu puisi ‘Dendam’ karya Chairil Anwar, yang ditulis pada 13 Juli 1943, dalam buku kumpulan puisi yang berjudul Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949).
Dalam puisi ‘Dendam’ karya Chairil Anwar ini bukan hanya sebuah lontaran emosi saja, melainkan suatu luapan kata-kata kelam, kegelisahan batin, dan pencarian makna dalam kehidupan. Melalui larik-larik yang pendek dan iteratif, Chairil menggambarkan dendam batin manusia yang tidak dapat diluapkan secara langsung.
Namun, melihat lebih jauh, puisi ini dapat dibedah melalui elemen estetika – dari segi pendekatan estetika dan semiosis (tanda dan makna). Berikut puisi ‘Dendam’ karya Chairil Anwar:
Dendam
Berdiri tersentak
Dari mimpi aku bengis dielak
Aku tegak
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Tangan meraba ke bawah bantalku
Keris berkarat kugenggam di hulu
Bulan bersinar sedikit tak nampak
Aku mencari
Mendadak mati kuhendak berbekas di jari
Aku mencari
Diri tercerai dari hati
Bulan bersinar sedikit tak nampak
13 Juli 1943
Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)
Semiosis yang digunakan Charles Sanders Peirce sebagai tindak pertandaan, proses pertandaan, atau proses semiotis. Sehingga, dapat menelusuri bagaimana makna-makna tersembunyi dalam puisi yang dibentuk melalui system tanda.
- Dari mimpi aku bengis dielak
Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata bengis yaitu kejam, penderitaan, tajam dan pedas; sedangkan kata dielak ialah imbuhan yang membentuk kata kerja pasif dari kata elak yaitu menghindar. Maka, dari bait ini dapat disimpulkan ia terbangun dari mimpinya dengan perasaan yang kejam dan ada keinginan untuk membalas dendam.
- Bulan bersinar sedikit tak nampak
Dalam bait ini bulan melambangkan perasaan, kemampuan, bahkan harapan, dan puisi ini ditandai dengan kegelapan, cahaya bulan yang tak terlihat lagi. Maka, dimaknai sebagai harapan yang nyaris hilang.
- Keris berkarat kugenggam di hulu
Kata keris sebagai simbol warisan, kekuatan, dan sekaligus kekerasan. Karat di keris menyiratkan bahwa dendam itu lama tersimpan, bukan sekadar amarah sesaat. Maka, kata keris dan berkarat membawa konotasi kekerasan, dan warisan dendam lama.
- Diri tercerai dari hati
Bait ini menandakan ia tak hanya marah, tapi juga mendapatkan kehampaan dari hati, sekaligus kehilangan hubungan dengan jiwanya sendiri.
Maka, melalui pendekatan estetika dapat ditemukan bahwa keindahan dalam puisi ‘Dendam’ ini adanya kegelapan, dendam, dan kekosongan. Chairil Anwar tidak menunjukkan kedamaian, tapi memperlihatkan luka dan menghadirkan perasaan dan penderitaan dalam puisinya. Melalui semiosis Peirce, dapat dipahami bahwa puisi ini dapat system tanda yang kompleks. Dari kata-kata seperti keris, bulan, dan diri tercerai menjadi tanda-tanda yang menciptakan makna begitu terikat dengan trauma, kegelisahan batin, dan kekosongan hidup.

Puisi ‘Dendam’ Karya Chairil Anwar: Estetika dan Semiosis Peirce Cinta Aulia Margaretha Habeahan

Nilai Metafora Pada Puisi “ Hujan Deras di Waktu Senja”
