web analytics
Connect with us

Ekspresi

Jemparingan Bajra Lungit Langgengkan Tradisi Kasultanan

Published

on

Sumber: https://hargorejo-kulonprogo.desa.id/

Penulis: Hendra (Tim Graha Media Hargorejo)

Memanah tradisional (Jemparingan) Gaya Mataraman sudah dikenal sejak beberapa ratus tahun silam. Tradisi memanah ini awalnya hanya diperkenalkan kepada para bangsawan dan para prajurit keraton. Namun seiring perkembangan jaman beberapa tradisi memanah tradisional ini masih tetap bertahan meskipun dalam kurun waktu yang lalu sempat meredup dan jarang dimainkan lagi.

Pada awalnya Jemparingan Gaya Mataraman dimainkan para prajurit Keraton untuk melatih ketajaman dan kepiawaian mereka dalam melesatkan anak panah. Setiap hari mereka berlatih dalam lingkungan Keraton. Sebagai Bergodo Keprajuritan kemahiran memainkan panah sangatlah penting, sehingga pada setiap seminggu sekali diadakan Gladhen (berlatih) di Alun Alun Selatan Keraton Ngayogyokarto. Semenjak Sultan HB VII Gladhen Jemparingan diadakan setiap hari kelahiran Sultan yang jatuh pada setiap 35 hari sekali dan tradisi ini dilanjutkan sampai sekarang. Gladen seperti ini biasa disebut dengan Gladhen Selapanan misal setiap Selasa Wage.

Seiiring perkembangan jaman, jemparingan ini tidak hanya dilakukan di kalangan keraton saja, tetapi sudah merambah ke desa-desa yang ada di Kabupaten Kulonprogo salah satunya Kalurahan Hargorejo. Walau sempat mengalami vakum yang cukup lama, kini mulai digeluti lagi oleh para pencintanya. Kelompok Seni jemparingan yang berada di Hargorejo salah satunya adalah Jemparingan Bajra Lungit yang lokasi latihannya berada di Padukuhan Kliripan. Jemparingan Bajra Lungit ini biasa menggelar Latihan pada minggu sore tiap minggunya pukul 15.00 WIB di lapangan. Siapapun bisa bergabung bisa bergabung dan berlatih jemparingan bersama mulai dari anak-anak hingga orang tua.

Tatacara dan aturan-aturan jemparingan selalu dipegang teguh oleh kelompok Bajra Lungit mengingat kegiatan jemparingan ini adalah kekayaan intelektual dan budaya yang harus selalu di jaga. Tidak hanya sekedar atura bermainnya tetapi dalam berpakaian pun harus sesuai dengan pakem yang sudah ada dari para leluhur. Ada perbedaan cara berpakaian laki-laki dan perempuan saat melakukan jemparingan. Untuk laki – laki diharuskan memakai Memakai Surjan, blangkon / udheng dan kain jarik. Untuk Gladen berbusana Adat lengkap dengan keris atau pusaka pelengkapnya. Sedangkan untuk perempuan diharuskan memakai Memakai kain sinjang/nyamping/jarik dipadu dengan kebaya.

 

Saat berlatih penjemparing (orang yang melakukan permainan jemparingan) akan membawa Gendhewo/busur  dan deder / anak panah. Busur yang digunakan yang terdiri dari bagian Cengkolak (pegangan), Lar (sayap), Kendheng (tali/string). Semua yang digunakan dalam membuat busur berasal dari alam yaitu dari kayu, bambu (pethung) dan tali. Sedangkan deder / anak panah terdiri dari bagian bedor (ujung), wulu, nyenyet. Ada beberapa gaya yang bisa dilakukan saat jemparingan. Ada yang dilakukan dengan gaya berdiri ataupun posisi bersilah.

 

Penjemparing akan memegang busur dan anak panah busur ditarik ke arah kepala kemudian ditembakkan untuk mengenai sasaran (target) berupa Bandul atau wong-wongan yang memiliki panjang 30cm dan diameter 3,5cm yang dicat merah pada bagian atas (molo/kepala) dan dicat putih pada badannya. Penjemparing harus berkonsentrasi agar anak panah mengenai target sasaran. Semakin banyak anak panah yang mengenai sasaran maka poinnya akan semakin banyak. Apabila anak panah mengenai bagian atas / molo maka akan mendapatkan poin 3 sedangkan mengenai  bagian badannya maka hanya akan mendapatkan 1 poin saja. Sekali berlatih biasanya penjemparing akan dilakukan sebanyak 20 rambahan / round dan di setiap round penjemparing mendapatkan kesempatan 4 kali melesatkan anak panah. Di setiap kali ganti rambahan / round akan ditandai dengan pemukulan gong / bende atau peluit.

 

Banyak sekali manfaat yang bisa didapatkan dari Latihan jemparinan ini. Penjemparing akan lebih focus karena saat jemparingan akan melatih konsentrasi dan menghiraukan gangguan berupa visual, suara bahkan mental. Karena apabila posisi berubah sedikit saja maka akan mempengaruhi ketepatan sasaran. Selain itu manfaat yang lainnya, penjemparing akan memiliki tubuh yang kuat terutama pada bagian lengan, inti tubuh, tangan, dada dan pundaknya. Kordinasi antara kekuatan mental dan fisik yang didapatkan oleh penjemparing ini tentunya sangat bermanfaat bagi siapa pun yang giat berlatih jemparingan. Ayo ikut jemparingan.

Continue Reading
Click to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Ekspresi

Edukasi Pencegahan Kekerasan Anak di Jalan Bagi Pendidik di Kulon Progo

Published

on

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos-PPPA) Kulon Progo mengadakan edukasi untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Sosialisasi ini diadakan di Aula Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada Rabu (6/3/2024). Kepala Dinsos-PPPA Kulon Progo, Bowo Pristiyanto, mengatakan bahwa 50 kepala SMA/SMK diundang dalam sosialisasi ini. Mereka diharapkan menjadi agen informasi dalam mencegah kekerasan anak di jalan.

Bowo menilai sekolah dapat menjadi tempat untuk mencegah kekerasan anak di jalan. Guru dapat berkomunikasi langsung dengan orang tua murid untuk memberikan edukasi tentang pencegahan kekerasan. Bowo juga melihat bahwa anak-anak di Kulon Progo sering berkumpul di berbagai lokasi hingga larut malam. Hal ini meningkatkan risiko terjadinya kekerasan.Bowo berharap wali pelajar juga berperan dalam mencegah kekerasan anak di jalan. Menurutnya para guru merupakan garda terdepan dalam pendidikan anak.

Kanit Pidana Umum (Pidum) Satreskrim Polres Kulon Progo, Iptu Rifai Anas Fauzi, mengatakan bahwa terdapat 17 kasus kekerasan anak di jalan yang dilaporkan dari tahun 2023 hingga awal Maret 2024. Kasus ini terjadi di 8 kapanewon, dengan Pengasih dan Wates sebagai yang terbanyak dengan 8 kasus. Rifai menduga bahwa sebenarnya ada lebih banyak kasus kekerasan anak di jalan yang tidak dilaporkan.

Wahyu Tanoto dari Organisasi Kemasyarakatan Mitra Wacana mengatakan bahwa pandangan orang dewasa terhadap anak sering kali memperkuat stigma dan perlakuan tidak adil terhadap anak. Tanoto mengatakan bahwa orang dewasa, termasuk pendidik, perlu mengubah sudut pandangnya terhadap anak dengan cara melibatkan mereka dalam proses pencegahan kekerasan. Tanoto juga mengatakan bahwa Indonesia sudah memiliki banyak peraturan perundang-undangan dan peraturan daerah yang dapat dijadikan pedoman dalam mencegah kekerasan terhadap anak di jalan. “Yang terpenting sekarang adalah implementasi dan pengawasan yang serius.”. Ujarnya. (Tnt).

Continue Reading
Advertisement
Advertisement

Twitter

Trending