Arsip
Jaringan APKB Bangun Sinergi Advokasi
Published
13 years agoon
By
Mitra Wacana
Jaringan APKB (Aliansi Peduli Kebijakan Bantul) mengadakan diskusi sekaligus rapat mengenai langkah advokasi terhadap peraturan daerah (Perda) diskriminatif yang ada di Kabupaten Bantul. Diskusi diselenggarakan di kantor Rifka Annisa pada Senin (9/7). Ada sejumlah lembaga yang bisa hadir, yaitu Mitra Wacana, RTND, Mahardika, SP Kinasih, PKBI, Yasanti, LABH, dan Rifka Annisa selaku tuan rumah. Selama diskusi, APKB membahas langkah-langkah strategis dalam upaya advokasi terhadap Perda diskriminatif, khususnya Perda No 5 Tahun 2007.
Acara diskusi awalnya akan dimulai pada pukul 10.00 wib tapi baru bisa dimulai pukul 11.00 wib dan diakhiri pada pukul 13.30 wib. Acara di buka oleh mba Nina selaku tuan rumah mewakili Rifka Annisa, sekaligus memberikan prolog alasan kenapa diskusi dan rapat tersebut perlu dilakukan.diskusipun berjalan mengalir dan penuh dinamika. Banyak masukan dari peserta diskusi berkaitan langkah-langkah strategis yang mesti diambil dalam melakukan advokasi perda no 5 tahun 2007 di Bantul. Sampai pada sesi akhir diskusi yang sekaligus rapat, teman-teman APKB menyusun rencana tindak lanjut yang perlu dilakukan sebagai langkah tindak lanjut diskusi tersebut.
APKB sudah empat tahun lebih mengadvokasi perda diskriminatif yang ada di Bantul khususnya perda no 5 tahun 2007 yang bikin resah warga parangkusumo dan sekitarnya. APKB menganggap perda ini tidak layak dan perlu langkah-langkah hukum untuk merevisi atau bahkan membatalkannya. Langkah yang telah dilakukan teman-teman APKB adalah menyusun JR (Judicial Review) untuk dimohonkan ke MA. pada awal-awal advokasi Jaringan APKB telah memasukkan JR ke MA tapi di tolak karena dianggap oleh MA telah terlambat dari batas waktu akhir memasukkan JR. berhubung waktu itu pengajuan JR dibatasi waktu dan dinyatakan terlambat oleh MA maka langkah JR otomatis tidak bisa dilanjutkan. Tapi peraturan baru pemerintah saat ini pengajuan JR tidak dibatasi waktu, hal ini membuat jaringan APKB semangat lagi untuk mengajukan JR ke MA berkaitan perda no 5 tahun 2007 di Kabupaten Bantul. (rif)
You may like
Arsip
Merajut Kolaborasi Lintas Iman: Mencegah Intoleransi, Radikalisme dan Ekstremisme Di Baciro
Published
2 months agoon
10 September 2025By
Mitra Wacana
Sebagai upaya melakukan pencegahan terhadap fenomena intoleransi, radikalisme dan ekstremisme (IRE), Mitra Wacana melaksanakan program kolaboratif dengan masyarakat lintas iman sepanjang bulan Maret hingga Mei 2025. Program ini dilaksanakan di Kalurahan Baciro, Kapanewon Gondokusuman Kota Yogyakarta. Dijalankannya program ini tidak terlepas dari eskalasi kasus intoleransi yang sempat terjadi di Yogyakarta dalam beberapa tahun terakhir. Kasus-kasus tersebut menjadi goresan-goresan luka bagi realitas masyarakat Yogyakarta yang kaya akan keberagaman dan menjunjung kehidupan yang toleran.
Kalurahan Baciro dipilih karena beberapa alasan. Pertama, Kalurahan Baciro merepresentasikan kemajemukan masyarakatnya yang meliputi warga urban, mahasiswa dan masyarakat lintas iman. Kedua, di Baciro pernah terjadi tindakan intoleran berupa penolakan rumah ibadah dan persekusi terhadap kelompok Ahmadiyah. Ketiga, tokoh lokal dan struktur formal di Kalurahan Baciro memberikan dukungan untuk dilaksanakannya program ini. Selain itu, Baciro juga telah ditetapkan sebagai Kalurahan Kerukunan sehingga memiliki potensi besar untuk dijadikan model replikasi upaya pencegahan IRE.
Melalui program ini, Mitra Wacana hadir dengan pendekatan partisipatif, melibatkan perempuan, orang muda, tokoh agama, aparat, kelompok minoritas, organisasi lintas iman dan media sebagai agen yang merawat keberagaman. Pelaksana program menggunakan pendekatan edukasi berbasis komunitas berperspektif gender, menghadirkan ruang aman bagi dialog lintas iman serta melakukan kampanye narasi damai baik secara daring maupun luring.
Program ini diawali dengan dialog bersama para jurnalis untuk mengkampanyekan narasi damai di media. Selain mengajak jurnalis dan admin media berbagai komunitas dan lembaga, media Mitra Wacana sendiri juga melakukan produksi konten narasi damai dan mempublikasikannya dengan mengajak jejaring sebagai kolaborator postingan media sosial. Di samping itu, Mitra Wacana juga memberikan workshop mengenai kampanye digital kepada admin media sosial komunitas-komunitas yang ada di Yogyakarta.
Implementasi program ini juga meliputi lokalatih tentang pengenalan IRE dan strategi pencegahannya yang dilaksanakan sebanyak dua kali, peluncuran Buku Panduan Praktis Deteksi Dini IRE, talkshow di radio untuk memperluas jangkauan isu, evaluasi partisipatif hingga audiensi ke Walikota Yogyakarta dan Kesbangpol DIY. Namun, pencegahan IRE tidak sepenuhnya berjalan mulus. Beberapa hal masih menjadi tantangan dalam pelaksanaan program misalnya masih adanya stigma terhadap minoritas (Ahmadiyah, penghayat). Kemudian, pencegahan IRE juga tidak dianggap populer di media, tidak semua masyarakat dan organisasi terjangkau langsung serta durasi program yang sangat singkat.
Mitra Wacana perlu menerapkan strategi khusus agar program pencegahan IRE ini berjalan lancar dan menghasilkan output serta outcome yang tepat sasaran. Adapun beberapa strategi yang dilakukan Mitra Wacana antara lain: membangun kepercayaan melalui komunikasi personal dengan kelompok minoritas, melakukan kolaborasi strategis dengan Aliansi Jurnalis Independen Yogyakarta, distribusi buku deteksi dini IRE ke 21 Rukun Warga serta advokasi ke Wali Kota dan Kesbangpol untuk keberlanjutan kebijakan dan replikasi program.
Program yang dijalankan Mitra Wacana ini berhasil menjangkau 53 peserta dari beragam gender, agama dan usia. Kemudian, menghasilkan lebih dari 25 konten digital edukatif dengan lebih dari 82 ribu penonton, menjangkau 41 kolaborator, menghasilkan 10 artikel dan 38 publikasi kegiatan, tersusunnya Buku Panduan Praktis Deteksi Dini IRE serta menjangkau 21 content creator.
Hasil survei terhadap peserta menunjukkan bahwa peserta meningkat dari sisi pengetahuan, sikap dan perilaku. Tools deteksi dini IRE juga dirasakan sangat membantu sebagai alat mengidentifikasi gejala intoleransi, radikalisme dan ekstremisme dalam masyarakat. Nugraha Dhayu Mukti dari Gema Pakti mengaku setelah mengikuti program ini dia merasa lebih paham tentang bentuk dan perilaku IRE. Selain itu dia merasa lebih percaya diri karena penghayat kepercayaan sudah mulai diterima berkegiatan secara umum atau lintas iman karena Mitra Wacana selalu melibatkan kelompok penghayat di setiap kegiatan.
Adapun Abdul Halim dari FKUB Kota Yogyakarta menyampaikan program-program yang dilaksanakan Mitra Wacana menjadi ruang dialog lintas iman yang sesungguhnya. “Kegiatan lintas iman seperti ini memberi ruang untuk membangun silaturahmi lintas iman. Tidak sekadar teori, tapi benar-benar menghidupkan dialog” ungkapnya. Program ini membuktikan bahwa perdamaian bisa dibangun mulai dari ruang-ruang kecil yang partisipatif dan keterlibatan lintas kelompok menjadi kunci keberhasilan. (wiji nur asih)







